Oleh: Sulthan Alfaraby (Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi UIN Ar-Raniry)
Perempuan Aceh, bisa dikatakan laksana kelembutan sebutir mutiara khas perairan tropis, dibalut kulit berduri, namun memikat kaum lelaki. Selain menyikat serdadu Belanda di medan pertempuran yang mencekam, seperti kisah heroik yang dilakukan oleh Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Laksamana Malahayati, dan lainnya, perempuan Aceh di masa lampau juga hidup dalam kemandirian, baik itu dari kalangan bangsawan maupun kalangan masyarakat biasa. Mereka sudah terbiasa menghadapi dunia ini dengan ganasnya pertempuran dan selalu siap siaga akan kematian.
Namun lagi, bagaimana keadaan perempuan Aceh sekarang? Apakah mareka masih tetap mengikuti jejak panutannya tersebut, atau hanya berperan sebagai ibu rumah tangga saja, atau lebih suka berdandan dan bertumpu penuh kepada suaminya? Bagaimana jika sang suami telah tiada, apa yang bisa dilakukan oleh perempuan Aceh saat ini dan bagaimana cara berjuang di masa sekarang menghadapi kerasnya tuntutan zaman? Apakah sekarang masih ada perempuan Aceh bermultitalenta dan pemberani seperti di masa lampau?.
Mari kita kembali kepada sejarah perempuan-perempuan Aceh. Sedari dulu, perempuan Aceh lahir dari rahim-rahim yang tangguh. Mereka dibesarkan dengan kemandirian. Bahkan ketika perang Aceh berlangsung, yang dimana perang itu merupakan salah satu pertempuran terbesar saat itu, mereka para wanita Aceh ikut berkontribusi dan melebur dalam heroisme perjuangan layaknya kaum Adam lainnya. Rentetan peluru dilontarkan dan kalimat semangat yang menggema mereka teriakkan, meskipun dalam fase dan kemasan yang berlainan.
Semangat dan darah pejuang yang mengalir di dalam tubuh perempuan Aceh di masa lampau, sontak menggerakkan kesadaran seluruh pelosok Aceh untuk mampu bertahan di tengah suasana yang mencekam. Mereka bukan hanya gahar di ladang, sawah, hutan atau pesisir pantai! Serentetan aksi dan lontaran-lontaran peluru penjajah mereka hadapi dengan keberanian yang luar biasa. Mereka juga tidak mempunyai niat untuk mundur! Meskipun hanya sejengkal, dan jika memang masih memungkinkan untuk membuat kesengsaraan dan menciptakan semesta kematian kepada pihak penjajah, mereka masih juga tidak akan mundur sampai syahid sekalipun.
Kita kembali kepada masa sekarang, ingin kita melihat perempuan-perempuan Aceh tangguh seperti para pendahulunya di masa lampau. Kita semua tidak ingin melihat perempuan Aceh yang lemah dari segala segi dan lingkup kehidupan. Karena kita percaya, bahwa perempuan Aceh pasti bisa ikut andil dalam berkontribusi untuk berjuang seperti layaknya laki-laki. Mengingat zaman yang semakin keras, dan perempuan Aceh juga dipaksakan untuk bertahan dalam kondisi-kondisi yang sulit. Kecantikan paras semata tidak ada gunanya jika dibandingkan dengan perempuan cerdas dan multitalenta, begitulah yang banyak dikatakan oleh orang-orang dan penulis yakin pembaca juga setuju dengan hal itu.
Akhir dari tulisan ini, penulis berharap semoga perempuan-perempuan Aceh bisa menjadi penggerak perubahan untuk Aceh sendiri, karena jika kita melihat tokoh pejuang wanita pada masa lampau, tidak menutup kemungkinan bahwa perempuan Aceh di masa sekarang bisa menciptakan peradaban yang lebih baik dan lebih bermartabat. Teruslah maju para perempuan Aceh, dan buatlah lebih banyak kontribusi nyata dan perjuangan tak kenal menyerah yang dilahirkan dari kaum perempuan Aceh.