Oleh: Reza Fahlevi (Direktur Eksekutif The Jakarta Institute)
Suara Indonesia News. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan berlangsung serentak di sejumlah daerah pada tahun ini bisa saja menjadi pilkada yang berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Hal ini mengingat penyebaran virus corona atau Covid-19 yang masih tinggi di Indonesia, khususnya di daerah-daerah produktif yang tersentralisasi di Pulau Jawa.
Pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 sendiri telah resmi dijadwalkan akan berlangsung pada tanggal 9 Desember 2020 yang tersebar di 270 kabupaten/kota di 9 provinsi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Artinya masih ada beberapa bulan untuk menyiapkan segala kebutuhan, dan menyiapkan segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Setelah mengevaluasi banyaknya pelanggaran protokol dengan membawa arak-arakan pendukung yang dilakukan Paslon Kandidat saat mendaftar ke KPU, dan juga dilakukan perbaikan Peraturan KPU (PKPU) dari PKPU No.10/2020 menjadi PKPU No.13/2020 yang salah satunya mengatur sejumlah poin larangan saat kampanye, akhirnya saat penetapan nomor urut Paslon tanggal 23 dan 24 September relatif tanpa kerumunan massa.
Namun demikian, desakan penundaan Pilkada Serentak 2020 masih saja terjadi karena kasus Covid-19 di Indonesia terus menanjak, bahkan menjangkiti jajaran penyelenggara hingga bakal calon kepala daerah. Hal itulah yang harus menjadi catatan bagi Penyelenggara Pemilu untuk meyakinkan publik bahwa dengan regulasi yang ada dan penegakan hukum yang tegas, Pilkada akan berlangsung demokratis dan aman Covid-19.
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman telah mengumumkan sebanyak 60 bakal calon kepala daerah positif Covid-19. Namun KPU menolak membuka nama-nama para bakal calon tersebut. Sebanyak 96 jajaran Bawaslu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, juga dinyatakan positif Covid-19.
Data-data itu dibeberkan dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu pada Kamis (9/9) pekan lalu. Kendati begitu, opsi penundaan Pilkada 2020 sama sekali tak muncul menjadi simpulan hasil rapat.
Tidak adanya opsi penundaan Pilkada Serentak 2020 ini bisa dipahami dengan beberapa alasan:
Pertama, penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 yang masih beberapa bulan lagi. Hal ini memberi waktu untuk berbenah. Presiden RI Joko Widodo sendiri mengakui bahwa pandemi Covid-19 belum bisa diprediksi kapan akan berakhir. Selama jeda waktu tersebut, pemerintah bisa menentukan bagaimana proses pelaksanaannya, atau bahkan ditunda.
Kedua, muncul harapan baru bahwa pandemi Covid-19 akan berakhir akhir tahun ini. Sekalipun virus ini belum akan benar-benar hilang, Indonesia diprediksi sudah memproduksi vaksin mandiri. Dengan vaksin tersebut diharapkan mampu mengatrol pasien-pasien corona agar tidak semakin membengkak.
Perlu dipahami bahwa meski masih ada jeda waktu dan ada vaksin yang diproduksi, penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 dengan partisipasi masyarakat yang sangat tinggi tentu saja masih menjadi kekhawatiran akan terjadinya klaster baru penularan Covid-19.
Sebetulnya, hal ini bisa diatasi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat sehingga tidak memicu penularan Covid-19. Selain itu, perlu kesadaran masyarakat mengikuti segala peraturan yang ada sehingga tidak memicu masalah baru yang justru akan membuat repot satu Negara.
Lalu, bagaimana dengan kampanye para calon kepala daerah yang saling beradu?
Di sinilah keuntungan hidup di zaman modern. Dalam situasi seperti ini, masyarakat bisa memanfaatkan ruang digital untuk kampanye. Namun demikian, masyarakat juga tidak dibenarkan memanfaatkan situasi itu untuk menyebarkan hoaks sehingga kualitas demokrasi yang sudah bertahan selama bertahun-tahun bisa terjaga.
Akan menjadi sebuah kebanggaan apabila antusiasme masyarakat mengikuti Pilkada Serentak 2020 cukup tinggi, dan diikuti grafik penyebaran Covid-19 melandai.
Kesuksesan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 ini tentu akan menjadi reputasi yang baik bagi bangsa Indonesia di mata dunia.
Sebagai penutup, sebenarnya Pemerintah hanya perlu merangkul kelompok masyarakat yang mendesak Pilkada untuk ditunda. Dan Penyelenggara Pemilu juga harus mengoptimalkan sosialisasi PKPU yang mengatur sejumlah larangan dan apa saja yang diperbolehkan dalam tahapan Pilkada 2020.
Jika publik bisa diyakinkan, penulis yakin Pilkada 2020 akan bisa tetap dilanjutkan dan yang utama keselamatan masyarakat terjamin. Jangan ada penyebaran Covid-19 karena ketidakdisiplinan masyarakat. Karena itu, seluruh elwmwn maayarakat harus dilibatkan. Aparat keamanan juga harus tegas dalam menegakkan aturan.
Di Pilkada ada Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri atas Bawaslu RI, Kejaksaan Agung RI dan Kepolisian RI yang berwenang menindak pelanggaran Pilkada yang kita ketahui bersama potensi pelanggaran dalam Pilkada di tengah Pandemi seperti ini selain pelanggaran Pemilu yang umum terjadi seperti kampanye hitam, politik uang, netralitas ASN, berita hoaks, dan sebagainya, fokus penindakan saat ini ialah pelanggaran protokol kesehatan yang sesuai PKPU dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku seperti UU Pilkada, UU Karantina Kesehatan, KUHP, dll.
Semoga dengan kesadaran masyarakat akan kedisiplinan menjalani protokol dan penegakan hukum yang tegas oleh aparat serta massifnya sosialisasi dari Penyelenggara Pemilu, penulis yakin dan optimis Pilkada 2020 sukses serta tidak terjadi kluster penyebaran Covid-19. Semoga. (GD)