Kebijakan Kadis Pendidikan Kabupaten Aceh Singkil terkait Meningkatkan Kwalitas Guru Jangan Jadi...

Kebijakan Kadis Pendidikan Kabupaten Aceh Singkil terkait Meningkatkan Kwalitas Guru Jangan Jadi Polemik

383 views
0
SHARE

Suara Indonesia News – Aceh Singkil. Ketua Divisi Bidang Organisasi dan Pengkaderan LSM Komunitas Peduli Pembangunan Aceh Singkil (KPPAS) Renny Banurea,S.Pd., mengatakan, kebijakan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Singkil untuk menerapkan Undang undang 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, untuk Guru Honorer di Kabupaten Aceh Singkil ini jangan jadi polemik di masyarakat dan itu di lakukan untuk meningkat kan kompetensi Guru di Daerah ini, sekali lagi untuk Kemajuan Dunia Pendidikan kita di Kabupaten Sekata Sepakat ini, ucapnya kepada Media ini Rabu (16/09/2020) di Singkil.

Ia menambahkan Bangga memiliki Kadis Pendidikan seperti Pak Khailullah, yang baru Enam bulan di lantik langsung bergerak membenahi Dinas Pendidikan, utamanya terkait Peningkatan Kwalitas Guru padahal kita semua tahu akibat Covid 19 ini banyak kebijakan Anggaran di pangkas namun hal itu tidak menjadi Penghalang bagi Pak Kalil untuk menepati janjinya ketika di lantik pada 28 Februari 2020 yang lalu, yaitu tekatnya berupaya membenahi Kwalitas guru di Kabupaten Singkil ini.

Karena itu mari kita dukung demikian juga DPRK tolong di dukung dengan alokasi Anggaran yang Rasional tentu demi Generasi Aceh Singkil kedepan, ucap Renny.

Lebih jauh Ia menjelaskan, salah satu elemen penting dalam pendidikan adalah guru karena ia yang bertugas untuk mengajar, mendidik, melatih, membimbing, mengarahkan, menilai dan mengevaluasi murid-muridnya di sekolah. Sehingga sekolah-sekolah harus memiliki guru yang berkualitas.

Salah satu kunci Finlandia menjadi negara dengan predikat sistem pendidikan terbaik di dunia karena memiliki guru yang berkualitas. Menurut laporan The Guardian, guru-guru di Finlandia harus melalui seleksi dan pelatihan yang cukup ketat.

Tak sembarang orang yang dipilih untuk menjadi guru di negara tersebut. Guru-guru dilatih agar dapat memilih metode apa yang akan mereka gunakan di dalam kelas. Guru-guru juga bebas dari persyaratan eksternal seperti adanya inspeksi, pengujian standar dan kontrol dari pemerintah. Finlandia sudah meniadakan proses inspeksi sekolah sejak tahun 1990-an.

“Guru-guru harus memiliki pendidikan berkualitas sehingga mereka benar-benar tahu bagaimana menggunakan kebebasan yang diberikan kepadanya dan belajar memecahkan masalah dengan cara yang berbasis penelitian,” kata Leena Krokfors, profesor dari Helsinki University.

Mengajar adalah profesi yang paling “dihormati” di Finlandia dan mengajar di sekolah dasar adalah karir yang paling dicari. Kualitas guru di Finlandia semakin tinggi karena banyak yang melamar menjadi guru adalah lulusan terbaik dari universitasnya, menurut Center on International Education Benchmarking (CIEB).

Sedangkan di Indonesia, kualitas guru masih rendah. Hal itu diketahui dari hasil tes kompetensi terhadap para guru yang menunjukkan hasil yang belum memuaskan. Padahal kunci kesuksesan pendidikan ada di tangan guru.

Kolaborasi Guru dan Orangtua Murid

Guru memang bertugas untuk mengajari murid di sekolah. Namun dalam mendidik seorang anak, peran orangtua sangatlah mempengaruhi. Sehingga guru-guru di Finlandia menjalin komunikasi dengan orang tua atau wali murid dalam mendidik anak.

Menurut Center for Teaching Quality, hubungan yang baik antara guru, orangtua dan murid adalah penting. Hubungan yang baik hanya dapat tercipta karena adanya saling percaya. Siswa dan orang tua mempercayakan semuanya kepada guru, sehingga jembatan di antara mereka adalah komunikasi.

Komunikasi yang baik tentu dapat mempermudah para guru dalam mengembangkan program belajar yang akan diterapkan kepada anak didiknya. Hal ini juga untuk mengurangi gesekan atau kesalahpahaman yang terjadi antara guru dan orangtua atau wali murid.

Dikutip dari situs Sahabat Keluarga Kemdikbud, ada beberapa pemahaman orang tua tentang guru di Finlandia yang dapat dicontoh orang tua di Indonesia. Pertama adalah orangtua di Finlandia sangat menghormati guru dan pihak sekolah. Mereka menganggap guru adalah orang tua kedua, dan sekolah adalah rumah kedua.

Orangtua di Finlandia memahami bahwa pekerjaan mengajar adalah pekerjaan yang kompleks dan penuh dengan dinamika. Kompleksitas dalam mengajar ini mendorong para orang tua untuk mendukung para guru dalam semua aspek.

Di Finlandia, apabila seorang guru mengalami kesulitan dalam mengajar kepada seorang siswa, orang tua akan membantu semaksimal mungkin, bukan menyalahkan gurunya karena tidak serius atau tidak mampus dalam proses mengajar.

Orangtua juga menganggap guru adalah pahlawan kesuksesan bagi anak-anak mereka. Banyak siswa menghias dan memajang foto guru di kamarnya, bahkan dengan tambahan kalimat “You are my inspiration”.

Di hari pertama anak masuk sekolah, guru akan menjelaskan kepada orangtua dan anaknya bahwa sekolah bukan tempat yang menyeramkan, yang menyebabkan tekanan batin, dan ketegangan. Mereka menjelaskan jika sekolah adalah tempat yang menyenangkan untuk belajar.

Para guru juga akan mengerahkan seluruh daya dan upaya agar dapat memahami kondisi intelektual dan emosi murid bahkan sampai ke hal-hal yang kecil. Dengan mengetahui kondisi intelektual dan emosi murid, guru di Finlandia dapat mencari jalan keluar atau cara khusus dalam mengajar atau mendidik murid tersebut.

Dalam menyampaikan kritik kepada guru atau pada pihak sekolah, orangtua di Finlandia menyampaikan dengan cara yang santun. Mereka memahami bahwa pekerjaan mengajar bukanlah pekerjaan yang ringan. Di sisi lain, para guru senang menerima kritik, karena hal itu sangat membantunya dalam menyelesaikan permasalahan belajar anak didiknya.

Kualitas guru yang tinggi serta memiliki komunikasi yang baik dengan orang tua menjadi salah satu kunci bagi Finlandia untuk selalu berada di puncak sebagai negara dengan pendidikan terbaik di dunia sejak tahun 2000.

Di Indonesia, kita masih kerap mendengar orangtua yang sibuk menyalahkan guru jika anaknya tak lulus sekolah. Di sisi lain, masih ada pula masalah struktural, misalnya kekurangan guru di daerah terpencil. Belum lagi honor dan tunjangan yang kerap terlambat diterima. Atau bahkan, di banyak daerah, gaji yang tak bisa membuat guru hidup layak. (Salomo)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY