Administrasi Pengelolaan Zakat Dalam Pemberdayaan Umat

Administrasi Pengelolaan Zakat Dalam Pemberdayaan Umat

412 views
0
SHARE

Oleh : Hamma,S.Sy., (Konsultan Hukum)

Suara Indonesia News. Terdapat beberapa instrumen yang sangat penting dan harus dioptimalkan semaksimal mungkin  dalam rangka menyelesaikan  problem kemiskinan umat,  yaitu”

  1. peran lembaga pengelola Zakat,
  2. profesionalisme lembaga pengelola  Zakat,
  3. dan peran pemerintah  dan masyarakat.

Signifikasi zakat tidak boleh diberlakukan semata-mata sebagai rukun Islam tetapi harus dilihat dalam hubungannya dengan efek sosial dan ekonomi, sebab muatan zakat adalah muatan sosial. Tiga instrumen ini didasarkan atas fakta yang terjadi di lndonesia, bahwa masih banyak beberapa  faktor yang menghambat,  pertama” eksistensi  lembaga  pengelola  zakat  sebelum kelahiran  Undang-undang No.33 Tahun 1999 tentang  Pengelolaan  Zakat,  kedua” profesionalisme lembaga pengelola  zakat, ketiga” mengenai  kurangnya pendidikan  mengenai zakat di masyarakat termasuk kurikulum mengenai zakat di lembaga pendidikan yang belum memenuhi standar kontemporer.

Ketiga peran strategis itu bisa diuraikan sebagai berikut, yaitu”

(1)  pertama,  dapat  diperjelas  mengenai  bentuk  serta  kedudukan  hukum  lembaga  yang bertanggung jawab mengenai pengumpulan zakat setelah lahirnya Undang-undang maka jelas diketahui lembaga-lembaga tersebut  adalah BAZNAS (bersifat  Pemerintah) dan  LAZIS,  hal ini penting, karena jika tidak, maka lembaga-lembaga zakat tidak akan efektif dalam mengelola zakat,  padahal  masyarakat  miskin sangat  membutuhkan  zakat,  karena  itu  pemerintah  wajib Melakukan Administrasi Pengelolaan Zakat Dalam Pemberdayaan Umat memperjelas  status  undang-undang  pengelolaan  zakat  agar  dapat  menjadi  pedoman  dan sandaran bagi pengelola zakat sehingga tidak dianggap melanggar hukum zakat sebab dalam perspektif  legalitas  hukum,  zakat  memang  lebih  baik  dikelola  oleh  pemerintah  atau  negara sebagaimana dibuktikan pada masa Nabi Muhammad SAW dan Khulafa al-Rasyiddin, artinya pemerintah  harus  bertanggung  jawab  dalam  kesejahteraan  masyarakat  dan  menjamin pelaksanaan keagamaan masyarakat.

(2)  Kedua,  melakukan  restrukturisasi  dan  revitalisasi  lembaga-lembaga  pengelola zakat baik  BAZNAS  maupun  LAZ  dengan  cara  memperbaiki  kinerja dan  manajemen  yang lebih profesional sehingga mampu mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan  Agama.

(3)  Ketiga,  pemerintah  harus  gencar  memberdayakan  masyarakat  melalui BAZNAS  sebagai  sumber  pengumpul  dana  masyarakat  sehingga  BAZNAS  bisa mengimplemetasikan  kebijakan  pendistribusiannya  kepada  masyarakat  melalui  lembaga-lembaga sosial  keagamaan, agar  kebutuhan mustahiq  masyarakat dapat  terakomodir  dengan baik dan  dapat lebih memberdayakan lembaga-lembaga tersebut.  Meminjam definisi Anang Arif Susanto  bahwa  Zakat  adalah  kebijakan alternatif  anti kesenjangan  dan anti  kemiskinan dan  proses  pemberdayaannya  harus  terus  dijalankan  oleh  berbagai  pihak  demi  terciptanya masyarakat yang sejahtera. Strategi Pemberdayaan Umat Secara sederhana pemberdayaan umat dapat diartikan sebagai upaya  membangkitkan potensi umat Islam ke arah yang lebih baik dalam kehidupan sosial, politik dan ekonominya.

Zakat secara irnplementatif lebih erat berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi. Adalah bukan sekedar isu, tetapi merupakan kenyataan yang sulit dipungkiri bahwa selama ini ekonomi umat Islam kurang menggembirakan, kalau tidak disebut memprihatinkan. Adalah “Aib sosial” yang perlu ditobatkan dengan membuat langkah-langkah strategis, ketika ada kenyataan bahwa umat Islam sebagai penduduk  mayoritas bangsa ini  justru minoritas dalam  kekuatan ekonominya, dan  malah  terpinggirkan.  Maka  tak  harus  ditunda  lagi  tentang  perlunya  menggali  “harta agama”. Artinya harta bagi kekuatan umat Islam yang digali berdasarkan perintah Allah SWT. maupun  berdasarkan  petunjuk  Rasullullah  SAW.  “Harta  Agama”  yang  paling  dekat  adalah harta yang digali dari zakat.

Sebagai kewajiban yang harus ditunaikan terutama bagi muslim yang telah memenuhi nishab. Penggalian  “harta  agama”  berupa  zakat  punya  dua  sisi  yang  menguntungkan.  Yang tentu  berbeda  dengan  penggalian  harta  di luar  “harta  agama”  dalam prespektif  Islam  yang kadang merugikan salah satu pihak. Pertama, zakat mempunyai keuntungan bagi mereka yang menunaikan (membayarnya) berupa kebersihan jiwa dan kebersihan bathin (Q.S. 9:  103). Di samping  Al-Qur’an  menyebutnya  sebagai ibadah  kedua  setelah shalat  (QS. 2:  43).  Kedua, Allah menjamin akan mengantinya dan malah akan  mensukseskan  bisnis  muzakki  yang bersangkutan. Sedangkan  bagi  mereka  yang  menerimanya  pasti  akan mendapat  keuntungan dan merasa senang  hati (QS. 9  :59) karena ia  merasa mendapatkan pertolongan  dari bahaya kelaparan dan kemelaratan berkepanjangan dan dalam kondisi ini akan terwujud keadilan sosial yang kita dambakan.

Lebih jauh, seperti pernah  diungkapkan Umar r.a:  “Apabila  kamu memberikan  zakat,  maka  berikanlah  sehingga  orang-orang  yang  menerimanya  memproleh kecukupan”. Kecukupan merupakan keuntungan maksimal bagi para penerima zakat, ditengah para pemberi zakat yang mungkin hidup dalam kemewahan.  Dengan  demikian,  zakat  memang  tidak  mungkin  untuk  mendongkrak  terwujudnya pemerataan perolehan harta yang bersifat sama  jumlahnya.  Terlebih  teori di luar Islam yang dalam teorinya mewujudkan persamaan sama rata sama rasa, sebenarnya hanyalah merupakan mimpi belaka, dan malah menentang kenyataan sunnatullah.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY