Suara Indonesia News – Bengkalis. Ancaman abrasi di pulau Bengkalis semakin nyata, khususnya di wilayah pantai yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka. Hal ini menyebabkan banyak pihak yang prihatin salah satunya lembaga Pusat Ilmu dan Jaringan Rakyat (Pijar) Melayu (22/8/21).
Direktur Eksekutif Pijar Melayu Rocky Ramadani, SP mengatakan bahwa dampak yang dirasakan saat ini tidak hanya berupa kerusakan lingkungan hidup di wilayah tersebut, namun juga ada dampak lain yang dirasakan oleh masyarakat setempat seperti hilangnya pemukiman dan kebun masyarakat sehingga menimbulkan keresahan bagi masyarakat yang saat ini bermukim di pinggir pantai.
Tambahnya hal yang tidak kalah penting menyangkut kedaulatan Negara, pasalnya berkurang panjang garis pantai karena bergesernya Pilar Titik Referensi (PTR) pulau terluar karena tergerus arus gelombang laut, dimana wilayah tersebut berbatasan dengan negara lain.
“Di Pulau Bengkalis terdapat 2 Kecamatan yang mengalami abrasi terparah dan boleh disebut kritis karena belum ada penanganan yang maksimal. Seperti di Kecamatan Bengkalis ± 32 KM dari bibir pantai yang terdampak abrasi, ± 22 KM diantaranya dengan kondisi kritis. Lebih parah lagi di Kecamatan Bantan yang memiliki bibir pantai yang terdampak abrasi sepanjang ± 42 KM, dari panjang tersebut yang sudah tertangani baru 15% saja”, terang rocky.
Pijar Melayu sebagai kelompok kajian strategis melihat bahwa permasalahan abrasi di Pulau Bengkalis sebenarnya bukan lah permasalahan baru, namun sudah berlangsung sejak tahun 80-an lalu dengan laju abrasi per tahun mencapai 15 s/d 20 Meter. Ada banyak faktor penyebab abrasi di Pulau Bengkalis begitu cepat dibanding dengan daerah lain, diantarnya tidak adanya hutan mangrove yang diyakini sebagai salah satu benteng pertahanan bila ada hantaman gelombang laut pada musim – musim tertentu.
“Olehkarena itu maka dalam waktu dekat Pijar Melayu akan turun ke Pulau Bengkalis untuk MEMIJAR NKRI sebagai wujud nyata dalam menjaga kedaulatan Negara”, tutup Rocky. (RK)