Menelisik Gaya Kepemimpinan Sosok KH. Mas’ud Abdul Qodir dalam Mengembangkan Pondok Pesantren...

Menelisik Gaya Kepemimpinan Sosok KH. Mas’ud Abdul Qodir dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Darul Amanah

1,210 views
0
SHARE

Suara Indonesia News – Kendal. Pondok Pesantren Darul Amanah yang berada di Desa Ngadiwarno, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal merupakan salah satu dari sekian banyak pondok pesantren yang berada di Kabupaten Kendal. Pondok Pesantren Darul Amanah juga termasuk pesantren alumni Gontor Ponorogo Jawa Timur.

Pondok Pesantren yang memadukan antara kurikulum Gontor, Kemenag dan pesantren salafiyah, yang menerapkan sistem Pendidikan Tarbiyatul Mu’alimin Al-Islamiyah (TMI), yaitu dengan lama pendidikan 6 (enam) tahun, pada tahun ke-3 mengikuti Ujian Nasional (UN) Tingkat Menengah Pertama (MTs/SMP), pada tahun ke-6 mengikuti Ujian Nasional (UN) Tingkat Menengah Atas (MA/SMA/SMK), Madrasah Aliyah (MA), Program Pendidikan IPA dan IPS, terakreditasi A, Madrasah Tsanawiyah (MTs), Terakreditasi A dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Program Keahlian Busana Butik (BB) dan Teknik Komputer Jaringan (TKJ).

Setiap lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren, dituntut untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada murid atau santrinya. Agar dapat melakukan hal tersebut secara baik, pondok pesantren perlu dukungan sistem manajemen yang baik.

Keberadaan seorang kiai sebagai pimpinan pesantren, ditinjau dari tugas dan fungsinya mengandung fenomena yang unik. Dikatakan unik, karena kiai sebagai seorang pemimpin di lembaga pendidikan Islam bertugas tidak hanya menyusun program atau kurikulum, membuat peraturan, merancang sistem evaluasi, tetapi juga bertugas sebagai pembina dan pendidik umat serta pemimpin umat (masyarakat).

KH. Mas’ud Abdul Qodir beliau dilahirkan pada tanggal 20 Juni 1949 di Dusun Gondorio Desa Gondoharum, Kecamatan Pageruyung, Kabupaten Kendal, dari pasangan suami istri Bapak Abdul Qodir dan Ibu Surani. Beliau adalah putra pertama dari lima bersaudara yaitu H. Abdul Haris Qodir, H. Sa’ib, BA, H. Nasroh dan Hj Masiti.

Beliau, KH. Mas’ud Abdul Qodir menempuh pendidikan formal tingkat dasar dimulai dari Sekolah Rakyat (SR) di Parakan Sebaran Pageruyung Kendal, Kemudian dilanjutkan ke sekolah Menengah Pertama di Daerah Kecamatan Sukorejo tahun 1963. Setelah lulus SMP, dilanjutkan mondok pertama kali di Pondok Pesantren Dondong Mangkang Semarang, akan tetapi disamping mondok di Mangkang beliau juga mondok di Kaliwungu. Kemudian untuk lebih meningkatkan ilmu dan agamanya beliau melanjutkan mondok di Pondok Modern Darusalam Gontor dan Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor Ponorogo.

Sebagai seorang pendiri sekaligus pimpinan Pondok Pesantren Darul Amanah beliau sangat berperan sekali dalam memajukan dan meningkatkan Lembaga. Cara pengembangan pondok pesantren melalui kegiatan-kegiatan keagamaan dan pengetahuan umum.

Lembaga yang bergerak dibidang pendidikan dan sosial keagamaan, pengembangan pesantren harus didorong. Karena pengembangan pesantren tidak lepas dari adanya kendala yang harus dihadapi. Menurut KH. Mas’ud Abdul Qodir  terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan pesantren dalam melakukan Strategi Pengembangan Pondok Pesantren yaitu Menerapkan Panca jiwa dan Panca Jangka Pesantren.

Panca Jiwa yang diterapkan di Pondok Pesantren Darul Aamanah adalah Jiwa Keikhlasan, Kesederhanaan, Berdikari, Ukhwah Islamiyah dan Kebebasan.

Makna Panca Jiwa dalam hal ini, Pertama adalah Pola Jiwa Keikhlasan yang berarti menghadirkan seluruh guru dan santri niat hanya karena Allah dengan upaya kuat dan sungguh-sungguh dalam berfikir, bekerja dan berbuat untuk kemajuan usahannya dengan selalu mengharap ridloNya.

Kedua, Pola Jiwa Kesederhanaan, Kesederhanaan berarti sesuai dengan kebutuhan dan kewajaran. Kesederhanaan mengandung nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan, dan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup.

Ketiga Pola Jiwa Berdikari, Berdikari, yang biasanya dijadikan akronim dari “berdiri di atas kaki sendiri”, bukan hanya berarti bahwa seseorang santri harus belajar mengurus keperluannya sendiri, melainkan telah menjadi semacam prinsip bahwa sedari awal pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tidak pernah menyandarkan kelangsungan hidup dan perkembangannya ada bantuan dan belas kasihan pihak lain.

Keempat, Pola Jiwa Ukhuwah diniyah/Islamiyah. Suasana kehidupan di pesantren darul amanah selalu diliputi semangat persaudaraan yang sangat akrab sehingga susah dan senang tampak dirasakan bersama, dan tentunya terdapat benyak nilai-nilai keagamaan yang melegitimasinya. Tidak ada lagi pembatasan yang memisahkan mereka, sekalipun mereka sejatinya berbeda-beda dalam aliran politik, sosial, ekonomi, dan lain-lain baik selama berada di pondok pesantren darul amanah maupun setelah pulang ke rumah masing-masing.

Jiwa persaudaraan ini menjadi dasar interaksi antara santri, Kiai dan guru, dalam kehidupan. Dari sinilah tumbuh kerelaan untuk saling berbagi dalam suka dan duka, hingga kesenangan dan kesedihan dirasakan bersama. Kesederhanaan berbagi seperti ini diharapkan tidak hanya berlaku ketika santri berada di pondok pesantren darul amanah, melainkan menjadi bagian dari kualitas pribadi yang dia miliki setelah tamat dari Pondok dan berkiprah di masyarakat.

Kelima, Pola Jiwa bebas. Jiwa ini terkait dengan kemandirian, karena dengan memiliki jiwa mandiri seseorang dapat bebas menentukan pilihannya.

Adapun Panca Jangka dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Darul Amanah  itu meliputi bidang-bidang, Pertama yaitu Pendidikan dan Pengajaran, maksud Jangka ini adalah berusaha secara maksimal untuk meningkatkan dan menyempurnakan pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Darul Amanah. Tercatat dalam sejarah perjalanan Pondok ini yang dimulai Pada Tahun 1990 Hingga Sekarang yaitu Madrasah Aliyah, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Kejuruan dan sedang dirintis Pendirian Perguruan Tinggi.

Panca Jangka Kedua yaitu Kaderisasi, yaitu Sudah banyak riwayat tentang pondok-pondok yang maju dan terkenal pada suatu ketika, tetapi kemudian menjadi mundur dan bahkan mati setelah pendiri atau kyai pondok itu meninggal dunia. Di antara faktor terpenting yang menyebabkan kemunduran ataupun matinya pondok-pondok tersebut adalah tidak adanya program kaderisasi yang baik. Bercermin pada kenyataan ini, Pondok Pesantrean Darul Amanah memberikan perhatian terhadap upaya menyiapkan kader yang akan melanjutkan cita-cita Pondok.

Panca Jangka Ketiga yaitu Pergedungan, Jangka ini memberikan perhatian kepada upaya penyediaan prasarana dan sarana pendidikan dan pengajaran yang layak bagi para santri.

Panca Jangka Keempat yaitu Chizanatullah, Di antara syarat terpenting bagi sebuah lembaga pendidikan agar tetap bertahan hidup dan berkembang adalah memiliki sumber dana sendiri. Sebuah lembaga pendidikan yang hanya menggantungkan hidupnya kepada bantuan pihak lain yang belum tentu didapat tentu tidak dapat terjamin keberlangsungan hidupnya. Di antara usaha yang telah dilakukan untuk memenuhi maksud ini adalah membuat usaha-usaha milik pesantren yang keuntunganya guna menopang keberlangsungan kehidupan di pesantren.

Panca Jangka Kelima, Kesejahteraan Keluarga Pondok, Jangka ini bertujuan untuk memberdayakan kehidupan keluarga-keluarga yang membantu dan bertanggungjawab terhadap hidup dan matinya Pondok secara langsung, sehingga mereka itu tidak menggantungkan penghidupannya kepada Pondok. Mereka itu hendaknya dapat memberi penghidupan kepada Pondok. Sesuai dengan semboyan : “Hidupilah Pondok dan jangan menggantungkan hidup kepada Pondok”.

Ada 3 Tipe Gaya kepemimpinan KH. Mas’ud Abdul Qodir di dalam Pondok Pesantren Darul Amanah. Pertama, Kepemimpinan kharismatik. Yaitu memiliki pengaruh yang besar kepada para santri, Guru dan masyarakat, seperti contoh dalam hal memberikan pelajaran yang berkaitan dengan kehidupan, hidup bermasyarakat, bersosialisasi, hidup berkeluarga, cara bergaul, adab dengan lawan jenis, nasehat-nasehat tentang (pendidikan, pernikahan, muamalah, hidup berumah tangga).

Kedua, Kepemimpinan Demokratis, dalam kepemimpinan tidak sedikit langkah-langkah dan prinsip-prinsip demokrasi yang beliau wujudkan dan kembangkan. Setiap bawahannya tidak dibatasi untuk berkomunikasi dengan beliau,sehingga setiap saat ketika menghadapi masalah bisa langsung menghadapnya. pengambilan keputusan/ memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan pengelolaan pondok pesantren ataupun permasalahan yang ada di pondok pesantren, selalu diputuskan dengan musyawarah dan berdasarkan keputusan bersama.

Ketiga, Kepempinan Menempatkan sebagai Orang Tua, Beliau mempunyai rasa kasih sayang, ramah, penolong, perhatian terhadap para guru dan santrinya. Selain itu beliau selalu mengkader membina mendidik anak didiknya (santri). Beliau mempunyai jiwa selalu membimbing agar santrinya terus belajar, Selain itu beliau juga mempunyai sikap atau perilaku yang menarik di antaranya mempunyai kebesaran hati dan jiwa, sederhana, kedewasaan dalam berpikir, penolong, bijaksana, sabar, dermawan, adil dan tegas dalam mengambil keputusan. (Nur K)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY