Suara Indonesia News – Jakarta. Kondisi pasca konflik antara Kariu dengan masyarakat Adat Pelauw/Ory di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, memasuki babak baru, setelah Negeri Booi, Aboru, Kariu dan Hualoy (BAKH) membangun koalisi berdasarkan ikatan gandong dan berunjuk rasa di Ambon.
Hal ini mendapat perhatian dan disikapi serius oleh Pela-Gandong Tuhaha Beinusa Amalatu, Titawaai Lesinusa Bersama Hatuhaha Amarima menyampaikan pernyataan sikap mereka.
Empat potongan video pernyataan sikap yang diterima redaksi media ini Rabu (9/2/2022) ini, menyebutkan, bahwa pernyataan sikap dibuat bersama Pela-Gandong Tuhaha Beinusa Amalatu, Titawaai Lesinusa dengan keluarga besar Hatuhaha Amarima: Hulaliu, Kailolo, Kabau, Rohomoni, Pelauw dan Dusun Ory.
Mereka merasa perlu menyampaikan pernyataan sikap bersama yang dituangkan dalam 11 poin tuntutan, antara lain:
Pertama, mereka merasa prihatin atas konflik yang terjadi antara masyarakat adat Negeri Pelauw/Ory dengan warga Kariu di Pulau Haruku, yang menyebabkan tiga korban jiwa dan empat menderita luka. Satu diantaranya anggota Polsek Pulau Haruku.
Kedua, mereka menyampaikan rasa duka yang mendalam atas korban jiwa dari basudara Pelauw Matasiri.
Ketiga, mereka menegaskan kembali bahwa konflik yang terjadi bukanlah konflik SARA, melainkan konflik Hak Ulayat antara masyarakat adat Negeri Pelauw/Ory dengan masyarakat Kariu.
Keempat, mereka juga meminta aparat keamanan segera mengambil langkah tegas terhadap pelaku penembakan warga Negeri Pelauw.
Kelima, mereka meminta Polda Maluku segera mengungkap dan memproses secara hukum oknum anggota Polsek Pulau Haruku yang diduga bernama Steffi Leatomu, karena menjadi biang kerok terjadinya konflik.
Keenam, mereka meminta Polda Maluku segera menangkap orator demo dalam aksi yang mengatasnamakan BAKH, dengan orator bernama Komarudin Tubaka, yang dilakukan di Kota Ambon pada 9 Februari 2022. Mereka nilai konten yang disampaikan bisa berpotensi menimbulkan konflik karena pernyataan-pernyataannya provokatif dan mengandung ujaran kebencian.
Ketujuh, mereka mendukung penuh masyarakat adat Negeri Pelauw Matasiri untuk mempertahankan petuanan hak ulayat dari upaya pencaplokan dari Kariu.
Kedelapan, mereka menuntut tegas tindakan penebangan, meminta aparat kepolisian untuk memproses secara hukum pelaku penebangan pohon-pohon cengkeh milik warga Negeri Pelauw.
Kesepuluh, mereka mengatakan bahwa sejatinya Ikatan Keluarga Besar Hatuhaha bersama Pela-Gandong Tuhaha Beinusa Amalatu, Titawaai Lesinusa akan selalu berdiri bersama basudara Pelauw Matasiri, dalam menyampaikan kebenaran dan memperjuangkan haknya.
Kesebelas, mereka selaku Ikatan Keluarga Besar Hatuhaha bersama Pela-Gandong Tuhaha Beinusa Amalatu, Titawaai Lesinusa berkomitmen untuk menjaga keamanan dan kedamaian di Pulau Haruku, maupun Maluku secara umum.
Pernyataan sikap bersama, ini mereka harapkan, bisa mendapat perhatian serius dari pemerintah, terutama aparat kepolisian.
Pernyataan disampaikan di Jakarta, Rabu (9/2/2022) dan ditandatangani secara bersama oleh: Ketua Umum Presidium Ikatan Keluarga Besar Hatuhaha (IKBH) A. Latief Marasabessy. Selain itu, Ketua Presidium IKBH Pelauw Syahrudin Latuconsina, Pengurus Presidium IKBH Kabauw Rusdi Karepesina, Ketua Presidium IKBH Rohomoni Habib Amin Sangadji, Ketua Presidium IKBH Hulaliu Hendri Noya.
Juga turut pula hadir dan menandatangani Ketua Umum Ikama Ory Jaya Oni Tuanaya, Sekjen Ikatan Keluarga Besar (IKB) Kailolo Ruslan Marasabessy, Ketua Pemuda Tuhaha Beinusa Amalatu Jeremias Kayadoe, dan Ketua Pemuda Titawaai Lesinusa Amalatu Yongki Tahalele. Turut pula lebih dari 200 pemuda dari persekutuan adat itu yang berdomisili di Jabodetabek.
Editor: RB. Syafrudin Budiman SIP