Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.
Suara Indonesia News|Merupakan suatu bentuk kenormalan, ketika seseorang yang sendiri menginginkan teman membersamai ya. Sebagai fitrah selain menyendiri, memiliki rekan atau teman dalam berbagai urusan dan bersama-sama menjalani kehidupan adalah suatu keniscayaan hidup di dunia. Namun akan berbeda jika kenyataan hidup berbeda adanya, keduanya menjadi sendiri sebagai bentuk menutup diri atau kehidupan luar yang menutup untuk membersamai.
Dunia dalam pengertian tidak mau bersama adalah kenyataan, bukan lantaran pribadi yang tertutup tanpa sebab adanya, namun pemeran atau pemangkunya yang kadung mengabaikan, menolak bahkan menyerang sehingga tercipta kesendirian termaksud.
Ada banyak bentuk dari kondisi dunia seperti demikian dan dapat ditemukan sebagai fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang lebih baik dirasa jika ada temannya. Makan, kerja atau sekedar berjalan tentu lebih baik jika berteman dari pada selalu sendiri. Bersama dalam arti menerimanya dunia menjadikan seseorang tersebut ada yang menolong atau membantu berbagai urusannya serta mungkin sekedar mengobrol.
Menjadi takut dan sedih adalah natural serta di antara sebab mengapa Allah mengingatkan untuk tidak takut dan sedih, “laa takhoofu wa laa tahzanuu” kataNya. Namun di sisi lain hikmah yang dapat diambil adalah dinamika hati yang kadang dibutuhkan agar dalam kondisi lembut. Kondisi damai damai diolah ke arah positif dengan berkarya, atau mentadabburi ciptaan Allah sebagai tanda-tanda kebesaranNya, seperti hujan, petir dan matahari.
Bukan tanpa contoh, di zaman dulu masa perjuangan Nabi, sebelum dipertemukan dengan kekasih hati Ibu da Khadijah serta berteman dengan mereka yang disebut Sahabat-sahabt yang mulia kerap mengalami cobaan dalam perjuangannya dalam kondisi sendiri bahkan pada saat beliau di Gua Hiro saat pertama kali turun Wahyu (al-Qur’an).
Maka jika dunia yaitu para pemeran dan pemangkunya menutup diri, maka tidak untuk menutup diri pula agar tidak tertutup dari berbagai kebaikannya. Bersabar, berdo’a dan menjalani kehidupan dengan hati-hati adalah di antara bentuk kesyukuran akan anugerah hidup yang dikaruniakan Allah, terlebih terhadap kehidupan akhirat, maka ini merupakan kesempatan dan peluang besar untuk meraih dan meningkatkan kualitas diri untuk mempersembahkan yang terbaik, “inshaaAllah!”.
*Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera