Suara Indonesia News – Mamuju. ”Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, jika engkau berdoa kepada Allah dan Allah memberiku rezeki harta yang banyak, sungguh aku akan memberikan kepada orang yang berhak bagiannya masing-masing.”
Dan, seperti banyak dikisahkan, kalimat di atas akhirnya diingkari oleh penuturnya sendiri di saat ia memilih tinggal di sebuah lembah di pinggiran kota Madinah untuk mengurus kambing-kambingnya. Berkat doa Nabi Saw. kambing-kambing miliknya semakin bertambah banyak sehingga kota Madinah menjadi sesak dibuatnya. Kambing-kambing itu beranak pinak seperti ulat. Selain itu, kebun kurmanya juga bertambah luas, seperti api yang membakar reruputan kering.
Seorang yang didoakan Nabi Saw ini adalah sosok yang tetap taat ketika diuji oleh Allah dengan kemiskinan. Sayangnya, keberuntungan hidup dengan keserbacukupan materi telah menjulangkan egonya. Ia menjadi sombong dan diperalat hawa nafsunya sendiri. Bangunan ketaatan saat ia miskin – konon, sebegitu miskinnya, ia hanya memiliki selembar pakaian dan harus bergantian pakaian dengan istrinya – tidak dirawat dengan baik, sehingga perlahan pondasi dan bangunan ketaatan itu runtuh ditimpuk harta kekayaannya yang bertumpuk-tumpuk. Ia menolak utusan Nabi Saw. yang datang meminta kesediaannya mengeluarkan sebagian hartanya untuk membantu mereka yang kurang beruntung, seperti kondisi dirinya dahulu. Ia menolak zakat, kewajibannya sebagai seorang muslim. Ya, benar, ia adalah Tsa’labah. Sosok munafik yang hidup di masa Rasulullah Saw.
Tsa’labah sudah mati dan tidak ada seorang pun yang mewarisi pembangkangannya atas perintah Nabi Saw, menolak mengeluarkan sebagian kecil dari harta kekayaannya untuk menunaikan kewajibannya membayar zakat. Sebaliknya, yang banyak bermunculan adalah orang-orang yang dengan niat tulus melanjutkan misi profetik Rasulullah Muhammad Saw. Salah satu misi kenabian adalah menyempurnakan akhlak dan membangun manusia mulia dan bermanfaat. Misi kenabian ini kemudian terimplementasi dalam kerja-kerja lembaga seperti Lazis NU, Lazis Muhammadiyah, Yakesma, LAZ Baitul Maal Hidayatullah, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, dan lain-lain.
Lembaga-lembaga tersebut bertugas dalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Selain tentu saja memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya zakat.
Kemarin, Selasa, 22 Juni 2021, Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat Islam, Dr. H. Misbahuddin, M. Ag, bersama Kepala Seksi Pemberdayaan Zakat Wakaf, Hj. Fatmah, SE., MM, dan Kepala Seksi Urais dan Binsyar, H. Khalid Rasyid, S. Ag., M. Si, Kanwil Kemenag Sulbar, menerima salah seorang penyuluh agama Islam kecamatan Mapilli kabupaten Polewali Mandar. Banyak hal yang dibincang dalam pertemuan menjelang jam pulang kantor tersebut. Di antaranya adalah kampung zakat dan persoalan-persoalan terkait literasi zakat wakaf.
Pertemuan ini juga membicarakan mengenai rencana program yang sedang dibangun penyuluh agama kecamatan Mapilli. Desa Sadar Zakat, nama program tersebut. Untuk mewujudkan rencana mulia itu, mereka akan membentuk Relawan Zakat (REZA) di desa yang mereka bina. Para REZA tidak memungut zakat sebagaimana UPZ yang mendapat mandat dari Baznas. Tugas para REZA adalah mengedukasi masyarakat tentang zakat, mendata mustahik, memetakan potensi muzakki, dan membantu pendistribusian dana zakat dan infaq di desa tersebut.
Rencana Program Desa Sadar Zakat ini disambut dengan sangat baik Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat Islam dan didukung penuh dua kepala seksi yang hadir dalam pertemuan itu.
Sebagai bangsa yang berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, potensi zakat di Indonesia bahkan mencapai 217 triliun pertahun. Namun yang terkumpul hanya sekitar enam triliun. Ada kesenjangan antara potensi dan realita.
Mengapa kesenjangan bisa selebar itu? Apakah karena masyarakat muslim yang masuk kategori muzakki enggan membayar zakat seperti Tsa’labah? Sekali lagi, Tsa’labah yang melegenda sebagai sosok yang menolak membayar zakat sudah mati dan tidak ada yang mewarisi pembangkangannya.
Beberapa faktor ditengarai sebagai penyebabnya. Di antaranya adalah kredibilitas lembaga pengelola zakat di mata masyarakat masih rendah, sehingga mereka lebih memilih menyalurkan zakatnya langsung kepada mustahik. Faktor lain adalah masih banyak orang Islam yang tidak paham bagaimana menghitung zakat dan kepada siapa zakat mesti disalurkan.
Faktor ketidakpahaman masyarakat inilah barangkali yang menjadi pijakan para penyuluh agama kecamatan Mapilli yang bergerak pro-aktif dengan Rencana Program Desa Sadar Zakat-nya membentuk REZA yang nanti akan bertugas mengedukasi masyarakat tentang zakat. Sebuah wujud nyata gerakan literasi zakat. Sebuah upaya melanjutkan misi profetik Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tak kenal, maka tak sayang. Tak sayang, maka tak cinta. Begitu pula zakat, rasa cinta akan tumbuh berkembang kepadanya setelah mengenalinya, memahami makna, tujuan dan manfaatnya.
Semoga rencana program Desa Sadar Zakat berjalan dengan baik. InsyahAllah. (Hamma,Bimas Islam)