Suara Indonesia News – Pekanbaru, Masyarakat tolak eksekusi putusan Mahkamah Agung atas lahan yang di klaim jadi milik PT Peputra Supra Jaya (PT PSJ) di Desa Gondai, Langgam, Pelalawan, Riau, berujung bentrokan dan ricuh.
Menghalang – halangi eksekusi sebuah putusan peradilan yang sudah bersifat inkrah, itu hukumnya bisa dipidana. Hal ini disampaikan oleh Dosen Fakultas Hukum Universitas Riau, Erdiansyah, pada awak Media suaraindonesianews.com, pada 5 Februari 2020 yang lalu.
“Masyarakat harus hargai putusan peradilan, apalagi Mahkamah Agung yang sudah bersifat inkrah. Jangan halang-halangi proses hukum, eksekusi. Jika dilakukan itu (menghambat), maka masyarakat bisa dipidana,” ungkapnya.
Erdiansyah mengatakan, langkah hukum dilakukan PT PSJ berupa Peninjauan Kembali (PK), tak menghalangi eksekusi oleh aparat Kepolisian berdasarkan perintah Mahkamah Agung.
Terkait dengan nasib masyarakat yang tergabung dalam Koperasi Unit Desa (KUD) dalam pola KKPA dengan perusahaan, Erdiansyah menjelaskan, semuanya harus menghormati putusan peradilan.
“KKPA berlindung di masyarakat. Padahal mereka tak miliki izin, lalu masuk kawasan Hutan. Masyarakat juga tak berhak, tak pernah ada, karena kawasan hutan jadi kebun sawit,” jelasnya.
Erdiansyah menjelaskan, eksekusi lahan seluas 3.323 Hektare dilakukan di dalam kawasan hutan negara.
Pelaksanaan dari eksekusi ini mengacu pada putusan Mahkamah Agung Nomor: 1087 K/Pid.Sus.LH/2018. Hingga kini, lebih dari 2.000 hektare lahan sawit perusahaan telah dieksekusi dengan pengawalan polisi.
“Itu kawasan hutan. Eksekusi tetap dilakukan, dikembalikan keadaan semula. Masyarakat, perusahaan dan pihak-pihak bersengketa yang bersalah juga tak berhak. Sehingga dianggap tak pernah ada, terkecuali ada izin diberikan negara di atasnya, ungkap Erdiansyah. (Mus)