Suara Indonesia News – Kota Cirebon. Wafatnya Sultan Arief Natadiningrat Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan tidak saja meninggalkan kenangan bagi warga Cirebon tapi juga membuka tabir keberadaan trah atau silsilah Sultan Arief yang tidak berkaitan langsung alias bukan keturunan langsung dari Syekh Syarif Hidayatullah yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati.
Terbukanya tabir tersebut terjadi atas kekisruhan perihal siapa yang berhak menduduki tahta kesultanan pengganti Sultan Arief yang meninggal karena sakit kanker usus di salah satu Rumahsakit di Bandung.
Perkubuan dari dalam kraton ada kubu R. Raharjo yang pernah menyegel pintu kraton dan mengaku dirinya berhak untuk tahta kraton karena merupakan keturunan ketiga dari Sultan Sepuh XI, juga dari dalam keraton PRA. Lukman Zulkaedin putera kedua Sultan Arief. Juga ada dari luar Pangeran Kuda Putih yang mengaku keturunan langsung dari Sultan Matangaji.
Melihat kondisi yang ada, Kerabat famili Kesultanan Cirebon yang terdiri dari Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, Kraton Kaprabonan dan dari famili di Desa Mertasinga berkumpul di Astana Gunung Jati untuk membuka tabir yang sesungguhnya terjadi di Keraton Kasepuhan dengan jurubicara E. H. Tommy Iplaludin Dendabrata, SPd., MM., (Selasa, 25 juli 2020).
Media mendatangi kediaman E. Tommy untuk penjelasan lebih lanjut situasi yang terjadi di Keraton Kasepuhan. Dalam suasana santai E. Tommy menerima media (sabtu, 29 agustus 2020) dan menjelaskan pembacaan sejarah saat acara di Astana Gunung Jati yang dilakukan oleh kerabat famili Kesultanan Cirebon hanya ingin meluruskan sejarah yang ada di Keraton Kasepuhan dan membuka wacana masyarakat kondisi yang ada, kalau Sultan Kasepuhan sudah bukan keturunan langsung dari Syekh Syarif Hidayatullah yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Hal itu terputus saat tragedi Sultan Matangaji.
H.Tommy tidak berkenan menjelaskan lebih lanjut tragedi yang terjadi, yang jelas Sultan Sepuh VI dan seterusnya bukan keturunan langsung, “yang berhak menjelaskan silsilah itu bukan saya tapi ada Opang DR Filologi yang mendalami kondisi Kesultanan Cirebon. ”
Lebih lanjut E. Tommy menegaskan dirinya dan kerabat Kesultanan yang hadir saat itu tidak ikut campur dengan pengganti dari Sultan Arief, hanya ingin membuka kondisi yang ada. Ketika ditanya kenapa tidak dibuka saat Sultan Sepuh XIII ayahanda Sultan Arief wafat? E. Tommy menjelaskan watak dan sifat Sultan sepuh saat itu yang bisa menghormati dan mengayomi famili keraton, yang menimbulkan rasa enggan untuk mengungkap kondisi yang ada. (Hatta)