Oleh : Hamma : Praktisi Hukum/ advokat/ Pengacara/ Konsultan Hukum
Suara Indonesia News. Revisi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah resmi berlaku. Masyarakat diminta lebih bijak dalam menggunakan informasi yang beredar di dunia maya.
Perubahan yang paling terasa pada UU tersebut adalah dalam hal sifat kasusnya. Pelanggaran pidana ITE kini menjadi delik aduan setelah sebelumnya merupakan delik biasa. Sehingga, penegak hukum baru akan memproses bila sudah ada laporan dari pihak yang dirugikan atas konten elektronik.
Yang perlu diingat adalah ketika laporan diproses, maka semua pihak yang terlibat akan terkena. Termasuk yang hanya sebatas ikut-ikutan menyebarkan tanpa tahu dari mana sumbernya. “Kalimatnya sudah jelas. Mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik,” terang Staf Ahli Kemenkominfo Bidang Komunikasi dan Media Henry Subiakto. Itu bahkan sudah diatur sejak awal UU dibuat tahun 2008.
Karena itu, kembali mengingatkan kepada netizen agar jangan mudah menyebarkan sebuah informasi. Meskipun dia tidak mebuat, namun bila yang dia sebarkan bermuatan tuduhan, dan terbukti palsu, tetap bisa dituntut. Bahkan, justru penyebaran itu berpotensi jadi yang utama karena kerusakan terjadi setelah informasi disebarkan.
Alur pelaporannya, seseorang membuat status di media sosial atau menulis di blognya, atau membuat berita non pers yang berisi tuduhan terhadap seseorang. Kemudian, ada netizen yang membaca tulisan itu lalu ikut share atau menyebarkan. Pihak yang dituduh tidak terima, lalu melapor ke polisi. Maka, polisi akan mencari siapa yang membuat status itu dan siapa saja yang menyebarkannya.
Mereka berpotensi menjadi tersangka dalam kasus pencemaran nama baik. Prosedur penanganannya disesuaikkan dnegan KUHAP. Namun, karena berkaitan dengan informasi elektronik, maka ada regulasi untuk mengatur penyebarannya di dunia maya. Itu diatur dalam pasal 27.
Bunyi Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah sebagai berikut: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional. … (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Sementara itu, Dirjen Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menyatakan, pihaknya akan menyosialisasikan perubahan UU tersbeut sesegera mungkin. Sosialisasi berkaitan dengan bagaimana berperilaku di dunia maya. Netizen harus selalu mengecek lagi sebelum menyebarkan sebuah informasi.
Karena pihak yang dirugikan tidak perlu ragu untuk melapor, sebab pemerintah sudah meratifikasi keputusan mahkamah konstitusi tentang pengesahan dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum “kita fosting difacebook lalu ada yang capture, walaupun konten itu langsung dihapus, tetap ada jejak digitalnya.
Alat buktinya bisa diambil dari hasil capture maupun kontennya sendiri bila belum dihapus. Ponsel akan disita dan akun akan disegel sebagai barang bukti. Bila konten terlanjur dihapus, maka hasil capture itu bisa dijadikan alat bukti.
Bersamaan dengan pemberlakuan UU tersebut, pemerintah juga akan semakin rajin membersihkan konten yang bermuatan pelanggaran UU ITE. Seperti konten pornografi, anti pancasila dan NKRI.