Suara Indonesia News – Aceh Utara, Menjelang Musabaqah Tilawah Qur’an (MTQ) Ke – 34 tingkat Provinsi Aceh pada September 2019 Mendatang, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara melaksanakan seleksi dan Training Center (TC) guna mematangkan persiapan peserta yang akan dikirim ke MTQ Aceh yang berpusat di Pidie Jaya.
Komite Mahasiswa dan Pelajar Kutamakmur (KOMPAK), meminta kepada Tim TC Kafilah MTQ Aceh Utara dalam merekrut peserta untuk tidak mengedapankan faktor kedekatan, Eselon, apalagi rasa belas kasih.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum KOMPAK, Ody Yunanda kepada Media, Minggu (23/06.2019). Ody berharap, Aceh utara bisa mengulang kesuksesan pada MTQ Aceh ke – 32 di Nagan Raya dengan meraih juara umum.
Namun, lanjut Ody, Menelan pil pahit pada MTQ Aceh ke – 33 di Aceh Timur adalah hal yang tidak elok jika persoalan ini berlalu begitu saja tanpa disertai catatan reflektif, sebagai bahan evaluasi para Pemerintah Kabupaten Aceh Utara. Lebih tak elok lagi, jika saat disahuti dengan sebatas harap maklum.
Ody menambahkan, Generasi Aceh Utara tak dapat diremehkan. Bukankah kabupaten ini dibangun di atas dalil Syari’at islam yang berkualitas? Menurutnya, persoalan kalah di Aceh timur tidak boleh ditangkap dalam makna sederhana, sebatas asumsi kalah ataupun menang. Sebab dari awal ada sejumlah persoalan krusial yang menjadi bagian dari proses menuju nasib malang itu.
Persoalan itu antara lain, Kata Ody, Pertama, selama ini porsi anggaran pelaksanaan MTQ masih menjadi momok yang mencengangkan. Singkatnya masih lebih banyak biaya yang digelontorkan hanya untuk membiayai tim penggembira dari pada menyuguhkannya untuk proses pembinaan berkelanjutan. Dapat dibayangkan, ketika sejumlah aparat di Aceh utara ini diberangkatkan.
“Urusan kostum Official, biaya perjalanan, dan berbagai kelengkapan lainnya masih lebih kuat daya serapnya dari pada menyiapkan porsi untuk pembinaan jauh-jauh hari sebelum digelar. Sehingga, sekalipun anggaran yang digelontorkan pemerintah cukup besar, tetap saja tak akan membawa progres yang lebih baik.”, ungkapnya.
Kedua, selain persoalan kaderisasi yang berlangsung secara tidak sehat, terdapat juga masalah yang melingkupi proses rekrutmen dewan hakim. Kata Ody, Sejauh ini, kita belum memahami secara utuh bagaimana sesungguhnya standar kompetensi yang mesti disandang oleh para dewan hakim itu.
“Tidaklah elegan jika mereka direkrut hanya karena memiliki basis sebagai seorang muballigh/tokoh agama saja. Tidak pula menarik jika berdasar pada kuota antar Kecamatan. Lebih menyakitkan lagi, jika perekrutannya hanya didasarkan pada standar like or dislike.”Tambah Ody.
Ody melanjutkan, Fakta ini seharusnya membangunkan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara bahwa selama ini banyak hal yang terlewatkan tanpa evaluasi secara lebih tajam. Kiranya layak untuk menyatakan bahwa Pemerintah Aceh Utara belum bekerja sebagai mana mestinya. Sejauh ini, kemeriahan MTQ tingkat Kabupaten belum berbanding lurus dengan tingkat keseriusan melakuklan kaderisasi jangka panjang. Artinya, pola instan menggelar MTQ lebih dominan dari pada hasrat mencetak kader lebih banyak.
Di atas semua itu, subtansi persoalan ini pada dasarnya mengajak semua pihak untuk berpikir bening agar pembinaan Al-Quran ini tidak dicampuri oleh kepentingan jangka pendek. Tidak juga sebatas pertimbangan normatif. Karena pada dasarnya agenda besar dari sebuah perehelatan MTQ agar bangsa ini tetap dijaga oleh Al- Quran. Bukan yang tertulis, melainkan para penganut yang meyakini bahwa al- Quran itu wahyu Allah, tak ada keraguan di dalamnya.
“Jika demikian keyakinan itu dihunjamkan, maka jangan lagi ada kesengajaan memanipulasi fakta. Gelaran MTQ di Aceh Timur memang telah berlalu. Tapi yang lebih penting menurut kami, Aceh utara ini membutuhkan manusia bertabiat tulus. Termasuk tulus menjalankan MTQ, tulus membina Qari-Qariah, serta tulus untuk tidak sekedar juara”, Tegas Ody .(Manzahari)