Oleh: Sulthan Alfaraby (Relawan Aliansi Aceh Barat for Rohingya)
Suara Indonesia News. Pada hari Rabu, tanggal 24 Juni 2020, merupakan akhir dari kemalapetakaan bagi 94 orang penyintas etnis Rohingya yang terdiri dari 15 orang laki-laki, 49 orang perempuan dan 30 orang anak-anak. Mereka ditemukan terdampar sekitar empat mil dari pesisir Pantai Seunuddon, Kabupaten Aceh Utara. Seperti diketahui, etnis Rohingya melarikan diri dari negara Myanmar dikarenakan konflik kemanusiaan yang berkecamuk di ‘Negeri Emas’ tersebut. Masyarakat Aceh yang merasa iba melihat kondisi etnis tersebut yang mengapung di laut, segera meminta agar mereka diselamatkan bahkan ada yang berkata; “Kami yang beri makan mereka!”.
Melihat kondisi sosial masyarakat Aceh yang gemar tolong menolong, maka tak heran jika mereka begitu menyambut baik kedatangan etnis Rohingya tersebut yang sempat ditolak oleh dunia internasional dikarenakan berbagai faktor, Covid-19 salah satunya. Namun, bukan berarti masyarakat Aceh mengabaikan pandemi ini, melainkan karena bermaksud untuk mengutamakan jiwa kemanusiaan. Apalagi mereka juga saudara seagama. Seperti diberitakan oleh berbagai media, pada hari Jumat (26/06/2020) 94 Muslim etnis Rohingya yang terdampar di Kabupaten Aceh Utara telah menjalani rapid test Covid-19. Hasil akhir rapid test juga telah dikabarkan bahwa sekumpulan etnis Rohingya tersebut negatif Covid-19.
Mendengar kabar baik tersebut, sontak membuat seluruh masyarakat dari seluruh penjuru Aceh ikut membantu menyumbangkan bantuan, seperti uang tunai dan juga barang layak pakai untuk etnis Rohingya tersebut. Aliansi relawan pun berhamburan turun ke jalanan, ada yang mengatasnamakan mahasiswa dan juga pemuda bahkan masyarakat umum. Semua itu dilakukan semata-mata sebagai aksi solidaritas yang tergambarkan melalui kardus-kardus bekas yang mereka tenteng di jalan-jalan raya. Dengan harapan, semoga kardus kosong tersebut segera penuh dengan lembaran Rupiah agar bisa disumbangkan untuk saudara kita.
Berbicara soal ‘Kardus Kosong’ Penulis sebenarnya sangat senang terkait aksi mulia yang sering relawan lakukan untuk membantu orang yang kesusahan, untuk membantu korban tragedi konflik kemanusiaan Rohingya misalnya. Di balik makna ‘Kardus Kosong’, tersimpan sejuta air mata dan keringat serta semangat demi mencari Rupiah-rupiah yang ‘Tercecer’ di jalan raya. Perlahan-lahan para relawan berjalan di pinggiran trotoar, bahkan terkadang berlari di bawah terik matahari yang panas untuk menghindari arus jalanan yang padat akan lalu lintas. Nyawa pun menjadi taruhannya dalam aksi yang penuh kemuliaan ini. Terkadang, cacian juga sering mereka dapatkan ketika menggalang bantuan kebaikan ini.
Demi apa? semua ini adalah demi mengisi kekosongan kardus tersebut! dan pastinya teman-teman relawan akan sangat bangga dan merasa terpuaskan nafsunya secara bathin, apabila kardus tersebut terisi penuh dengan Rupiah yang digalang oleh para dermawan untuk membantu orang yang kesusahan. Teruslah berbuat baik teman-teman, meskipun tanpa upah, tanpa penghargaan dan dicaci merupakan hal yang biasa terjadi jika kita ingin berbuat kebaikan. Namun, semangat dan keikhlasan kita tak akan mampu membuat kita kecewa, karena senyuman mereka yang membutuhkan bantuan merupakan energi baru bagi kita untuk terus bergerak dalam kebaikan. Akhir tulisan ini, Penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman relawan agar senantiasa semangat dan proaktif untuk menciptakan perubahan. Jika bukan kita, siapa lagi? jika bukan sekarang, kapan lagi?.