Suara Indonesia News – Indramayu. Kabar miring merebak setelah diadakannya sidang isbat nikah secara masal di KUA Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Sejatinya pelaksanaan isbath massal yang berlangsung pada 30 agustus 2022 itu berjalan lancar. Namun, masih menyisakan pertanyaan, kenapa isbat masal tersebut biayanya mencapai ratusan ribu.
Menurut salah satu sumber yang tidak mau disebutkan namanya, kepada media mengatakan, kalau isbat masal yang dilaksanakan di kecamatan sliyeg dipungut biaya sebesar Rp. 800 ribu/pasang. Biaya itu katanya, selain untuk biaya di Pengadilan Agama juga untuk proses pencetakan buku nikah di KUA.
“Saya tidak tahu pasti berapa biaya yang dikeluarkan untuk isbat tersebut karena di koordinir oleh ketua ALS,” ungkapnya.
“Uang tersebut juga digunakan untuk mencetak buku nikah di KUA, berapa besarannya koordnasi saja sama ketua, yang pasti ada biaya untuk mencetak buku nikah yang dikeluarkan oleh KUA,” tutur sumber tersebut.
Koordinator Asosiasi Lebe Sliyeg (ALS) yang berinisial T saat dihubungi lewat whatsaap, tidak menampik kalau program isbath massal yang dilaksanakan di kecamatan sliyeg itu dikenai biaya Rp. 800 ribu.
Menurutnya, program isbath massal itu bukan program gratis atau prodeo melainkan reguler atau normal (bayar). Dan pembayarannya dilakukan di Pengadilan Agama Indramayu.
“Program isbath massal ini tidak gratis tapi bayar seperti biasanya (normal),” ucap T kepada media (17/9/2022).
Namun ia tidak merinci berapa besaran biaya yang dikeluarkan untuk biaya isbat dan pengambilan buku nikah tersebut.
Sementara, ketua PA Indramayu melalui Bagian Humas, Agus Gunawan saat dimintai klarifikasinya melalui pesan Whatsapp mengutarakan, kalau program penyelesaian perkara isbat nikah di Kecamatan Sliyeg pada agustus 2022, sebanyak 28 Perkara adalah program yang diinisiasi oleh Asosisi Lebe Sliyeg (ALS) dengan PA Indramayu. Adapun prosesnya adalah permohonan REGULER biasa/bayar sendiri, bukan prodeo, baik DIPA maupun prodeo murni dan Perkara tersebut lanjutnya, masuk wilayah radius II, dengan jumlah porskot yang dibayarkan ke Pengadilan sebesar Rp 370.000 (tiga ratus tujuh puluh ribu rupiah), pengembalian sisa panjar (PSP) Rp 0,- (nihil).
Adapun berapa jumlah biaya yang dipungut ALS, pengadilan tidak mengetahuinya, ungkapnya.
Dari apa yang disampaikan Humas PA Indramayu, Maka sudah dipastikaan ada dugaan pungli dalam kegiatan isbat massal di kecamatan Sliyeg, biaya yang dikeluarkan tidak sebesar biaya yang dipungut oleh ALS. Ada selisih sekitar 430 ribu. Apa uang tersebut juga masuk ke KUA untuk proses percetakan buku nikah seperti yang disampaikan oleh sumber diatas.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kemenag Indramayu Hanif Hanafi melalui Kasbug TU Aan Fathul Anwar menyampaikan beberapa point pertama, program Itsbat Nikah tersebut adalah program Itsbat reguler, bukan prodeo atau dibiayai Pemkab/Kemenag. Dengan kata lain, program Itsbat tersebut memang bukan program gratis.
Menurutnya, KUA Sliyeg hanya menyediakan tempat untuk sidang.
“Kami sama sekali tidak terlibat dalam pungutan biaya atas kegiatan tersebut. Sampai hari ini, kami juga tidak menerima uang sepeser pun dari kegiatan tersebut,” kata Aan melaui pesan whatsapp (22/9/2022).
Ia menjelaskan, proses pendaftaran dan pemberkasan dari masyarakat yang menjadi pihak pemohon Itsbat di PA dibantu oleh pihak ketiga, yaitu Asosiasi Lebe Sliyeg (Sliyeg). Pihak pemohon Itsbat tinggal datang saat sidang saja.
“Sampai hari ini (22/9), proses pencatatan dan penerbitan buku nikah untuk perkara Itsbat belum selesai. Hal itu karena menunggu kelengkapan administrasi dari para pemohon,” tandasnya.
Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) Oushj dialambaqa mengomentari maraknya pungli yang terjadi di Indramayu salah satunya pungli dalam pelaksanaan isbat massal di kecamatan Sliyeg.
Menurutnya, bukan Indramayu jika tidak ngawur, bukan Indramayu jika perkorupsian tidak jorjoran dan bukan Indramayu jika pungutan liar (Pungli) tahu malu.
Ia mengatakan, yang luar biasa ternyata institusi di bawah payung dan bendera tak kalah hebatnya, mulai dari soal pernikahan di KUA sampai soal kawin isbat di PA yang kaki tanganya KUA dan Lebe juga. Soal perkorupsian dan perpunglian sudah dianggap hal biasa sehari-hari, bukan lagi sebagai suatu kejahatan apalagi sebuah dosa. Tuhan pun sudah dianggap tidak ada, jika pinjam istilah filsuf Federich Nietsche dikatakannya bahwa Tuhan Sudah Mati (God is Death). Satire itu maknanya bahwa Tuhan itu sudah dianggap tidak ada. Jadi sudah tidak takut lagi untuk melakukan kejahatan dalam kehidupan sehari-hari, Korupsi dan perpunglian sudah dianggap bukan lagi kejahatan, kata Oo kepada media melalui sabtu (24/09/2022).
Pandangan hidup seperti itu, katanya, ternyata sudah melekat pada Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenag maupun pemerintahan daerah. Hal ini terbukti apa yang diinvestigasi soal biaya administrasi nikah di KUA dan nikah Isbat di PA, perkorupsian dan perpunglian sudah bukan lagi dianggap kejahatan. Itu hebatnya, ujarnya.
Lantas, lanjut Oo, jika fakta dan realitas itu disodorkan dan atau diberitakan, cukup dengan jawaban, itu oknum atau nanti kita cek atau klarifikasi. Bukan bagaimana mengatasi persoalan itu, bahkan cara yang paling gampang adalah memblokir konfirmasi untuk kepentingan publik.
Jadi, kata Oo, jika setiap hari atau setiap minggu ada yang menanyakan soal itu, maka setiap hari atau setiap minggu pula pejabat yang berwenang tersebut memproduksi kebohongan.
Dan ternyata, kebohongan yang diproduksi setiap saat itu, dianggap hal biasa, dan bukan lagi kejahatan atau dosa. Itu juga hebatnya, tambahnya.
Hal seperti itu kemudian menjadi pandangan masyarakatnya. Jadi persekutuan kejahatan dalam perkorupsian, perpunglian dan kebohongan itu menyatu dalam keseharian.
Itu maknanya adalah kebobrokan mentalitas itu sudah sedemikian rupa mengakar dari level atas hingga akar rumput. Itu pula pertanda bobroknya masyarakat, pejabat dan dengan sendirinya APH (Aparat Penegak Hukum), karena fakta dan realitasnya makin jorjoran, pungkasnya. (Dais)