Suara Indonesia News – Rote Ndao. Situasi kasus korupsi Dana COVID-19 di Kejaksaan Negeri Rote Ndao semakin kompleks dengan adu tanggung jawab antara pihak Kejaksaan dan Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP). Menurut Dr. Aksi Sinurat, SH.,M.Hum Dosen Fakultas Hukum dan Program Magister Ilmu Hukum UNDANA Kupang ini.
Permasalahan ini menunjukkan kelemahan dalam penanganan kasus korupsi. Ketika dihubungi via telepon oleh awak media Selasa, 5 Desember 2023.
Menurut keterangan dari Kasi Pidsus Anton Susilo, BPKP disalahkan karena belum menyerahkan hasil perhitungan kerugian negara, meskipun surat telah dikirimkan minggu sebelum gelar perkara pada 14 November 2023.
Dr. Aksi Sinurat SH., M.Hum., Dosen Fakultas Hukum dan Program Magister Ilmu Hukum UNDANA menyoroti bahwa saling lempar tanggung jawab ini menciptakan citra buruk dan kecurigaan publik terhadap kejaksaan.
“Sangat disayangkan mereka saling menyalahkan. Ini bukan saatnya lempar tanggung jawab. Publik mencurigai kejaksaan, seharusnya mereka tidak lempar tanggung jawab jika sudah berhubungan dengan BPKP,” ungkap Dr. Aksi Singkat.
Lebih lanjut, Dr. Aksi Sinurat, menyayangkan lambatnya penanganan BPKP dalam kasus ini. Dalam dua minggu, seharusnya sudah ada hasil gelar kerugian negara.
“BPKP harusnya tidak perlambat-lambat penanganan. Waktu dua minggu cukup untuk mendapatkan hasil perhitungan,” tambahnya.
Dalam konteks hukum tata negara, Dr. Aksi Sinurat menegaskan bahwa BPK adalah lembaga yang diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945 Bab 8 Ayat 1. Tugasnya adalah memeriksa pengelolaan keuangan negara.
Dr. Aksi Sinurat SH., M.Hum menyoroti bahwa tidak ada lembaga lain yang berwenang melakukan audit keuangan selain BPK.
“Saya harap Kasi Pidsus Kejaksaan Rote, memahami perbedaan antara BPKP dan BPK. BPKP adalah lembaga auditor internal pemerintah, bisa diintervensi. BPK mandiri dan independen,” ungkap Sinurat.
Dalam pandangannya, Kejaksaan seharusnya memahami mekanisme dan standar perhitungan keuangan negara. Meskipun ada lembaga audit internal di daerah, seperti Badan Pengawasan Daerah, yang mengawasi keuangan daerah, penanganan kasus awal tetap menjadi tugas kejaksaan.
Dr. Aksi Sinurat menyoroti lambannya penetapan tersangka dalam penanganan kasus korupsi. Menurutnya, harusnya sudah ada dua alat bukti yang cukup. “Dalam menegakkan hukum, harus berproses melalui hukum materiil dan formil. Harusnya asas praduga bersalah diterapkan,” ujarnya.
Pernyataan Kasi Pidsus yang menyuruh media bertanya kepada BPK dinilai tidak tepat oleh Sinurat. “Saya sangat menyayangkan kata-kata seorang kasi pidsus seperti itu. Harusnya penyelesaian proses ini transparan dan berani menjelaskan kebenaran,” tegasnya.
Dalam mengakhiri pernyataannya, Sinurat menekankan pentingnya memahami dasar hukum, terutama Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004. Harapannya, ANTON SUSILO dapat mendapatkan pencerahan terkait dasar hukum yang mengatur BPK dan BPKP.
Reporter: Dance Henukh