>Formasi Fasilitasi Korban ke Polres Konawe
Laporan: M. Sahrul/SI
SuaraIndonesiaNews –Konawe. Sungguh malang nasib gadis bernisial ‘DRN’ warga Desa Korumba Kec. Wawotobi Kab. Konawe, Sulawesi Tenggara. Akibat terkena bujuk rayuan sang pacar hingga berulang kali dihamili dan di paksa menggugurkan kandungannya. Ibu korban ‘WNM’ bersama anaknya ‘DRN’ melaporkan kejadian ini kepada Lembaga Forum Masyarakat Sipil (FORMASI) gabungan unsur LSM dan Pers kekantor sekretariat bertempat di Kelurahan Tuoy Kabupaten Konawe. Jum,at (18/12).
bersama di dampingi dua orang dari koramil yang bertugas di kecamatan wawotobi, datang kekantor Formasi. Pasca korban melaporkan kejadian itu, forum masyarakat sipil mempasilitasi Ibu korban ‘WNM’ bersama anak gadisnya ‘DRN’ melaporkan tindakan pelaku ‘HML’ di Kepolisian Resort (Polres) Konawe atas prilaku yang dilakukan kepada korban ‘DRN.
Keluarga korban enggan melaporkan permasalahan tersebut di Kepolisian Sektor (Polsek) Wawotobi karena pelaku mempunyai kakak seorang polisi tugas di polsek wawotobi diduga laporan korban nantinya dimentahkan dan adanya bekingan kakak pelaku. Akhirnya terpaksa korban meminta untuk difasilitasi koramil dan melaporkan kelembaga Formasi.
Jumat, (18/12). IPDA. Budi Kepala Unit Jaga Polres Konawe menerima aduan korban untuk di mediasi kepada pelaku serta korban menjelaskan kronologis kejadian tersebut, pada tahun 2011 korban bersama pelaku berpacaran dan menjalin hubungan, namun ketika itu korban mengalami kehamilan dan pelaku meminta untuk menggugurkan dengan cara melakukan pemaksaan, akhirnya korban mengalami keguguran akibat mengkonsumsi obat penggugur yang di berikan pelaku.
Namun kejadian itu tercium kepada keluarga korban dan melakukan atur damai secara kekeluargaan dengan cara tutup muka atau mondutu orai, ketika permasalahan tersebut sudah terselesaikan. Pelaku ‘HML’ lagi- lagi mulai merayu korban untuk kembali menjalin hubungan kejenjang yang lebih serius, berselang beberapa tahun kemudian korban mengalami kejadian yang sama sedang mengalami kehamilan namun kembali berujung pengguguran atas paksaan pelaku.
Korban ‘DRN’ mulai jenuh kepada tingka laku sang pelaku ‘HML’ karena merasa dirinya di permainkan, guna menguatkan barang bukti, korban melakukan pemotretan pada saat berduan dengan pelaku. Pada tahun 2015 korban kembali dihamili ‘HML’ yang ketiga kalinya dan meminta untuk di nikahi namun pelaku mengaku belum siap dan tidak mengakui perbuatannya.
“Setelah adanya kejadian itu saya sudah tidak mau kembali dengan dia, tapi dia berjanji dengan saya untuk memperbaiki hubungan kejenjang serius dan saya menerima janjinya, ketika saya (Korban Red) mengalami kehamilan yang ketiga kalinya pelaku memaksa untuk di gugurkan dengan cara kekerasan, mencekek leherku tersungkur ditembok rumah dan mengancam saya, dia (Pelaku Red) meracik obat bintang tujuh sebanyak tujuh bungkus di campur ke air putih dan memaksa saya minum, namun racikan itu saya tidak minum dan tidak mau mengambil resiko namun lagi – lagi saya diancam dengan kekerasan.”. Ungkap korban dipolres konawe sambil menyodorkan bukti pendukung foto mesranya pada saat bersama korban.
Kepala desa korumba bersama tokoh adat dan imam desa tersebut sudah melakukan mediasi bersama keluarga korban dengan keluarga pelaku, namun hasilnya nihil tidak ada titik temu pihak pelaku belum siap untuk menikah.
“Pada saat itu tokoh adat dan kepala desa melakukan mediasi secara kekeluargaan kedua belapihak namun ketika itu pembicaraan terputus karena kedatangan kakak pelaku yang juga seorang anggota polisi berinisial ‘IRM’ yang bertugas di polsek wawotobi dan mengambil alih pembicaraan, saya tidak tau apa yang di bicarakan.” Jelasnya.
Namun anehnya pelaku bersama kakaknya yang juga anggota polisi melaporkan korban beberapa bulan lalu di polres konawe dengan alasan pencemaran nama baik, mengenai barang bukti foto yang ada di Handphone korban, menurut pelaku dan kakak pelaku foto yang ada di handphone adalah foto palsu dan tidak benar. Pengakuan ‘DRN’ foto yang ada di handphonenya banyak dihapus oleh pelaku untuk mencegah perbuatannya.
Saat ini keluarga korban mencari keadilan atas kehamilan ‘DRN’ yang kini sudah berusia empat bulan dan meminta pertanggung jawaban pelaku. Dari pihak kepolisian diminta secara objektif melakukan mediasi tanpa memilah letak permasalahan korban dengan pelaku. Pasalnya kehamilan ‘DRN’ dapat mengganggu dampak psikologis maupun kandungan korban. (*SI)