Nepotisme Dalam Persfektif Syari’ah dan Undang-Undang

Nepotisme Dalam Persfektif Syari’ah dan Undang-Undang

3,253 views
0
SHARE

Oleh: Hamma,S.Sy Praktisi Hukum/Konsultan Hukum

Suara Indonesia News, Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan dalam konteks derogatori.

Padahal Dinegara kita Indonesia ini yang menganut sistem pemerintahan yang demokratis dengan kedaulatan yang berada ditangan rakyat, masalah “Nepotisme” Ini sudah diatur kedalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Dimana menegaskan bahwa “Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara”.

Selanjutnya, Pasal 5 angka 4 menyatakan bahwa “setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme”. Adapun sanksi dari pelanggaran ketentuan Pasal 5 angka 4 tersebut diatur pada Pasal 20 ayat (2) yang berbunyi “Setiap Penyenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 atau 7 dikenakan sanksi pidana dan atau sanksi perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sanksi tersebut dipertegas dalam Pasal 22 yang berbunyi “Setiap Penyelenggara Negara atau Anggota Komisi Pemeriksa yang melakukan Nepotisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2(dua) tahun dan paling lama 12(dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000(Dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (Satu milliar rupiah).

Dalam Pandangan Islam Nepotisme Merujuk kepada  firman Allah dalam Surah An-nahl ayat 90 :

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, dan berbuat kebaikan, serta memberi bantuan kepada kaum kerabat; dan melarang daripada melakukan perbuatan-perbuatan Yang keji dan mungkar serta kezaliman. Ia mengajar kamu (dengan suruhan dan laranganNya ini), supaya kamu mengambil peringatan mematuhiNya”.

Jika kita beranggapan bahwa “kekerabatan” sebagai acuan berfikir, dalam arti jika seseorang memiliki hubungan saudara dengan pejabat yang menunjuknya maka itu merupakan nepotisme. Jika ditela’ah lagi, mungkin sikap ini tampak kurang obyektif. Hanya karena dilandaskan hubungan saudara, seseorang tidak mendapatkan sesuatu yang sebenarnya menjadi hak mereka, padahal dia memiliki kemampuan berkompeten dalam bidang itu, tentu sikap seperti ini sangat berlebihan dan bertentangan dengan Agama islam.

Jadi dalam pandangan Islam, nepotisme  sesuatu yang tercela. Dimana menempatkan keluarga yang tidak punya kemampuan atau kopetensi dalam suatu posisi karena dilandaskan oleh hubungan kekeluargaan. Atau punya kemampuan, tetapi masih ada orang yang lebih baik dan berhak untuk jabatan itu, namun yang didahulukan adalah keluarganya. Ini merupakan nepotisme yang sangat dialarang. Karena ada orang lain yang dizalimi (Haknya diambil oleh orang yang berkemampuan dibawahnya).

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY