Aturan Poligami Menurut Udang-undang

Aturan Poligami Menurut Udang-undang

184 views
0
SHARE

Oleh : Hamma, S. Sy  (Pengacara /Advokat /Konsultan Hukum)

 Suara Indonesia News. UU Perkawinan No 1/1974 menganut asas monogami. Hal itu tertuang dalam Pasal 3 Ayat (1) UU Perkawinan. Bunyi Pasal 3 Ayat (1) adalah sebagai berikut:

Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.

Namun, dalam undang-undang diberikan pengecualian bagi laki-laki yang ingin beristri lebih dari satu. Syaratnya, suami harus mendapatkan izin dari pihak yang bersangkutan untuk kemudian diputuskan dalam pengadilan. Ketentuan itu itu diatur dalam Pasal 3 Ayat (2). Bunyi Pasal 3 Ayat (2) adalah sebagai berikut:

Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Selanjutnya, suami harus mengajukan permohonan ke pengadilan di daerah tempat tinggal untuk menikah lagi. Namun, pengadilan hanya dapat mengabulkan permohonan jika memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (2).

Dalam Pasal 4 Ayat (2), setidak-tidaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi pemohon. Pengadilan hanya memberikan izin kepada suami untuk beristri lebih dari satu jika istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Selain itu, juga ada ketentuan lain yang harus dipenuhi pemohon atau suami yang ingin beristri lebih dari satu. Hal itu diatur dalam Pasal 5 Ayat (1).

Suami harus mendapatkan persetujuan dari istri atau para istri, dapat memberikan kepastian mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak, dan dapat menjamin berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak.

Selanjutnya, dalam Pasal 5 Ayat (2), disebutkan persetujuan istri atau para istri tidak diperlukan jika istri atau para istri tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya dua tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY