Oleh : Syafrudin Budiman SIP Ketua Umum DPP Partai UKM Indonesia / ntelektual Muda Muslim.
Suara Indonesia News. Esensi dan Subtansi Idul Adha 1440 Hijriah adalah upaya pengorbanan kepada sesama umat manusia. Apalagi saat ini saudara kita sesama muslim maupun non muslim mengalami PPKM Darurat akibat pandemi covid 19 yang semakin meluas.
Pemerintah Pusat bahkan, menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan gerak masyakarat sangat dibatasi dan terbatas.
PPKM adalah kebijakan Pemerintah Indonesia sejak awal tahun 2021 untuk menangani pandemi Covid-19 di Indonesia. Sebelum pelaksanaan PPKM, pemerintah juga sudah melaksanakan pembatasan sosial berskala besar yang berlangsung di sejumlah wilayah di Indonesia.
Pastinya dengan kebijakan ini, banyak warga masyarakat menengah kebawah mengalami kemerosotan ekonomi dan penghasilannya berkurang. Tentu ini juga berdampak pada meningkatnya kemiskinan, PHK massal dan lemahnya penyerapan tenaga kerja dan jalur distribusi ekonomi terhambat.
Semua saudara-saudara kita se-bangsa dan se-tanah air, bahkan se-dunia merasakan akibatnya. Mulai dari tidak boleh beraktifitas terlalu banyak diluar rumah, sekolah ditutup dan bahkan beribadahpun dibatasi.
Tentu bagi yang berkecukupan tidak ada masalah. Tapi bagi orang yang hidupnya pas-pasan dan bagi menengah ke bawah pasti merasakan akibat dampak covid 19.
Karena itulah momentum Idul Adha 1442 Hijriah ini bisa dijadikan alat perekat kebersamaan dan berbagi antar sesama umat manusia. Setiap insan manusia harus memiliki rasa kepedulian akan sesama dalam bentuk gotong-royong, saling membantu dan saling tolong menolong.
Menurutnya, apalah arti sebuah kemapanan, kesuksesan dan kebahagian tanpa ada rasa peduli antar sesama insan manusia. Yang kaya harus berbagi kepada yang miskin atau yang tidak mampu, yang pintar berbagi ilmu agar ilmunya bermanfaat dan yang sudah bahagia menebar kebahagiaannya kepada lainnya.
Pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS menjadi cerminan bahwa, semua manusia kembali pada Allah SWT. Semua yang melekat dalam diri kita hanyalah titipan sementara dan kita akan kembali kepada sang khalid saat ajal tiba.
Semua amal dan jariyah kita akan menjadi bekal kita di akhirat nantinya. Oleh karena itu diperintahkan bagi yang mampu untuk berkurban, baik onta, sapi atau kambing agar kebahagian yang sudah diraih bisa dirasakan banyak orang.
Dalam pandangan Islam, Idul Adha pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah juga dikenal dengan sebuatan “Hari Raya Haji.”
Tentu kaum muslimin yang sedang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram.
Hal ini melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan.
Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.
Idul Adha juga dinamakan hari raya haji, juga dinamakan “Idul Qurban”, karena pada hari itu Allah memberi kesempatan kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya.
Bagi umat muslim yang belum mampu mengerjakan perjalanan haji. Maka ia diberi kesempatan untuk berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan qurban sebagai simbol ketakwaan dan kecintaan kita kepada Allah SWT.
Kita bisa melihat sisi historis dari perayaan Idul Adha ini, maka pikiran kita akan teringat kisah teladan Nabi Ibrahim, yaitu ketika Beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusui.
Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun.
Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina.
Akan tetapi baik Nabi Ibrahim, maupin istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal. Ini yang harus menjadi tauladan kita untuk siap berkorban untuk sesama.
Karena pentingnya peristiwa tersebut. Allah mengabadikannya dalam Al-Qur’an (QS Ibrahim 37)
رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Artinya, Ya Tuhan kami sesunggunnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di suatu lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahmu (Baitullah) yang dimuliakan. Ya Tuhan kami (sedemikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah gati sebagia manusia cenderung kepada mereka dan berizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.
Sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak biasa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali.
Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan.
Inilah kebesaran Allah SWT kepada ummatnya apabila berserah diri dan siap berkorban untuk sesama insan, terutama di tengah pandemi covid 19.
Tulisan ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua untuk terus berkorban dan berbagi antar sesama. Sebelum sakit datang, ajal menjemput dan nyawa berpisah dengan dunia dan harta.
Saatnyalah kita bagikan rejeki kita di Hari Raya Idul Adha ini untuk berkurban kambing dan sapi. Atau paling tidak berbagi rejeki kepada tetangga dan kerabat dekat.