Pemdes Jungjang Wetan Abaikan Kehidupan Anak Bergizi Buruk

Pemdes Jungjang Wetan Abaikan Kehidupan Anak Bergizi Buruk

636 views
0
SHARE

Suara Indonesia News – Kabupaten Cirebon. “Yuh nlembuk bae,” (“ayo melacur saja”) celoteh Aneng Kadus 04 blok Jenun Desa Jungjang Wetan, ketika Erni ibu kandung Irene usia 9 tahun dengan bobot hanya 9 kg saja, selalu bertanya kapan dan bagaimana caranya mendapatkan BPJS gratis ataupun KIS (kartu Indonesia sehat) untuk berobat dan memeriksakan Irene ke dokter spesialis, yang ternyata menurut Dr. Toniman mengidap penyakit epilepsi dan cv (pengecilan otak) sehingga pertumbuhan badannya tidak bisa normal.

Celotehan Aneng diucapkan dengan nada gurau di saat media diminta untuk klarifikasi mengenai pemberitaan online  (https://suaraindonesianews.com/news/bapak-supir-angkot-dengan-2-anak-stunting-tidak-pernah-dapat-bantuan/). Merasa tidak terima dengan berita yang muncul maka Aditya Puskesos desa Jungjang Wetan meminta klarifikasi dengan menghadirkan sobari yang datang beserta istri dan kedua anaknya di kantor desa (Senin, 20 April 2020).

Sebelum melakukan klarifikasi, media memastikan untuk mengetahui lebih rinci keberadaan Irene anak bergizi buruk dengan datang ke rumahnya bersama syahril rekan media yang tinggal di desa tersebut.

Ditemui Erni yang sedang ngobrol dengan tetangga depan rumahnya yang berada di gang sempit Dusun 04 blok Jenun RT 016 RW 004 (Sabtu, 18 April 2020). Erni menjelaskan kalo keluarga nya pindah ke desa Jungjang Wetan ini di tahun 2014 yang sebelumnya tinggal di desa winong dan telah mendapat kartu KIS buat Irene tapi setelah pindah administrasi kependudukan ke desa Jungjang Wetan KIS yang ada tidak berlaku lagi dan belum mendapatkan KIS lagi walau sering memohon kepada Aneng Kadus 04, di rumahnya yang berlantai keramik berplafon terpal untuk menahan udara dingin dan genteng bocor dan rapuh, tidak memiliki WC dan kamar mandi, pastinya belum mendapat perbaikan bedah rumah dalam bentuk apapun dari pemerintah baik desa maupun kabupaten.

Erni menuturkan lebih lanjut kalo bantuan pemerintah diberikan dalam bentuk susu formula Vidoran ukuran 700 gram 2 kotak dan beras untuk si kecil yang berusia 18 bulan yang mengidap penyakit flek paru-paru dengan bobot hanya 9 kg, dan harus berobat rutin selama 6 bulan, bantuan itu diterima hanya 3 kali saja, pertama di bulan desember 2019, kedua bulan Februari 2020 dengan ukuran susu formula yang lebih kecil 350 gram 2 kotak, dan terakhir di hari kamis 16 April 2020.

Erni menerima media tanpa ditemani Sobari suaminya yang sedang bekerja sebagai supir panggilan karena angkot sudah tidak bisa diharapkan dalam suasana covid saat ini. Erni selalu berharap untuk mendapatkan KIS lagi bagi kedua anaknya yang memiliki penyakit yang rutin harus berobat, dan untuk biaya berobat irene yang lumpuh bergizi buruk, uangnya selalu berhutang ke saudara-saudaranya.

Saat klarifikasi di kantor desa dihadiri Aditya Puskesos, Aneng Kadus 04 dan Mandor serta Sekretaris Desa tanpa hadirnya Suherman Kuwu, Aditya Puskesos menjelaskan sobari hanya datang dua kali  itupun meminta dibuatkan SKTM saja untuk berobat bukan untuk PKH ataupun BPNT. Padahal yang dimaksud sobari minta didaftarkan sebagai salah satu penerima manfaat PKH atau BPNT juga KIS untuk kedua anaknya yang sakit.

Ketika datang ke Dinsos (Jum’at, 17 April 2020) disarankan oleh staff bidang Linjanmas untuk meminta pada puskesos dibuatkan proposal untuk PKH, KIS ataupun bantuan lainnya. Dan disepakati puskesos akan membuatkan proposalnya.

Setelah media pergi dari kantor desa, ternyata Sobari diberi tahu oleh Aditya dan aneng, tidak akan dapat PKH ataupun BPNT.

Sobari menghubungi syahril rekan media yang warga desa Jungjang Wetan, menjelaskan kalau proposal yang dibuat puskesos untuk diajukan ke Dinsos hanya permintaan kursi roda untuk Irene dan bantuan sembako setahun sekali. “Padahal yang dibutuhkan kartu KIS untuk kedua anaknya dan PKH atau BPNT.” ungkap Sobari saat dihubungi via telepon seluler. (Hatta)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY