Suaraindonesianews-Konawe.Pengembangan Unit Pengelolah Pupuk Organik (UPPO) yang bertujuan untuk memperbaiki kesuburan lahan untuk meningkatkan produktivitas pertanian, yang difasilitasi dengan Pembangunan sarana Unit penunjang yang terdiri dari bangunan rumah kompos, bangunan bak fermentasi, alat pengolah pupuk organik (APPO), kendaraan roda 3, bangunan kandang ternak komunal dan ternak sapi, serta mekanisme pelaksanaan kegiatan mengacu pada Pedoman Umum Bantuan Sosial yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian diduga syarat akan penyimpangan.
Anggaran yang dibuka kelompok atas nama kelompok penerima bantuan kegiatan UPPO di cabang Bank Pemerintah setempat yang digunakan untuk menerima transfer uang sebesar Rp. 200 juta,- per Kelompok Tani untuk kegiatan UPPO dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yaitu Direktur Pupuk dan Pestisida, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian yang dikelurkan secara bertahap sesuai dengan pekerjaan yang dilaksanakan dengan sistem contra-sign/ nota persetujuan yang direkomendasikan oleh Tim Teknis yang mendapatkan persetujuan Kepala Dinas Peternakan Kabupaten/ Kota setempat.
Pembangunan fisik rumah kompos, pengadaan ternak sapi, pembangunan kandang komunal, pembangunan bak fermentasi, dan pengadaan peralatan dan mesin dilakukan oleh kelompok tani/ gapoktan/ kelompok penerima manfaat.
Menelusuri hasil laporan yang masuk di Kantor Redaksi yang datang dari beberapa anggota Masyarakat Kelompok Tani penerima bantuan Unit Pengelolah Pupuk Organik (UPPO), dan Menindak lanjuti Laporan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Salah satu Lembaga yang berada di Kabupaten Konawe, KCW (Konawe Coruption Watch) SULTRA, dalam hasil investigasinya menemukan beberapa keganjalan terutamanya dalam penggunakan anggaran, serta pelaksanaan kegiatan, terutama dalam pembangunan rumah kompos dan kandang komunal yang tidak sesuai pedoman teknis, serta pengadaan peralatan mesin APPO (Alat Pengelolah Pupuk Organik) atau mesin pencacah sampai saat ini belum diadakan.
Adapun aturan Komponen dalam belanja kegiatan yang seharusnya dilaksanakan seperti yang dijelaskan oleh LSM Konawe Coruption Watch (KCW- SULTRA) dalam pedoman teknis : Pembangunan Rumah Kompos dan bak fermentasi, Rp. 64.000.000,- , Pengadaan Alat Pengolahan Pupuk Organik (APPO) Rp. 24.000.000,- , Pengadaan Kendaraan Roda 3 Rp. 20.000.000,- , Pembangunan kandang komunal Rp.7.000.000,- dan Pengadaan ternak sapi 10 ekor, beserta obat- obatan Rp.85.000.000,-
Dalam laporannya Yuto Silondae selaku Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Konawe Corruption Watch (KCW- SULTRA) mengatakan, “Sejauh ini hasil investigasi yang kami lakukan dilapangan bahwa beberapa kelompok tani penerima bantuan UPPO dari berbagai desa di Kab. Konawe, semuanya sarat ada dugaan korupsi dari pengguna anggaran,” ungkapnya.
Menurut Yuto, sesuai hasil monitoring dan investigasi kepada ketua kelompok, rata-rata setiap kelompok hanya menerima uang sebesar Rp. 100 juta, padahal jika beracu kepada pedoman teknis dan Kementerian Pertanian melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Abdul Majid sudah meningkatkan besaran bantuan paket Unit Pengolah Pupuk Organik menjadi Rp. 200 juta per paket.
“Apakah kementerian dan pedoman teknis yang salah atau ada kongkalikong antara kelompok tani dengan dinas yang kurang transparan dalam pengolahan anggaran. Maka dari itu kami dari LSM KCW SULTRA selaku kontrol sosial ingin mengetahui kebenaran atas pertanggung jawaban pengguna anggaran, karena pasti ada penjelasan yang lebih mendetail yang masuk akal, mengingat ini sudah melewati tahun anggaran, padahal sudah 1 tahun lebih lamanya mesin pencacah itu belum juga ada, sebenarnya masih banyak lagi temuan terkait hal ini, tapi untuk saat ini kita mengacu saja pada penggunaan anggarannya,” jelas Yuto.
Untuk mengetahui hal tersebut, Tim Investigasi Media ini mencoba untuk melakukan Klarifikasi dan Konfirmasi, kepada Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Konawe Jumrin Moita, S.T yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bidan Peternakan Kabupaten Konawe yang juga selaku pengguna anggaran Jumrin Moita, S.T dalam wawancaranya mengatakan, “Sejauh ini ada beberapa kelompok tani yang belum sempat membeli mesin pencacah, karena harga mesin pencacah, sama dengan ongkos kirimnya, makanya saya sarankan saja kepada kelompok tani agar dibuat sendiri di salah satu bengkel las daerah tumpas,” Ungkapnya.
Ironisnya sampai saat ini di Tahun Anggaran 2015 mesin pencacah maupun Alat Pengelolah Pupuk Organik (APPO) belum ada realisasi. Dan ternak sapi sebanyak 10 ekor (betina 9 ekor, pejantan 1 ekor yang spesifikasinya berumur minimal 18 bulan tersebut tidak dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) untuk menjaga kesehatan dan perawatan sapi seharusnya dilengkapi dengan obat-obatan.(Sandy)