Suara Indonesia News – Jakarta, Semua orang mempunyai hak yang sama untuk melakukan apapun termasuk dalam kegiatan dan proses politik, mau jadi kepala daerah, legislatif, yudikatif, apapun termasuk memilih dan menjadi presiden. Kalau misalnya ada ASN yang berpolitik praktis pun ada sangsinya, soal money politic seharusnya penyelenggara pemilu dapat lebih tegas soal itu. Bahkan Bawaslu mempunyai hak melakukan penyelidikan atau penindakan. Intinya harus ada kesamaan pandangan agar sistem demokrasi berjalan fair dan berkualitas.
Adapun kekhawatiran terjadinya OLPol di Partai Golkar, saya pikir itu juga berlebihan. Yang utama sistemnya harus terbuka, sehingga siapapun bisa ikut dalam proses demokrasi dan proses politik dimana pun tempatnya”, demikian Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menanggapi pertanyaan maraknya kekhawatiran Oligarki Politik (OLPOl) dimasa presiden Jokowi
“Kita juga prihatin dengan maraknya nada miring mengenai 7 stafsus presiden Jokowi dari kalangan millenial, dicari-cari alasan untuk menolak dan mempergunjingkannya, yang kemudian mengarah terjadinya OLPol karena diantara mereka keterkaitan orang orang dekat istana. Lalu dimana masalahnya?, bukankah mereka semua mempunyai kredibilitas lebih dalam bidang bidangnya. Tentunya itu sudah melalui tahapan yang panjang hingga kemudian mereka terpilih untuk membantu presiden. Ini membuat repot sendiri, lalu karena tahapan seleksi CPNS nya baik kemudian orang itu ditempatkan dalam posisi tertentu yang kebetulan ‘dekat dan mempunyai kekerabatan dengan kepala daerahnya itu juga salah. Termasuk dalam kepengurusan parpol, apakah ini pun salah?”, kata tokoh muda yang disukai insan pers dan kaum millenial ini balik bertanya.
Dalam acara diskusi politik di hotel Ibis, Jakarta Pusat (8/12-19) lalu. Hal ini menjadi serius saat Penulis menyampaikan kepada para narasumber dan audience bahwa 5 tahun belakangan ini banyak orang seolah menderita Paranoid tentang Oligarki Politik (OLPol), seolah haram namun dinikmati. Paranoid OLPol, dibeberapa daerah terjadi OLPol namun kesejahtraan masyarakatnya masuk katagori aman dan nyaman. Juga dibeberapa pemerintah pusat, kementerian hingga partai politik. Semua menikmati, tidak masalah, lalu kenapa harus paranoid?. Penulis menganalogkan kebiasaan ibunda yang suka melarang penulis melalui gang rumah tertentu dengan berbagai alasan, saat dewasa penulis paham bahwa di gang rumah itu ada rumah mantan pacar ayahanda. Semua menikmati, dan semua baik baik saja. Kekhawatiran berlebihan terhadap OLPol itu akan mempersempit akal sehat, apalagi jika dilandasi ‘sentimen politik.
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengungkapkan, dirinya tidak menafikan paranoid OLPol itu, bahkan kedepan partainya akan memperioritaskan kader maju pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. “Kami mendorong untuk memperioritaskan kader internal partai dalam Pilkada 2020, dan dijamin tanpa mahar. Jadi kalau kemudian mereka terlilih apa ini juga karena OLPol?,” ucap Ace.
Menurut Ace, hal itu dilakukan agar proses rekrutmen kader Golkar berlajan dengan baik. Dengan demikian, kader yang lahir dari proses Pilkada mampu mewarnai Pemilu dimasa yang akan datang, kata Wakil Ketua Komisi VIII DPRRI ini.
Kemudian Ace menambahkan, hasil Musyawarah Nasional (Munas) X Golkar di Jakarta beberapa waktu lalu, menyepakati Airlangga Hartarto menjadi Ketum kembali, ini hasil musyawarah politik dan tanpa mahar dan jauh dari OLPol. (Pprief/Rahma)