Suaraindonesianews-Jakarta, Ketua Panitia Khusus Hak Angket Pelindo II Rieke Diah Pitaloka mengungkapkan adanya indikasi kerugian uang negara Rp 1 triliun per tahun untuk membayar bunga pinjaman luar negeri atau Global Bond PT Pelindo II.
Rieke menyebutkan managemen Pelindo II yang lama melakukan Global Bond senilai USD 1,58 Milyar atau setara Rp 21 triliun dengan alasan untuk membiayai pembangunan Kali Baru (NPCT 1), Pelabuhan Sorong, Kijing, Tanjung Carat dan Car Terminal.
“Akibatnya, pihak Pelindo II terbebani membayar bunga hutang diambil dari laba Pelindo II yang juga berasal dari anak-anak perusahaan. Bukan dari hasil pengembangan dana global bond,” ujar politisi F-PDIP itu usai Rapat Dengar Pendapat Panssus dengan jajaran Direksi PT Pelindo II dan JICT di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (23/2-17).
Selain itu, lanjutnya, pansus juga menemukan bahwa Global Bond yang telah dilakukan tidak melalui perhitungan yang matang. Sebab, beberapa proyek mandek seperti Pelabuhan Sorong, Kijing dan Tanjung Carat akibat persoalan administrasi yang belum beres.
“Diakui tidak diakui, ini sudah membebani perusahaan karena proyek belum berjalan. Walaupun proyek itu (New Priok) jalan, Indonesia tidak mendapatkan dividen selama 20 tahun tapi harus membayar bunga bank setiap tahun,” lanjutnya.
Sementara, kontrak antara Pelindo II dengan PT Pembangunan Perumahan (PP) terkait Proyek Kali Baru dan pengelolaannya juga terindikasi bermasalah, sehingga saat ini managemen baru Pelindo melakukan renegoisasi.
Sebelumnya, pansus juga mempertanyakan rekomendasi BPK untuk menambah biaya up-front fee untuk melanjutkan kontrak anak perusahaan Pelindo II, JICT dengan Hutchison Port Holdings (HPH). Kontrak tersebut dinilai cacat hukum sehingga tidak bisa diselesaikan dengan penambahan biaya up-front fee.
“Ini bukan persoalan ditambah atau dikurangi uang muka. Ini legal tidak, kalau sebagian perpanjangan kontrak tanpa persetujuan RUPS dalam sebuah BUMN, ” tandas Rieke
Tidak hanya itu, Pansus juga mempertanyakan hasil audit investigatif BPK yang dijanjikam selesai pada bulan September 2016. Namun, hingga saat ini BPK belum menyerahkan hasil audit tersebut. (ann/SI)