Suaraindonesianews – Jakarta, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai, defisit sebesar Rp325,936 miliar atau 2,19 persen pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2018 menggambarkan keingan untuk menciptakan APBN yang semakin sehat. Namun fungsi stabilisasi, alokasi, dan distribusi masih bisa dijalankan penuh.
Turunnya defisit anggaran ini (dibandingkan 2,67 persen pada 2017 dan 2,49 persen pada 2016), lanjut Menkeu, juga menunjukkan upaya untuk menyelesaikan persoalan utang dan keseimbangan primer, agar tidak lagi terlalu membebani APBN.
“Dengan defisit yang lebih rendah maka concern mengenai utang bisa kami selesaikan. Memang ini tidak bisa kami rem secara mendadak. Keseimbangan primer juga masih ada, tapi kurangnya mulai separuh dibanding 2017,” kata Sri Mulyani dalam keterangan pers, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (21/8) siang.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pemerintah menargetkan pendapatan negara tahun 2018 sebesar Rp1.878.447,3 miliar, yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.609.383,3 miliar, penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp267.867,1 miliar, dan penerimaan hibah sebesar Rp1.196,9 miliar.
Adapun belanja negara tahun 2018 direncanakan sebesar Rp2.204.383,9 miliar, yang meliputi belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.443.296,4 miliar, dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp761.087,5 miliar.
Berdasarkan perkiraan kebijakan pendapatan negara dan belanja negara tersebut, maka defisit anggaran direncanakan sebesar Rp325.936,6 miliar, yang akan ditutup dengan pembiayaan anggaran yang terutama berasal dari utang, baik dalam maupun luar negeri.
Efisiensi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengemukakan, target defisit anggaran yang lebih rendah dibandingkan periode 2016 dan 2017 itu bisa memberikan pesan kepada masyarakat bahwa tren pembiayaan saat ini sudah semakin sehat.
“Ini menunjukkan kami sangat berhati-hati untuk mendesain agar Indonesia bisa terhindar dari krisis utang yang masih terjadi di banyak negara maju,” kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan, strategi pembiayaan utang pemerintah di 2018 antara lain dengan meningkatkan efisiensi biaya utang, mengoptimalkan fasilitas pinjaman tunai, mendorong peran masyarakat di pasar obligasi serta mengelola pinjaman luar negeri secara selektif.
Ia meyakinkan, bahwa Pemerintah akan berhati-hati untuk terus menjaga rasio utang pada kisaran 27 persen-29 persen terhadap PDB (Product Domestic Brutto), serta menggunakan utang tersebut hanya untuk kegiatan produktif seperti infrastruktur. (ES/SI)