Suara Indonesia News -Kabupaten Cirebon. Alun-alun biasanya terletak ditengah diantara bangunan masjid dan kantor pemerintahan, alun-alun Arjawinangun juga seperti itu dan lima tahun lalu masih tampak sebuah alun-alun yang lapang dan hijau dengan rumput segarnya.
Alun-alun Arjawinangun sejak ditempati pedagang kaki lima, alias pedagang yang mendirikan tenda dari bambu semipermanen yang mengelilingi alun-alun akhirnya menjadi tidak indah dipandang lagi dan kumuh karena tenda-tenda yang tidak dibongkar pasang tapi dibiarkan saja walau tidak berdagang.
Kekumuhan yang ada ditindaklanjuti dengan mendatangi Kuwu yang ada di sekitar alun-alun, Kuwu Desa Junjang Pasar dan Kuwu Desa Arjawinangun, untuk mengingatkan dan menyarankan supaya pedagang yang berjualan jangan membiarkan tenda tempat berjualan di sekeliling trotoar alun-alun.
Tim media menemui Sutrisno Kuwu Desa Junjang pasar di tempat pelayanan desa (Rabu, 3 juni 2020), walaupun posisi alun-alun ada di wilayah Desa Arjawinangun tapi para pedagang yang ada di sekeliling alun-alun, banyak warga desa Junjang. Ketika ditanya kondisi alun-alun yang menjadi kumuh karena pedagang kaki lima, Sutrisno Kuwu Desa Junjang menjawab “kalo bikin berita yang enak-enak sajalah, jangan yang bikin pusing.”
Lalu tim media mendatangi Drs. H. Sutismo Camat Arjawinangun di ruang kerjanya (Rabu, 3 juni 2020) dan menjelaskan alun-alun itu ada di wilayah Desa Arjawinangun dan sebaiknya ditanyakan ke Kuwunya yang saat ini dikelola oleh Bumdes nya. Kalo sudah dapat informasi dari Kuwu mengenai kondisi alun-alun, tolong informasikan lalu akan ditindaklanjuti dengan memanggil satpol PP untuk dilakukan tindakan, walaupun di kantor Kecamatan ada satpol PP tapi untuk melakukan tindakan wewenang satpol PP Kabupaten.
Selangkah kedepan tim media mendatangi kantor Desa Arjawinangun untuk menemui H. Abdullah Kuwu, ternyata kantor desa sudah sepi saat jam menunjukkan pukul 14.00 WIB. Lalu menuju ke rumahnya di Blok Kebonpring Arjawinangun, sesampai di depan rumah kuwu tidak terlihat mobil mitsubishi pajero, biasa digunakan Kuwu beraktifitas dan memiliki usaha jagal dan pengemasan daging sapi. Dilanjut menuju lokasi usahanya dan tidak ada ditempat juga, salah satu karyawan menjelaskan kalau Kuwu jarang ke tempat usahanya hanya by phone saja kalau pun datang juga sore setelah aktifitas diluar.
Untuk mendapatkan klarifikasi mengenai kumuhnya alun-alun, maka tim media datang kembali ke kantor desa (Kamis, 4 juni 2020 pukul 13.00) ditemui kepala Dusun dan menjelaskan kalau soal alun-alun ditangani Bumdes tapi tidak mengetahui siapa kepala Bumdes yang barunya.
Sore hari usai liputan di desa Panguragan Lor, tim media mencoba mendatangi rumah Kuwu H. Abdullah dan ternyata mobil Pajero ada tapi ketika ditanya ke istrinya mengatakan Kuwu sedang acara keluar, disaat yang sama ada sales vacum cleaner yang akan menawarkan produk ke rumah Kuwu, usai keluar ketika ditanya media ada ga Kuwunya? Sales tersebut menjawab “ada seorang lelaki memakai sarung keluar dari kamar mandi. ” Artinya H. Abdullah Kuwu Desa Arjawinangun tidak mau ditemui dan berita ini dimunculkan tanpa ada statement dari H. Abdullah.
Ketika tim mendatangi salah satu pedagang yang ada dan menanyakan berapa uang yang dibayarkan ke desa? Dijawab oleh seorang ibu pedagang yang saat itu sedang mengemasi warungnya kalo untuk pedagang sebenarnya untuk warga Arjawinangun sendiri, “uang yang dibayar ke desa sebesar Rp. 500 ribu untuk satu lapak warung tenda dan untuk harian hanya dikenakan uang kebersihan saja sebesar Rp. 3.000,- – Rp. 5.000,- tergantung kondisi dagangnya dan seikhlasnya.” (Hatta & tim)