KOTA BANDUNG, SUARA INDONESIA NEWS | Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melantik Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Badan Pengelola Islamic Centre (BPIC) Jawa Barat periode 2025–2035 di Gedung Pusdai Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, Kamis (7/8/2025).
Pelantikan tersebut menetapkan dua pimpinan masjid strategis, yaitu Dede Suherman sebagai Ketua DKM Masjid Nurul Qur’an LPTQ Jabar dan KH. Jujun Junaedi sebagai Ketua DKM Masjid Pusdai Jabar.
Dalam sambutannya, KDM, sapaan akrab Dedi Mulyadi menyoroti kondisi fisik lingkungan Pusdai yang dinilainya kurang terawat.
Ia menyebut adanya umbul-umbul yang tidak diganti bertahun-tahun, aspal yang rusak hingga kebersihan area yang diabaikan.
“Mengapa saya sangat peka terhadap yang seperti itu karena ini namanya Pusdai, pusat dakwah. Dari pusat dakwah kita bisa mengajarkan bagaimana cara hidup bersih,” ungkap KDM.
Menurutnya, Islam tak cukup diwujudkan hanya dalam bentuk fisik bangunan atau atribut organisasi.
Ia menekankan bahwa substansi Islam harus hadir dalam perilaku dan sistem sosial masyarakat.
“Hari ini saya tak akan lagi fokus membangun masjid yang besar karena sudah banyak. Yang harus dibangun adalah kesadaran kolektif dan perilaku sosial yang mencerminkan nilai-nilai Islam,” ujarnya.
Ia juga menyinggung fenomena penahanan ijazah oleh sekolah-sekolah yang dinilainya bertentangan dengan nilai-nilai religiusitas.
Menurutnya, keberpihakan pada kaum miskin dan yatim adalah esensi dari Islam yang sering dilupakan.
“Sebanyak 600.000 ijazah ditahan. Apakah kalau diberikan sekolah akan bangkrut? Ini soal keyakinan pada Allah. Jangan sampai kita justru membunuh masa depan anak-anak hanya karena tunggakan Rp1 juta,” katanya.
Lebih jauh KDM menyoroti kondisi sosial Jabar, yang menurutnya belum mencerminkan nilai-nilai keislaman secara utuh, meskipun simbol religiusitas tersebar luas.
“Kita mendeklarasikan diri sebagai provinsi religius, tapi lihat kenyataan di lapangan. Kawin kontrak, TKI tidak pulang bertahun-tahun, anak-anak takut pulang ke rumah karena lingkungan sosialnya rusak,” jelasnya.
KDM menegaskan pula pentingnya keikhlasan dalam menjalankan dakwah dan kepemimpinan.
Ia mencontohkan para kiai terdahulu yang membangun pesantren tanpa orientasi pada materi.
“Untuk itu apa yang hilang dari negeri ini, keikhlasan. Mimbar-mimbar, majelis-majelisnya hebat, tapi lingkungan kita rapuh,” ungkapnya.
KDM menyoroti kondisi sosial di Jawa Barat, yang menurutnya terlihat rapuh secara substansi, meski di permukaan tampak religius dan beragam.
Ia menyebut, banyak orang kaya dan banyak pula yang miskin, simbol-simbol keagamaan begitu menonjol, tapi nilai-nilai dasarnya terasa kering.
“Buktinya bisa kita lihat dari berbagai kekerasan yang terus terjadi. Geng motor tidak kunjung selesai, perkelahian antar pelajar terus berulang, dan konflik di tengah masyarakat seolah tak pernah berhenti,” ujarnya.
Sebagai Gubernur, KDM menyatakan dirinya lebih memilih menyusuri kampung-kampung untuk menyelesaikan persoalan pendidikan dan kemiskinan, dibanding menunjukkan kesalehan secara simbolik.
“Tugas pemimpin bukan menjadi ahli spiritual, tapi menyelesaikan problem sosial,” katanya. (Sendi)