Suara Indonesia News – Jakarta, Sidang perkara terkait Laporan pemohon Muhamad Hajar, tentang telah terjadinya pelanggaran pemilu yaitu adanya wajib pilih yang menyalurkan hak pilihnya lebih dari satu kali di dua TPS dalam Pemilihan Umum 2019 di Kabupaten Konawe – Sulawesi Tenggara, digelar diruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Senin kemarin, 29/07-19.
Muhamad Hajar yang di temui media suara indonesia news di sebuah tempat di jakarta mengatakan, selaku pemohon ia dan rekan melaporkan perkara pemilu yang terjadi pada pemilihan umum april kemarin ke Mahkamah Konstitusi karena pada saat peristiwa pelanggaran pemilu 17 april kemarin, laporan pelanggaran pemilu yang dilaporkan kepada pihak penyelenggara pemilu baik Bawaslu dan KPU Kab.Konawe tidak mendapatkan tanggapan yang serius, selasa (30/07-19).
Kami menganggap sesuai dengan peraturan perundang – undangan pemilu, kalau ditemukan wajib pilih yang menyalurkan hak pilihnya lebih dari satu kali itu merupakan bentuk pelanggaran pemilu baik administrasi pemilu maupun pidana pemilu dan sesuai peraturan pemilu ini sangat kuat untuk dilakukan PSU.
Lanjut Muh Hajar selaku pemohon mengatakan, agenda sidang MK kemarin tanggal, 29/07-2019 adalah mendengarkan keterangan saksi. Saya selaku pemohon menghadirkan tiga orang saksi sedangkan pihak KPU Konawe menghadirkan tiga orang saksi, satu saksi hadir dipersidangan MK dan dua orang saksi didengar keterangan kesaksiannya melalui teleconferensi.
Persidangan di Mahkamah Konstitusi kita mulai kemarin tanggal, 29/07-2019 pukul 14.30 Wib dan saya semakin optimis bahwa gugatan kami akan dikabulkan oleh yang mulia majelis hakim Mahkama Konstitusi. Karena melihat materi persidangan kemarin, saksi KPU Konawe yaitu saudari Ima ketua KPPS IV desa anggopiu dan Eva anggota KPPS desa amaroa justru dalam kesaksian nya membenarkan dan mengakui bahwa orang yang saya adukan atau wajib pilih yang mencoblos dua kali memang melakukan apa yang saya sangkakan, bahkan saksi KPU mengatakan ia bersama sama masuk di ruang pencoblosan.
Saksi KPU Konawe baik Ima maupun Eva mengakui bahwa nama Jabal Nur dan Nasrudin sama sama melakukan pencoblosan di TPS IV desa Anggopiu dan di TPS IV desa Amaroa. Ini semakin meyakinkan saya bahwa pernyataan saksi KPU konawe kemarin diruang sidang sangat menguatkan akan dalil yang saya laporkan.
Karena yang bernama Nasrudin itu melakukan pencoblosan di TPS IV desa ameroro sekitar jam 9 berdasarkan DPT C6, terus melakukan pencoblosan lagi di TPS IV desa Anggopiu sekitar jam 12 siang menggunakan surat keterangan dan kartu keluarga. Sedangkan saudara Jabal Nur, sekitar jam 8 lewat mencoblos menggunakan C6 di TPS I desa ameroro setelah itu, sekitar jam 12 lewat dia melakukan pencoblosan lagi di TPS II desa amaroa kecamatan uepai.
Ini merupakan sebuah pelanggaran pemilu dan berdasarkan itu, saya laporkan ke Bawaslu konawe tanggal 23 april 2019 dan adukan juga ke panwaslu kec.uepai tanggal 24 april 2019. Dalil pelaporan saya meminta pembukaan kotak suara untuk membuktikan bahwa kedua wajib pilih mencoblos di dua TPS dan saya meminta apabila terbukti, saya meminta dilakukan PSU sesuai peraturan perundang – undangan, tapi bawaslu konawe memberikan surat pemberitahuan kepada saya bahwa ini adalah pelanggaran pidana.
Kita semua sangat memahami kalau pelanggaran pemilu itu ada dua unsur, yang pertama pelanggaran administrasi dan pidana. Kalo terjadi pelanggaran pemilu seperti ini, harusnya pelanggaran administrasi diproses dulu karena pemilu itukan ada tahapan dan jadwal, setelah selesai pelanggaran administrasi baru kita peroses pidana nya dan kesemua uraian laporan saya dan keterangan saksi ini tentunya akan menjadi pertimbangan majelis hakim. Ucap Hajar.
Ia berharap agar apapun keputusan Hakim MK nantinya, menjadi pembelajaran kita semua dalam pesta demokrasi kedepannya. ( Red.SI)