Suara Indonesia News – Jakarta. Gus Din sapaan akrab dari RB. Syafrudin Budiman SIP seorang Intelektual Muda Muslim mengatakan, makna Idul Adha 1440 Hijriah adalah pengorbanan kepada sesama umat manusia. Apalagi saat ini saudara kita sesama muslim maupun non muslim mengalami dapat pandemi covid 19.
Diantara saudara-saudara kita se-bangsa dan se-tanah air, bahkan se-dunia merasakan akibatnya. Mulai dari tidak boleh beraktifitas terlalu banyak diluar rumah, ekonomi melemah, PHK dimana-mana, sekolah ditutup dan bahkan beribadahpun dibatasi.
Tentu kata Gus Din bagi yang berkecukupan tidak ada masalah. Tapi bagi orang yang hidupnya yang pas-pasan dan menengah ke bawah pasti merasakan akibat dampak covid 19.
“Karena itulah momentum Idul Adha 1441 Hijriah bisa dijadikan alat perekat kebersamaan dan berbagi antar sesama umat manusia. Setiap insan manusia harus memiliki rasa kepedulian akan sesama dalam bentuk gotong-royong, saling membantu dan saling tolong menolong,” kata Gus Din dalam pesannya, Sabtu (01/08/2020).
Menurutnya, apalah arti sebuah kemapanan, kesuksesan dan kebahagian tanpa ada rasa peduli antar sesama insan manusia. Yang kaya harus berbagi kepada yang miskin atau yang tidak mampu, yang pintar berbagi ilmu agar ilmunya bermanfaat dan yang sudah bahagia menebar kebahagiaannya kepada lainnya.
“Pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS menjadi cerminan bahwa, semua manusia kembali pada Allah SWT. Semua yang melekat dalam diri kita hanyalah titipan sementara dan kita akan kembali kepada sang khalid saat ajal tiba,” ujar Gus Din yang juga Ketua Umum Presidium Pusat Barisan Pembaharuan (PP BP).
Katanya, semua amal dan jariyah kita akan menjadi bekal kita di akhirat nantinya. Oleh karena itu diperintahkan bagi yang mampu untuk berkurban, baik onta, sapi atau kambing agar kebahagian yang sudah diraih bisa dirasakan banyak orang.
“Dalam pandangan Islam, Idul Adha pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah juga dikenal dengan sebuatan “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin yang sedang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram,” terangnya.
Cicit dari KH. Hasan Bisri/Hasan Gipo pendiri dan Ketua Tanfidziah Nahdlatul Ulama (NU) pertama ini, menjelaskan bahwa, hal itu melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan.
“Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah,” urai Gus Din Bakal Calon Walikota Surabaya 2020-2025 ini.
Disamping itu kata aktivis muda ini, Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga dinamakan “Idul Qurban”, karena pada hari itu Allah memberi kesempatan kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi umat muslim yang belum mampu mengerjakan perjalanan haji. Maka ia diberi kesempatan untuk berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan qurban sebagai simbol ketakwaan dan kecintaan kita kepada Allah SWT.
Selanjutnya kata Gus Din menuturkan, Jika kita menengok sisi historis dari perayaan Idul Adha ini, maka pikiran kita akan teringat kisah teladan Nabi Ibrahim, yaitu ketika Beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusui.
Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina.
“Tapi baik Nabi Ibrahim, maupin istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal. Ini yang harus menjadi tauladan kita untuk siap berkorban untuk sesama,” tutur pria yang pernah menjadi Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) periode 2006-2008 ini.
Kata Gus Din, karena pentingnya peristiwa tersebut. Allah mengabadikannya dalam Al-Qur’an (QS Ibrahim 37).
رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Artinya, Ya Tuhan kami sesunggunnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di suatu lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahmu (Baitullah) yang dimuliakan. Ya Tuhan kami (sedemikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah gati sebagia manusia cenderung kepada mereka dan berizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.
Terakhir kata Santri Kota ini, sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak biasa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali.
“Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan. Inilah kebesaran Allah SWT kepada ummatnya apabila berserah diri dan siap berkorban untuk sesama insan, terutama di tengah pandemi covid 19,” pungkas Gus Din. (GD)