Suara Indonesia News –Jakarta. Sidang lanjutan dengan terdakwa Direktur PT Hasdi Mustika Utama, Hasim Sukamto masih terus bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Pada sidang pembacaan replik dari Jaksa Penuntut Umum (2/9/2020 kemarin), terdakwa Hasim Sukamto tetap dituntut selama 2 tahun penjara oleh JPU Erma Octora, SH,MH.
JPU berpendapat, terdakwa Hasim Sukamto telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diuraikan dalam surat tuntutan sebelumnya.
“Analisa yuridis yang disampaikan Penasehat Hukum terdakwa hanya berdasarkan asumsi sendiri untuk kepentingan pembelaan terhadap terdakwa dan hal tersebut berbeda dengan fakta persidangan,” ungkap Erma. (04/09-20)
Perkara nomor: 359/Pid.B/2020/PN Jkt.Utr menjadikan Direktur PT Hasdi Mustika Utama, Hasim Sukamto duduk di kursi pesakitan lantaran diduga telah memalsukan tandatangan dan cap jempol saksi yang nota bene adalah istrinya, Melliana Susilo, untuk kepentingan mencairkan kredit di Bank CIMB Niaga senilai Rp 23 Milyar.
Dalam repliknya, JPU membantah pembelaan penasehat hukum terdakwa yang menyebutkan perbuatan terdakwa tidak didasari oleh niat jahat atau mens rea pada saat membubuhkan cap jari dikolom nama saksi Melliana Susilo. Sebab menurut JPU sebelumnya saksi Melliana menolak menandatangani dan memberikan cap jempol pada dokumen SKMHT sebagai persyaratan pencairan kredit, namun kemudian tanpa sepengetahuan saksi, terdakwa membubuhkan cap jempol, lalu mengatakan kepada Notaris PPAT bahwa dokumen tersebut ditandatangan dan cap jempol sendiri oleh istrinya.
“Karena berdasarkan keterangan saksi notaris menyebutkan SKMHT yang sudah ditandatangani dan sudah dicap jempol oleh Melliana Susilo tersebut diserahkan oleh terdakwa kepada Notaris, sehingga diperoleh fakta bahwa Terdakwa telah memasukan keterangan tidak benar dalam akta otentik,” urai JPU.
JPU juga membeberkan fakta tentang keterangan Notaris yang menyebutkan surat kuasa membebankan hak tanggungan merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam hal take over kredit dari Bank Commenwelth ke bank CIMB NIAGA, sehingga cap jari yang ada di SKMHT tersebut tidak dapat dikatakan sebagai syarat pelengkap, karena kalau tidak ada SKMHT maka akta tersebut menjadi akta di bawah tangan.
Untuk itu JPU berpendapat, perbuatan Terdakwa tersebut dapat merugikan pihak Bank CIMB NIAGA termasuk saksi Melliana Susilo jika timbul permasalahan karena aset yang dijaminkan tersebut merupakan harta keluarga dan bukan seluruhnya milik terdakwa.
JPU juga meminta majelis hakim menolak pembelaan yang diajukan oleh pihak penasehat hukum terdakwa Hasim Sukamto dan mengabulkan tuntutan pidana sebagaimana telah JPU bacakan pada persidangan sebelumnya.
Menanggapi replik dari JPU tersebut, pihak penasehat hukum Terdakwa menyatakan hanya akan menjawab secara lisan saja dan dengan singkat mengatakan; “Oleh karena tanggapan penuntut umum tadi repliknya tetap kepada tuntutannya kami juga akan tetap pada pledoi kami yang Mulia.” Ujar Teddi Adransyah, SH.,MH.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Djoeyamto Hadi Sasmito,SH,MH., dan didampingi hakim anggota Taufan Mandala Putra, SH., MHum dan Agus Darwanta, SH menyatakan sidang ditunda dua pekan mendatang yakni Rabu, 16 September 2020 dengan agenda putusan.
Usai persidangan, pengacara Ranto P. Simanjuntak, SH., MH selaku penasehat hukum Melliana Susilo mengatakan, pihaknya berharap Majelis Hakim menjatuhkan vonis maksimal, karena tuntutan JPU 2 tahun penjara terlalu rendah bagi Terdakwa Hasim Sukamto, dimana sanksi hukum Pasal 266 KUHP itu 7 tahun, oleh karena itu saya berharap majelis hakim melakukan ultra petita karena terdakwa tetap tidak mau mengakui perbuatannya serta tidak ada itikad baik untuk meminta maaf atas perbuatannya meskipun fakta-fakta hukum selama persidangan telah terungkap, yaitu keterangan para saksi yang saling bersesuaian dengan alat bukti yang telah menunjukkan bahwa terdakwa Hasim Sukamto terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam diatur dalam pasal 266 ayat (1) ke-1 KUHP, “Terlebih terdakwa diduga akan mengulangi perbuatannya, karena ada laporan polisi atau LP baru yang dilaporkan sejak 02 Oktober 2019 lalu.” ungkap Ranto.
Ranto juga menduga pemalsuan tandatangan dan sidik jari itu adalah satu paket, tapi terdakwa tidak mau mengakuinya. Padahal menurutnya, sudah jelas orang yang paling berkepentingan dalam proses pencairan kredit di Bank CIMB Niaga senilai Rp 23 Milyar adalah terdakwa Hasim Sukamto. Terlebih, dalam sidang terungkap sidik jari hasil labkrim menunjukan sidik jari terdakwa yang berada di atas surat yang dipalsukan.
Ranto juga menyebut argumentasi pledoi yang disampaikan tim penasehat hukum terdakwa juga ngawur dan sembarangan dimana sempat dibacakan tentang ada biaya operasi plastik untuk Melliana hingga sejumlah Rp 500 juta, lalu mengatakan pihak Bank CIMB Niaga tidak dirugikan.
“Faktanya didalam persidangan tidak ada alat bukti pembayaran ataupun bukti kwitansi biaya operasi plastik untuk Melliana, serta faktanya Melliana telah melakukan gugatan terhadap bank CIMB NIAGA termasuk terhadap Hasim Sukamto beserta beberapa pihak terkait lainnya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan perkara gugatan nomor: 439/Pdt.G/2020/PN Jkt.Utr, sehingga hal tersebut merupakan bukti tentang argumentasi pledoi yang tidak benar dari tim penasehat hukum terdakwa”. Tegas Ranto.
Ranto juga menambahkan, ternyata terdakwa Hasim Sukamto tercatat sebagai mediator non hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Jakarta Barat, hal tersebut mudah diketahui sebab didalam gedung Pengadilan Negeri Jakarta Utara terpampang dengan jelas daftar nama-nama non hakim mediatornya, sehingga seharusnya terdakwa tidak melakukan perbuatan pidana tersebut dan bisa melakukan mediasi pribadi terhadap istrinya sendiri, akan tetapi hal tersebut tidak dilakukan sehingga proses hukum kasus pemalsuan ini terus berlanjut hingga ke persidangan.
Ranto juga menjelaskan, “Sesungguhnya proses pemalsuan yang terjadi itu bukanlah dalam hal take over kredit dari Bank Commenwelth ke bank CIMB NIAGA, melainkan perjanjian kredit baru antara Bank CIMB NIAGA dengan PT Hasdi Mustika Utama, seperti tertuliskan pada perjanjian kredit nomor: 0771/LGL-MSME-JKT/SME/PK/MGD/XI/2017, tertanggal 29 Desember 2017 yang ditandatangai oleh Hadi Sukamto, selaku Direktur Utama, Hasan Sukamto selaku Komisaris Utama dan Lita Sukamto selaku Komisaris, serta ada lampiran akta jaminan fidusia dan akta surat kuasa memberikan hak tanggungan (SKMHT), yang disertai sidik jari para penghadap notaris Achmad Bajumi, SH. , yaitu, Hasan Sukamto bersama istri Alida Nur, lalu Hasim Sukamto bersama istri Melliana Susilo, dimana faktanya tandatangan dan sidik jari Melliana dipalsukan.”
Selanjutnya Ranto juga mengatakan, ada hal yang belum terungkap, yaitu didalam surat perjanjian kredit, pada pasal 3 yaitu pada bagian agunan, bukan hanya aset-aset yang dijadikan agunan, melainkan masih ada personal guarantee atas nama Hasim Sukamto, padahal didalam pernikahan mereka tidak ada perjanjian pisah harta, sehingga apabila terjadi permasalahan dikemudian hari maka Meliana Susilo sebagai istri terdakwa akan dapat mengalami kerugian hingga pada diri pribadinya, dimana saat ini mereka sedang dalam proses perceraian, sehingga pantas jika majelis hakim melakukan vonis ultra petita karena JPU belum secara maksimal mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya terjadi. (Sendi / Suwondo)