Suara Indonesia News- Aceh Tenggara. Proyek Program Penghijauan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Tahun 2019 di Wilayah Aceh Tenggara Diduga berpotensi bermasalah serta ada dugaan kerugian negara dalam proyek itu, sehingga Aparat Penegak hukum diminta secepatnya menelisik proyek program penghijauan tahun 2019 tersebut.
Berdasarkan data yang didapat oleh media, bahwa proyek program penghijauan hutan dan lahan yang berlokasi di Aceh Tenggara tersebut seluas 201.000 hektare. Dan kegiatan ini dilaksanakan di 19 Provinsi serta 34 Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) yang diperuntukkan untuk penghijauan Hutan Lindung se Indonesia dengan tujuan untuk merehabilitasi lahan lahan yang sudah kritis di pinggiram DAS sebagai prioritas, DAS yang rawan bencana, dan proyek ini untuk daerah tangkapan air waduk dan daerah tangkapan air Danau dan memulihkan serta untuk mempertahankan fungsi hutan dan lahan, sehingga daya dukung, produktivitas dalam sistim penyangga kehidupan akan tetap bisa terjaga.
Kemudian dijelaskan bahwa Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2019, untuk penanaman RHL pada wilayah kerja UPTD KPH wilayah IV Provinsi Aceh adalah seluas 1600 hektare dengan jumlah bibit tanam 640.000 batang yang tersebar di 5 Kecamatan diantaranya di Kecamtan Ketambe, Semadam, Lawe Sigala gala, Babul Makmur dan Kecamatan Leuser Aceh Tenggara.
Sedang kan proyek kegiatan RHL dikabupaten aceh tenggara ini dikerjakan oleh Dian Frists hutabah kora II beralamat Medan dengan nilai kontrak Rp. 5.788.273.150, Cv Zara kemilau alamat Medan Sumatera Utara dengan nilai kontrak Rp.2.325.415.431, Cv Cahaya Mulia alamat Medan nilai kontrak Rp.1.260.568.804,Cv sumber rezeki alamat medan nilai kontrak Rp.5.925.090.600,Cv attarik beujaya alamat Langsa Provinsi Aceh nilai kontrak Rp.2,5milyar.
Namun berdasarkan hasil dari investigasi tim Lembaga pengembangan potensi intelektual muda (Lp2im) Aceh Tenggara, yang di Ketuai oleh Sopian Desky.SH kepada media ini di Kutacane pada Selasa 28/07/20 mengatakan, bahwa kondisi bibit yang ditanam oleh pihak Kontraktor Pelaksana sangat banyak bibit yang mati,Banyak yang tidak ditanam,,bibit tidak sesui dengan spekteknis/sangat kecil,tidak ada lebel biru atau sertipikasi bibit, dan sistim penanaman mulai dari lobang tanam,ajir,pemupukan, perawatan Bibit tidak sesuai dengan peraturan direktur jenderal pengendalian daerah aliran sungai dan hutan lindung nomor: p.4/PDASHL/set/kum.1/7/2018.katanya
Sehingga pihak Lsm Lp2im menilai bahwa perkerjaan yang di laksanakan oleh pihak kontraktor sebagai Pihak pelaksana sangat bemasalah dan perkerjaannya asal jadi serta penanaman bibit LSM Lp2im menilai tidak adanya pengawasan yang intensif dari pihak PPK, PPTK dan Konsultan Pengawas maupun pendamping, sesuai dengan peraturan menteri Lingkungan hidup dan kehutanan Ri nomor: p.13/menLHK/setjen/kum.1/4/2019 tentang Pendaping kegiatan dibidang kehutanan sesuai dgn pasal 1 ayat 2 dan pasal 3 ayat 1.
Selanjutnya Lsm Lp2im memperkirakan hampir 80 persen memperkirakan kondisi bibit banyak yang mati, bibit banyak tidak ditanam hal ini pihak kontraktor pelasana, PPK, PPTK, pengawas/pendamping dan pihak kantor Balai pengelola DASHL sei Wampu sumatera utara wajib bertanggung jawab atas adanya indikasi kerugian negara yang nilanya mencapai milyaran rupiah.
Serta pihak Lsm Lp2im mendesak pihak aparat penegak hukum di Aceh khusus Polda Aceh dan Kajati Aceh, untuk segera melakukan penyelidikan dalam proyek RHL ini. Dan Lsm Lp2im juga secepatnya akan berkoordinasi dengan kementerian lingkungan hidup dan kehutanan termasuk juga dengan komisi IV DPR Ri di Senayan jakarta. (Yusuf)