Suara Indonesia News – Kabupaten Cirebon. Permasalahan yang terjadi di Desa Sigong dan saat ini sedang berjalan kasusnya di Polresta Cirebon juga diajukan ke DPRD untuk ditindaklanjuti dan direspon dengan mengundang DPP LSM KAMPAK untuk audiensi di gedung DPRD (Rabu, 13-07-2022).
Satori Ketua Umum DPP LSM KAMPAK meminta DPRD untuk menindaklanjuti sesuai fungsinya sebagai alat kontrol dan pengawasan pada kinerja eksekutif dalam hal ini dinas terkait, Kecamatan dan khususnya Desa Sigong, ternyata audiensi hanya terkesan untuk mediasi antara LSM KAMPAK dengan Pemdes Sigong yang Kuwunya susah ditemui dan Camat Lemah Abang.
Acara dihadiri anggota DPRD komisi 1, Shofwan yang lebih akrab dipanggil Opang dari Partai Gerindra dan H. Darusa dari PKB, Aditya Arif Maulana Kabid Pemdes DPMPD, Mustaqim Kasipem Kecamatan Lemah Abang mewakili Edi Prayitno Camat, juga Kuwu Desa Sigong beserta perangkatnya juga Satori Ketua Umum DPP LSM KAMPAK beserta jajarannya di ruang komisi 1 (Rabu, 13-07-2022).
Usai acara Satori mengungkapkan kekecewaannya terhadap anggota DPRD yang hadir yang tidak memberikan pandangan ataupun pengarahan pada dinas terkait atas kondisi yang terjadi hanya menerima keputusan dari DPMPD yang diwakili Aditya Kabid Pemdes, untuk permasalahan penghentian perangkat desa tanpa adanya SK pemberhentian kerja yang secara otomatis dihentikan juga penerimaan Siltap bagi perangkat desa tersebut, Aditya menginstruksikan Kuwu untuk membuat SK dan memberikan Siltap bagi perangkat desa tersebut, ada 2 perangkat yakni Ria sebagai Bendahara dan Edi Wanto sebagai salah satu Kasie Desa Sigong yang diberhentikan tanpa SK yang seharusnya masih menerima Siltap dan statusnya masih terdaftar sebagai perangkat desa.
Siltap yang diberikan pada 2 perangkat desa tersebut harus sesuai saat mereka tidak menerimanya, untuk Edi Wanto Kaur Kesra sejak September 2021 dan Ria bendahara sejak Januari 2022 hingga saat ini, yang jadi pertanyaan kemanakah Siltap yang tidak diberikan itu? Diduga dipakai Kuwu atau masih mengendap di rekening Desa, urai Satori.
Untuk permasalahan Mulyadi yang usianya melebihi persyaratan menjadi perangkat desa saat awal jaring saring tidak dilanjutkan alias gugur karena pendukung utama Kuwu maka dijadikan pegawai desa dengan dasar Surat Tugas saja, baru di tahun 2021 diangkat menjadi perangkat desa dan dibuatkan NRPD, dengan dasar ada perubahan status umur didasarkan ijazah SD sementara ijazah SMA tidak bisa menunjukkan.
Untuk soal ini menjadi tanggung jawab Pemdes dan Kecamatan sementara Adit berjanji akan mengevaluasi ulang berkasnya bilamana usia Mulyadi melebihi persyaratan yang ditetapkan maka status perangkat desa akan dicabut dan NRPD akan dihapus, ungkap Satori saat diwawancara di taman samping gedung DPRD.
Kalo Mulyadi tidak memenuhi persyaratan usia maka dia juga harus mengembalikan Siltap ke rekening Desa sejak dia ditetapkan sebagai perangkat di tahun 2021 untuk bulannya belum jelas karena tidak pernah melihat SK pengangkatannya. Dalam hal ini Pemdes dan Kecamatan bertanggung jawab atas dugaan pemalsuan identitas Mulyadi yang saat ini sedang diproses di Polresta.
“Untuk KTP asli itu tanggal lahir tercantum di angka NIK dan tadi kita melihat masih di tahun 1975, sementara yang kita laporkan di KTP tahun kelahiran tidak hanya tahun 1975 saja, ada KTP dengan tahun kelahiran 1976 dan 1978, maka pemdes dan Kecamatan harus bertahan jawab dengan fakta yang ada.”
Satori juga mengingatkan untuk penegak hukum dalam hal ini unit Tipikor Polresta Cirebon segera memproses sesuai SOP yang ada supaya masyarakat percaya terhadap penegakan hukum di negeri ini. Kesimpulan dan kesepakatan dari audiensi tersebut, DPMPD akan memeriksa kembali berkas milik Mulyadi dan bila tidak memenuhi persyaratan usia maka akan segera diberhentikan sebagai perangkat desa dan mengembalikan Siltap yang didapat, juga DPMPD dan anggota DPRD komisi 1 yang hadir meminta Kuwu untuk memberikan Siltap dari 2 perangkat desa yang sudah dipecat tanpa SK secepatnya.
“Saya berharap apa yang terjadi di Desa Sigong tidak terjadi lagi di desa lainnya dan juga pemerintah kabupaten supaya lebih tegas dalam pengawasan dan pembinaannya pada pemerintah desa karena aturan dibuat untuk ditaati bukan untuk disiasati,” pungkas Satori menutup perbincangan. (Hatta)