Pengamat Hukum: Karya OTT Unit Tipikor Polres Mabar untuk Kasus Kades Golo...

Pengamat Hukum: Karya OTT Unit Tipikor Polres Mabar untuk Kasus Kades Golo Bilas, Ada Peluang Kandas di Kejaksaan dan Hakim

91 views
0
SHARE
Istimewa

LABUAN BAJO, SUARA INDONESIA NEWS |  Kasus OTT kepala Desa Golo Bilas, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Ahmad Radit masih tetap bergulir dalam proses pengadilan sampai hari ini. Padahal kejadian OTT 4 Juli 2023 lalu, yang dilakukan unit Tipikor Polres Manggarai Barat ditetapkan jadi tersangka sejak 26 Juli 2023.

Namun tersangka sampai saat ini tidak pernah ditahan. Ada apa gerangan? Kades Golo Bilas yang baru dilantik 29 Desember 2022 ini bisa diancam 20 tahun penjara dan denda Rp 1 milyar.

Kemudian dalam minggu terakhir sedang terjadi proses peradilan di PN Labuan Bajo, yaitu dilakukan sidang pra-peradilan. Hal ini diartikan, Kades Golo Bilas tersebut dimungkinkan bisa bebas dari jeratan hukum tindak pidana korupsi.

Fauzi, S.H., M.H., Praktisi hukum di Jakarta, yang juga Sekjen Presidium Pusat Pusat Barisan Pembaharuan (PP-BP), saat diwawancarai Kamis pagi (8/8/25) terhadap adanya sidang pra-peradilan ini, menilai obyek OTT itu, sudah hampir pasti informasinya diperoleh langsung dari rakyat di Desa Golo Bilas yang mengalaminya.

Kata dia, dipastikan warga yang menjadi korban bukan hanya satu orang saja. Dimana dalam ruang publik, ada yang disebut rahasia umum. Sehingga rahasia umum ini meresahkan rakyat sedesa.

“Rakyat yang bersentuhan langsung dengan pemerintahan desa tentu tidak keliru melihat adanya pungli seperti itu. Sekarang rakyat menunggu, apakah aparat di lembaga peradilan bertindak tegas atau tidak,” ucap Fauzi.

Menurutnya, apakah Polres di Labuan Bajo yang bertindak cepat mengatasi keresahan rakyat bawah ini dapat ditindaklanjuti oleh semangat serupa oleh kejaksaan dan hakim yang mengetok palu. Bahwa itu sebuah kejahatan korupsi? Sesungguhnya publik menantikan itu, bukan sebaliknya.

“Hidup ini akan damai bila benar, oleh karena itu carilah dahulu kebenaran?Maka semuanya akan diberikan kepadamu (Veritatem primum quaere, tum omnia tibi dabuntur, bhs Latin),” kata Fauzi mengutip ungkapan kalimat hukum.

Dugaan Mafia peradilan di Kasus OTT Kades di Labuan Bajo

Seperti diketahui, menurut Fauzi, mafia peradilan itu dilakoni oleh para penegak hukum sendiri. Mulai dari pengacara, polisi, jaksa dan hakim.

Kondisi ancaman hukuman besar dan denda besar menjadi obyek yang perlu dimainkan. Dan untuk kasus OTT Kades di Labuan Bajo itu, yang walau hanya korupsi OTT Rp. 3,5 juta, tapi ancaman hukumannya 20 tahun dan denda Rp. 1 milyar, Maka itulah barang yang lebih menarik bagi para mafioso peradilan.

“Kok bisa akan ada kemungkinan tersangka lepas dari hukuman dengan adanya pra-peradilan? Oleh karena itu, Polres di Labuan Bajo yang giat memberantas korupsi malah kandas di ruang sidang hakim. Maka dari itu, oknum di lembaga Kejari dan oknum hakim yang menangani kasus ini sangat patut dicurigai,” lanjut Fauzi.

“Logika kita pada kasus ini muncul otomatis dan bukan karangan semata, hal ini terlihat dari alur perjalanan waktu. Ibarat berkendaraan di jalan tol dimana harus ngegas tinggi, seperti yang sudah dilakukan unit tipikor Polres di Labuan Bajo. Eh malah ngerem ke pinggir untuk jeda sebentar di Kejaksaan dan PN Labuan Bajo,” sambung Fauzi.

Apalagi kata dia, bukan hanya jeda untuk melanjutkan proses, tapi juga ada kemungkinan bisa stop. Perbuatan ini siapa lagi kalau bukan pemegang setir di tahap itu, yaitu mereka yang memiliki kekuasaan.

“Oleh karena itu patut diduga kuat adanya pertemuan khusus antara oknum Kejari Labuan Bajo dengan Hakim PN Labuan bajo, yang menyidangkan pra-peradilan perkara ini. Bukan saja pra-peradilan, seumpama tidak dikabulkan di jeda itu, tapi juga di sidang reguler. Dimana diduga akan ada deal-deal pengurangan hukuman dan denda,” beber Fauzi.

Melihat kasus ini, terasa jarak antara rakyat yang dilayani dengan pejabat pemerintahan, dalam hal ini Pemerintahan Desa sangat dekat. Rakyat langsung mengalaminya. Tapi justru rakyat yang membutuhkan pelayanan diperas atau dipungli.

“Padahal dalam sistem pemerintahan, rakyat harus dilayani. Kenyamanan dan keselamatan rakyat adalah yang tertinggi dan yang harus diutamakan (Salus populi suprema lex esto). Organisasi kejahatan mafia peradilan yang melukai rasa keadilan yang berada dalam masyarakat itu sendiri,” jelasnya.

Selanjutnya Sekjen organisasi Presidium Pusat Barisan Pembaharuan itu mengutip Jurnal Media Hukum Universitas Indonesia tahun 2000 yang menulis sebagai berikut:

“Mafia peradilan merupakan cap buruk yang melekat pada budaya kerja aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, penasehat hukum, serta petugas permasyarakatan) yang mengesampingkan tata cara penegakan hukum secara benar serta melakukan perbuatan-perbuatan yang memperjualbelikan keadilan. Walaupun belum merupakan jaringan terorganisasi dan dan memiliki aturan-aturan yang mengikat pelaku mafia sebagai sebuah organisasi kejahatan telah nyata terlihat. Apabila tidak ditanggulangi secara serius, maka mafia peradilan akan menjadi organisasi kejahatan yang menguasai lembaga peradilan yang bertugas memerangi kejahatan”.

Lanjutnya, melihat kasus OTT ini di Labuan Bajo, terlihat Polres telah melakukan tugasnya dengan baik, menetapkannya jadi tersangka. Namun dengan sidang pra-peradilan, sosok tersangka bisa saja lepas bebas di tangan Jaksa dan Hakim.

“Untuk itu publik di Labuan Bajo, khususnya rakyat di Desa Golo Bilas harus ikut mengawasi proses Pra-peradilan ini. Kayaknya masyarakat Desa Golo Libas tidak bisa bertepuk tangan, apabila tersangka pengli tersebut bebas. Bukan saja rakyat di Desa Golo Libas yang biasa kecewa, tapi juga publik se-Indonesia,” tutup Fauzi. (GD)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY