Suaraindonesianews-Jakarta, Sikap pemerintah dinilai belum jelas dalam memformulasikan sistem Pemilu, apakah proporsional terbuka atau proporsional tertutup. Dalam DIM-nya, pemerintah menggunakan istilah proporsional terbuka terbatas. Inilah yang banyak dikritik oleh DPR dan pengamat.
Demikian mengemuka dalam diskusi mingguan Forum Legislasi yang membincang RUU Pemilu di Media Center, Kamis (3/11). Hadir sebagai pembicara Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto, Wakil Ketua Komisi II DPR Riza Patria, dan Ketua Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow.
Menurut Riza, dengan sistem proporsional terbuka, parptai politik bisa menempatkan kader-kader terbaiknya dalam daftar caleg. Pihaknya mengaku, belum sependapat dengan penerapan sistem proporsional tertutup. “Tapi, yang paling prinsipil adalah kedaulatan harus berada di tangan rakyat.” Usulan sikap seperti ini jauh lebih jelas daripada sikap pemerintah.
Sementara Jeirry mengkritik sikap pemerintah dalam isu ini. Usulan pemerintah dengan proporsional terbuka terbatas memperlihatkan kecenderungan pada proporsional tertutup. Istilah ‘terbuka terbatas’, sesungguhnya tidak ada. Inilah yang dinilai negatif oleh banyak kalangan termasuk DPR. “Pemerintah cenderung ingin sistem tertutup, walau tidak menggunakan istilah tertutup. Yang digunakan istilah terbuka terbatas.”
Ia berharap, pemerintah sebaiknya lebih jelas bersikap dalam mengusulkan sistem Pemilu di Indonesia. Seperti diketahui, pada Pemilu 2019 nanti, Pileg dan Pilpres akan digelar secara bersamaan di seluruh Tanah Air. Ini akan menjadi beban tersendiri bagi para penyelenggara Pemilu. Jadi, selain memperjelas sistem Pemilu, penyelenggara Pemilu juga harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan DPR.
Pada bagian lain, Agus Hermanto mengatakan, isu krusial menyangkut penyederhanaan partai tidak bisa tiba-tiba dilakukan. Ini butuh proses panjang. Penyederhanaan partai sebenarnya sudah menjadi cita-cita ke depan. Yang jelas, katanya, berpolitik harus untuk kemajuan bangsa. Untuk itu, perlu pengaturan parliamentarythreshold dan presidensial threshold.
Pada Pemilu lalu, untuk bisa mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden dibutuhkan 20 persen suara di parlemen dan 25 persen suara partai di Pemilu. Sistem seperti ini juga secara tidak langsung bisa ikut menyederhanakan partai dalam Pemilu. Ditambahkan pula oleh Riza, regulasi yang ada hendaknya tidak mengkooptasi parpol. Kedaulatan harus betul-betul di tangan rakyat. (Mh/SI)