Suara Indonesia News – Jakarta. Persoalan pasar tradisonal maupun pasar modern sampai merajalelanya Pedagang Kaki Lima (PKL), parkiran, WC umum, dan tempat Pembuangan Sampah Sementara (PPS) diluar binaan Provinsi DKI Jakarta sering kali menjadi pusat obrolan warung kopi. Obrolan yang menyinggung regulasi baik dari sisi Perda dan aturan yang mengatur demi terlaksananya kondusiftas serta ekonomi kerakyatan juga menjadi tolak ukur salah satu penghasil Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kali ini, sorotan atas aduan masyarakat dan Perkumpulan Pedagang Kaki Lima (PKL) Pasar Pagi Lama Fly Over Asemka sudah cukup lama beroperasi, tepatnya sejak tahun 2003 lalu pasar itu sudah dikembangkan sebagai sentra bisnis oleh PT. Pesona Marga Mandiri (PMM) atas kesepakatannya dengan Pemprov DKI Jakarta berdasarkan SK. Gubernur No. 617 Tanggal 3 Maret 2003.
Perkembangannya, dibawah Fly Over Asemka telah berdiri kios – kios permanen dan kokoh, bahkan Fasos dan Fasum yang ada dilintasan area pasar itu juga terindikasi dijadikan lahan bisnisnya.
“Isi dari MoU kerjasama antara Pemprov DKI dengan PT. Pesona Marga Mandiri (PMM) tahun 2003 dan MoU tambahan tahun 2004 tertulis hingga masa akhir sampai tahun 2027 harus di kaji ulang, karena itu sudah melanggar MoU. Kerjasama yang saya baca itu, PT. PMM hanya sebatas mengelola kios – kios yang berada di atas bahu jalan, itupun hanya berjumlah 88 kios saja, tidak termasuk Fasos dan fasum,” kata Ketum Forum Wartawan Jakarta (FWJ) Indonesia, Mustofa Hadi Karya yang biasa disapa Opan saat menggelar konferensi pers nya di lokasi Pasar Pagi Fly Over Asemka, Sabtu (9/4/2022) sore.
Opan menilai selain melanggar kesepakatan dan dianggap telah melakukan wanprestasi, PT. PMM juga mengambil manfaat dengan disewakannya lokasi Fasos maupun Fasum untuk penitipan barang dan area parkir. “Setidaknya Pemprov DKI dalam hal ini Sekda harus segera mengambil langkah tegas guna tertibnya pengelolaan lahan tersebut untuk kepentingan warga dan kembalinya ekonomi kerakyatan sesuai Undang Undang. Kalau bisa MoU itu dibatalkan saja dan kembalian pengelolaannya kepada perkumpulan PKL Pasar Pagi untuk dikembangkan secara mandiri,” ucapnya.
Persoalan Pasr Pagi Lama Fly Over Asemka kata Opan bukanlah persoalan segmentif dan persoalan tehnis, akan tetapi lebih kearah aturan dan Perda serta fungsinya, sehingga dapat mengurai adanya pungli dari para oknum – oknum pejabat wilayah tingkat RW sampai Walikota.
Opan mengklaim pihaknya telah menyurati Sekda DKI Jakarta dan beberapa instansi maupun isntitusi tingkat wilayah Kecamatan sebagai acuan di kaji ulangnya MoU kerjasama tersebut. “Kami sudah suratkan kok, tinggal Gubernur, Inspektorat, BPK untuk mengaudit dan beberapa dinas terkait yang akan kami tembuskan suratnya nanti,” jelas Opan.
Berdasarkan materi dan aduan yang diterimanya, Opan menyimpulkan ada 5 hal yang menjadi fokus untuk Pemprov DKI Jakarta sebagai bahan kajian ulang dari MoU Kerjasama tersebut, yakni :
(1). Batalkan MOU antara Pemprov DKI Jakarta dengan PT. PMM bila terjadi pelanggaran; (2). Kembalikan fasos dan Fasum ke pungsinya; (3). libatkan Perkumpulan atau Paguyuban Pedang Kaki Lima (PKL); (4). Tindak tegas para oknum ASN, TNI/Polri yang terlibat pemanfaatan dilokasi Pasar Pagi Lama dibawah Fly Over Asemka, Tambora Jakarta Barat; (5). Audit kembali PAD dari sumber PT. PMM sejak tahun 2003 hingga tahun 2022.
“Kami sangat yakin Pemprov DKI Jakarta dalam hal ini Marullah Matali selaku Sekda dapat mengambil keputusan yang tepat agar terciptanya ekonomi kerakyatan warga Tambora Jakarta Barat dan menjalankan fungsinya sesuai Perda dan aturan Undang Undang yang berlaku,” pungkasnya. (Hari R)