0

Suara Indonesia News – Kota Cirebon. Ancaman hukuman penjara setidaknya 5 Tahun, menanti DD (Pelaku pembacokan), 17 th yang tercatat masih pelajar di salah satu SMK di Kota Cirebon. Pelaku sendiri beralamat di Desa Mertasinga Kab. Cirebon. Pelaku DD ini sudah melakukan tindak pidana penganiayaan kepada korban AP, Laki, 19 th, pelajar,  Blok Pecantilan, Desa Pamijahan Kecamatan Plumbon Kabupaten Cirebon. Dengan cara pelaku membacok korban dengan celurit pada hari Jumat tanggal 28 Januari 2022 sekira jam      11.50 WIB di Jalan Tuparev (Depan SMK Muhammadiyah). Hal ini terungkap dalam Konferensi pers dipimpin Kapolres Cirebon Kota AKBP M. Fahri Siregar, SH., SIK., MH., Senin (31/01-22), jam 13.00 WIB.

Dikatakan Fahri “awalnya korban bersama teman-temannya sedang berjalan kaki di pinggir jalan hendak menuju masjid untuk melaksanakan ibadah Shalat Jumat, lalu terlihat rombongan para pelaku dari Salah satu SMK NASIONAL yang hendak pulang melewati Jalan Tuparev. berjumlah 6 (enam) orang mengendarai 4 (empat) SPMT.   Kemudian ketika berada di depan SMK Muhammadiyah para terduga pelaku dikejar  korban dan teman-temannya sambil melempari terduga pelaku,” ujar Kapolres Ciko di dampingi Wakapolres Ciko Kompol Ahmat Troy  Aprio, S.IK.

Lanjut Fahri “para terduga pelaku kemudian berhenti dan salah seorang  DD turun dari motor dan mengacungkan celurit namun korban tetap mengejar para terduga pelaku, ketika korban mendekat terduga pelaku  DD membacok korban sebanyak 1 kali dan mengenai tangan korban, setelah melukai korban lalu para terduga pelaku langsung melarikan diri,” ungkap AKBP M. Fahri Siregar, SH., S.IK., MH yang didampingi Kasat Reskrim Polres Ciko AKP I Putu Asti Hermawan, S.Ik, MH.

Akibat dari perbuatan itu korban mengalami luka sobek dibagian pergelangan tangan kanan (20 jahitan), sadar dan tidak dirawat.

Setelah kejadian, Tim Khusus Polres Cirebon Kota dipimpin Ka Timsus  melakukan penyelidikan terhadap keberadaan para terduga pelaku selanjutnya pada  Minggu tanggal 30 Januari 2022 sekitar pukul 14.40 WIB 1 (satu) orang terduga pelaku DD berhasil diamankan di Desa Mertasinga Kabupaten Cirebon dengan barang bukti 1 (satu) unit sepeda motor jenis Yamaha Jupiter Z warna hitam nopol E-4903-IS (digunakan terduga pelaku saat kejadian), 1 (satu) buah Celurit, 1 (satu) buah HP merk Oppo warna putih dan 1 (satu) buah HP merk Infinix warna Hitam, ungkap Akpol 2002 ini.

Kepada pelaku dikenakan pasal 351 (2) KUHP dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya lima tahun, papar Kapolres Ciko dalam konpresnya yang didampingi Iptu Ngatidja, SH., MH, Kasi Humas Polres Cirebon Kota. (Hatta)

0

Suara Indonesia News – Ambon. Menyikapi konflik yang terjadi di Pulau Haruku, antara Negeri Pelauw/Ory dan Kariu, Tim Advokasi Masyarakat Negeri Pelauw/Ory mengeluarkan catatan klarifikatif, agar publik atau khalayak dapat melihat persoalan dengan proporsional dan objektif. Berikut salinan catatan klarifikasi yang diterima redaksi media ini:

I. Pendahuluan

Pertama-tama dan paling utama, memulai catatan ini, kami menyampaikan rasa duka yang mendalam kepada semua korban, baik moril maupun materil, akibat peristiwa yang terjadi pada tanggal 26 Januari 2022 di Pulau Haruku.

Selanjutnya permohonan maaf kami sampaikan kepada semua pihak karena satu peristiwa yang terjadi diluar kendali, menyebabkan kesedihan, ketidaknyaman, bahkan kemarahan. Semua ini menjadi pelajaran penting bagi kita, dan semoga tak lagi terjadi, kapanpun dan dimanapun.

Atas konflik yang terjadi antara Negeri Pelauw/Ory dan Negeri Kariu, ratusan warga Kariu harus mengungsi karena sejumlah rumah/bangunan terbakar, sementara 3 (tiga) orang warga Negeri Pelauw meninggal dunia. Tercatat pula sejumlah orang terluka dari kedua pihak yang bertikai, maupun dari aparat keamanan.

Satu peristiwa yang tentu tidak diinginkan siapapun, karena memang secara empiris atau fakta sejarah membuktikan kepada kita, tak ada yang diuntungkan dari situ konflik. Kalah menjadi abu, menang pun hanya jadi arang, sama-sama tak ada artinya.

Tanpa bermaksud saling menyalahkan, atau mencari pembenaran, ijinkan kami dari Tim Advokasi Masyarakat Negeri Pelauw/Ory menyampaikan sejarah singkat dan sejumlah kronologis peristiwa serta fakta-fakta terkait hubungan relasi masyarakat Pelauw/Ory, termasuk konflik yang mengiringinya.

II. Sejarah Singkat Negeri Kariu

Syahdan Negeri-negeri adat yang memegang hukum adat di Pulau Haruku belum mengenal nama Kariu. Baik oleh Uli Hatuhaha (Pelauw, Kailolo, Kabauw, Rohomoni dan Hulaliu) di sisi utara, maupun di Uli Buang Besi (Aboru, Wassu, Amet, Oma dan Haruku) di sisi selatan Pulau Haruku.

Warga Kariu saat itu merupakan sekelompok kecil masyarakat yang berpindah-pindah atau nomaden, dan kemudian terakhir menempati wilayah antara Negeri Aboru dan Negeri Wassu, lokasi itu disebut Wasi (hutan) Kariu dengan jejak Wae (air) Kariu yang kita kenal hari ini.

Adapun Negeri Pelauw atau Matasiri adalah kota raja atau pusat pemerintahan Uli Hatuhaha yang berbatasan dengan semua negeri adat di Pulau Haruku. Tapi Pelauw tidak memiliki batas dengan Kariu, karena memang saat itu Negeri Kariu belum terbentuk atau belum ada, seperti yang kita kenal saat ini.

Pada masa Negeri Pelauw diperintah oleh Upu Latu Marawakan yang bermarga Latupono, masyarakatnya telah memeluk agama Islam dan bermukim di pesisir pantai, pemerintahan kolonial Belanda datang dan bercokol. Mereka kemudian mendirikan Benteng New Hoorn di sisi timur Negeri Pelauw pada tahun 1656 oleh Arnold De Vlaming.

Belanda kemudian menempatkan 20 serdadu yang dipimpin oleh seorang berpangkat Sersan. Keberadaan serdadu kolonial di Negeri Pelauw juga membawa kebiasaan mereka dalam mengkonsumsi binatang buruan, termasuk Babi Hutan yang kala itu masih banyak populasinya di Pulau Haruku.

Kerap kali prajurit dari Benteng New Hoorn, berburu bersama masyarakat Negeri Pelauw. Karena itu pula beberapa anak muda Negeri Pelauw diperintahkan untuk memikul hasil buruan dari hutan. Setelah selesai bertugas, sebagai muslim, pemuda Negeri Pelauw tersebut diwajibkan ber-istinja (membersihkan diri sesuai syariat Islam), di Wae Marike’e.

Melihat kejadian semacam itu, Raja Negeri Pelauw kemudian menyampaikan atau mengusulkan kepada pimpinan kolonial di benteng bahwa akan mencari warga lain untuk berburu bersama prajurit, menghindari warga Pelauw terlibat dalam aktivitas berburu, yang harus diakhiri dengan beristinja.

Aktivitas masyarakat Pelauw dalam berburu dengan prajurit kolonial rupanya diketahui oleh kelompok masyarakat yang tinggal di Wasi Kariu. Mereka kemudian menghadap Upu Latu Marawakan menawarkan diri untuk ikut berburu binatang bersama prajurit kolonial, apalagi mereka memang memiliki keterampilan dalam berburu.

Ibarat gayung bersambut, satu sisi Raja Pelauw Upu Latu Marawakan menginginkan warganya tidak ikut dalam aktivitas memikul hasil buruan, berupa Hewan Babi yang memang diharamkan oleh Muslim, sementara ada kelompok masyarakat lain yang tinggal di hutan menawarkan diri untuk menemani prajurit kolonial berburu.

Upu Latu Marawakan, Raja Pelauw kemudian memerintahkan utusannya menemui kelompok yang ada di Wasi Kariu, untuk dapat mewakili warga Pelauw dalam berburu bersama tentara kolonial. Tidak saja itu, untuk memudahkan, Upu Latu Marawakan juga memberikan tanah untuk ditempati kelompok dari Wasi Kariu ke satu wilayah di samping benteng New Hoorn.

Apalagi lokasi tanah dekat benteng New Hoorn punya mata air sendiri yang disebut Wae Maua yang dapat memudahkan warga baru itu beraktivitas dan tidak mengganggu masyarakat Pelauw dalam aktivitas, terutama mandi dan berwudhu, serta aktivitas lainnya yang selama itu dilakukan di Wae Marikee.

Kedatangan warga baru di tanah Negeri Pelauw sesuai kesepakatan dengan kolonial adalah untuk memudahkan koordinasi dan komunikasi. Maka dibentuk pula penugasan secara administratif oleh pemerintah kolonial kepada kelompok dari Wasi Kariu itu.

Kolonial Belanda kemudian menganugerahi gelar Pati untuk urusan pemerintahan warga Wasi Kariu itu dengan sebutan “Pattiradjawane”, artinya pati yang pertama sebagai pimpinan kelompok masyarakat Kariu. Berwenang memimpin kelompok masyarakatnya, dengan tetap berkoordinasi dengan pemerintah Negeri Pelauw.

Selain urusan pemerintahan, kelompok Kariu juga ditunjuk salah satu dari mereka untuk mengurusi urusan ekonomi, diberi gelar”Pattiwaelapia”. Gelar ini diambil dari nama sungai yang oleh masyarakat Pelauw selalu dijadikan sebagai lokasi untuk mengolah sagu (Wae = Air, Lapia = Sagu).

Struktur pemerintahan yang dibentuk untuk mengatur komunitas masyarakat yang turun dari Wasi Kariu ini dengan tujuan utama membantu pihak kolonial, dengan tetap melaporkan aktivitasnya kepada Raja Negeri Pelauw. Karena secara keseluruhan raja selaku penguasa adat dan pemerintahan mengkoordinasikan sistem perdagangan rempah-rempah waktu itu.

Singkat cerita, seiring berjalannya waktu, sekira pada tahun 1930-an, populasi warga Kariu pun semakin bertambah, sementara lokasi tinggal mereka tidak begitu luas. Apalagi karena melayani kolonial saat itu warga Kariu juga diberikan hak-hak istimewa, diantaranya diberikan kesempatan menjadi pengawal benteng sehingga dapat memegang senjata.

Suatu ketika pada tahun 1933, terjadi gesekan antara warga Kariu dan masyarakat Negeri Pelauw. Saat itu menjelang siang, warga Kariu berkumpul di depan Benteng New Hoorn (Kota uwei) dan warga Negeri Pelauw berkumpul depan Masjid dan Asari (Tauwamen uwai), ada warga Kariu yang melepaskan tembakan dari kota uwei dan mengenai salah satu warga Negeri Pelauw,

Kondisi kemudian berkembang tidak terkendali, turut pula mempengaruhi hubungan relasi kedua komunitas yang notabene tinggal dalam satu kawasan yang tidak berbatas itu. Untuk menghindari terus terjadi gesekan, dan atas persetujuan Raja Negeri Pelauw yang waktu dipimpin oleh Abdul Basir Latuconsina, warga Kariu yang sebelumnya bermukim tak jauh dari benteng New Hoorn dipindahkan ke tanah Negeri Pelauw yang ada di seberang Wae (Sungai) Marike’e, sehingga kedua komunitas ini berbatas dengan sungai.

Itulah yang kemudian menjadi lokasi Negeri Kariu sebagaimana kita kenal hingga saat ini. Yaitu diantara sungai Waemarike’e di sebelah barat dan kali mati atau Wae Ory Urui yang mengalir di samping Waeruku Matai. Itulah batas negeri yang diijinkan raja Negeri Pelauw, hanya sebatas itu, atas kesepakatan dengan pemerintah kolonial waktu itu.

Usai dipindahkan ke lokasi tinggal yang baru, masyarakat Kariu tetap melayani pemerintah kolonial, sementara secara internal di Negeri Pelauw terjadi dinamika ekonomi, politik, sosial dan budaya yang berujung pada gesekan masyarakat yang waktu itu terpolarisasi dalam dua kelompok.

Untuk menghindari benturan atau gesekan kedua kelompok, atas persetujuan pemerintah kolonial, dan Raja Negeri Pelauw, pada tahun 1939, salah satu kelompok dari warga Negeri Pelauw ditempatkan di lokasi yang namanya Ory, yang berada di seberang Wae Ory Urui berbatasan dengan Kariu di sisi barat.

Dengan demikian posisi Kariu ada di antara Pelauw dan Ory. Negeri Kariu bagian barat berbatasan dengan Pelauw, yang perbatasannya ditandai dengan aliran Wae Marike’e, sementara sisi timur berbatasan Ory yang ditandai dengan kali mati atau Wae Ory Urui. Adapun Ory tetap masuk wilayah Pelauw. Sampai sekarang Ory secara administratif merupakan Dusun, salah satu dari 9 dusun di Negeri Pelauw.

III. Relasi dan Konflik Pelauw – Kariu

Sebagai dua Negeri yang bertetangga, Pelauw dan Kariu, juga menghadapi pasang-surut hubungan sosial yang di antaranya berujung pada konflik. Di tahun 1999 saat konflik besar berlatar belakang SARA melanda kepulauan Maluku, kedua negeri ini pun turut terkena imbas.

Akibat konflik, semua warga Kariu harus eksodus atau mengungsi. Ini belum terhitung korban harta, luka-luka, hingga tewas dari masing-masing pihak yang bertikai. Hal serupa juga terjadi pada sejumlah negeri bertetangga yang berbeda agama di Maluku.

Setelah konflik usai, ditandai dengan perjanjian Malino II, sejumlah warga yang eksodus dan mengungsi saat konflik dipulangkan atau kembali ke negeri asalnya. Meski ada beberapa negeri yang sampai hari ini belum kembali ke tempat asalnya.

Untuk kasus Kariu, dalam negosiasi dan komunikasi yang cukup alot saat itu, dengan mempertimbangkan semangat kemanusiaan dan persaudaraan, masyarakat Pelauw akhirnya dengan tangan terbuka turut menyepakati atau menyetujui masyarakat Negeri Kariu untuk kembali mendiami negeri yang sempat mereka tinggalkan saat konflik.

Sehingga pada tahun 2006 masyarakat Kariu resmi kembali setelah rumah dan tempat ibadahnya dibangun oleh pemerintah. Situasi dan kondisi pun kembali atau pulih, seperti sebelum terjadinya konflik. Hubungan masyarakat terjalin harmonis, interaksi sosial yang simbiosis mutualisme kembali terbangun.

Masyarakat Pelauw dalam memenuhi kebutuhan hariannya, seperti hasil kebun, ternak dan hasil laut kerap membelinya dari warga Kariu. Sebaliknya warga Kariu dalam memenuhi kebutuhan hariannya juga membelinya dari warga Pelauw.

Tidak hanya berhenti pada relasi ekonomi, tapi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Seperti pembangunan rumah dan tempat ibadah maupun kegiatan-kegiatan sosial masyarakat lainnya kedua negeri saling bantu-membantu, bahu-membahu.

Praktis sejak warga Negeri Kariu kembali ke Pulau Haruku tahun 2006 hingga tahun 2020, tidak ada gesekan atau konflik yang berarti. Kedua negeri bertetangga hidup rukun dan harmonis dalam bingkai persaudaraan orang Maluku.

Namun, hubungan yang harmonis itu mulai retak,  ditandai dengan adanya pengrusakan situs adat masyarakat Pelauw yang terletak di Ua Rual sisi timur dusun Ory. Pengrusakan itu diketahui dilakukan oleh warga Kariu, sejumlah dokumentasi jelas memperlihatkan aktivitas pengrusakan itu.

Tidak hanya pengrusakan situs adat, tanah di wilayah Ua Rual itu pun diklaim sebagai milik warga Kariu. Padahal dalam berbagai referensi maupun tutur sejarah, Kariu tidak memiliki tanah dan hak ulayat di Pulau Haruku.

Situs adat yang dibongkar pun, adalah tempat peninggalan sejarah di mana para leluhur masyarakat Negeri Pelauw dulu bermukim. Tempat di mana setiap perayaan ritual adat Ma’atenu Pakapita atau Cakalele diselenggarakan, situs Ua Ruwal adalah tempat atau kawasan yang wajib dikunjungi atau di ziarahi.

Tidak berhenti sampai disitu, dalam sejumlah keterangan yang beredar ada warga Kariu yang mengatakan bahwa masyarakat Pelauw adalah penyembah berhala sehingga menjadi pembenar mereka merusak situs adat yang ada di kawasan Ua ruwal tersebut.

Rangkaian sejumlah peristiwa tersebut tentu menyulut emosi kolektif warga Negeri Pelauw. Namun atas kesadaran tinggi bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka berbagai peristiwa itu tidak direspon secara destruktif, namun dilaporkan untuk diselesaikan secara hukum. Hal ini menunjukkan kepatuhan masyarakat Negeri Pelauw terhadap hukum.

Tercatat, pada tanggal 20 April 2021, masyarakat Pelauw yang diwakili oleh Klan Anamahu melaporkan pengrusakan situs Ua Rual kepada pihak kepolisian sektor Pulau Haruku dengan tembusan yang ditujukan

Kapolda Maluku, Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Camat Pulau Haruku dan Danramil Pulau Haruku, Perihal: Laporan Dugaan Tindak Pidana Melanggar Pasal 170 Ayat 1 KUHP atau pasal 406 Ayat 1 Juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP, atau Pasal 105 UU No.11 tahun 2010.

Berikutnya pada tanggal 15 Mei 2021 kelompok masyarakat Negeri Pelauw mendatangi Polsek Pulau Haruku untuk mempertanyakan sejauh mana perkembangan laporan yang pernah mereka sampaikan. Hal ini merespon desakan yang mulai mengemuka dan memanas dari warga ‘akar rumput’ atau grass roots Negeri Pelauw.

Selanjutnya pada tanggal 8 Juni 2021, perwakilan tokoh-tokoh masyarakat Pelauw kembali mendatangi Polsek untuk menagih komitmen aparat penegak hukum dalam menuntaskan laporan. Sayangnya semua upaya-upaya itu menemui jalan buntu, Negara seperti abai, tidak melihat laporan dan situasi konflik sebagai sesuatu yang laten berpotensi menimbulkan konflik antar kelompok.

Belum lagi soal keberadaan anggota Bhabinkamtibmas di Negeri Kariu atas nama Steffi Leatomu, yang sudah berkali-kali dilaporkan karena kerap meresahkan warga Negeri Pelauw dan Ory. Tidak ditanggapinya laporan warga atas sikap dan perilaku anggota Polri tersebut turut terakumulasi menjadi kemarahan kolektif warga.

Ternyata tidak saja ada laporan dari masyarakat Pelauw, Pemerintah Negeri Kariu juga diketahui turut melaporkan perselisihan terkait kepemilikan Hak Ulayat di Ua Rual kepada Kapolda Maluku, melalui surat Nomor: 330/01/140.PNK/IV/2021 tanggal 17 April 2021, dan surat klarifikasi Nomor: 140/63/PNK/lV/2021, tanggal 20 April 2021. Merupakan fakta yang menunjukan adanya potensi konflik antara Negeri Pelauw dan Kariu.

Padahal sebagai dua negeri yang pernah bertikai, adanya potensi konflik sekecil apapun harus secepatnya diantisipasi atau dicegah. Justru pihak kepolisian mengarahkan masyarakat untuk menyelesaikan persoalan yang tengah hadapi itu. padahal mereka justru sedang menunggu langkah-langkah proaktif dari aparat hukum untuk menyelesaikannya.

Sejak laporan disampaikan dan tidak pernah ditindaklanjuti, ketegangan laten mewarnai hubungan relasi masyarakat Pelauw/Ory dengan Kariu. Sampai akhirnya pada siang, tanggal 25 Januari, di depan SD Al-Khairiyah Ory yang berada di seberang Kariu yang dipisahkan oleh Wae Ory Urui terjadi percekcokan antara seorang warga Ory dengan warga Kariu yang menggarap lahan diatas tanah yang sudah masuk petuanan negeri Pelauw/Ory.

Pertikaian kedua warga itu akhirnya berbuntut panjang, beberapa saat setelah cekcok, ada warga Kariu yang melintas dusun Ory dengan sepeda motor yang knalpotnya mengeluarkan bising saat jelang Magrib. Aksi itu dianggap bagian dari upaya provokatif, sehingga memicu amarah warga hingga Salah satu warga Ory yang tidak bisa mengendalikan emosi kemudian mencelakai warga Kariu tersebut.

Situasi semakin memanas, kedua Negeri saling berjaga-jaga dan masa berkonsentrasi di perbatasan. Hingga pagi hari 26 Januari 2022 di sekitar jembatan Marake’e antara Negeri Pelauw dengan negeri Kariu didapati saudara Hamka (30 tahun) tewas tertembak peluru tajam.

Kematian Hamka tentu saja semakin menyulut emosi sebagian masyarakat yang akhirnya berujung pada konflik yang tentu saja makin tak terkendali. Apalagi kemudian diketahui selain Hamka ada dua lagi warga Negeri Pelauw yang turut meninggal dalam konflik di pagi itu, Roy Haji (40 tahun) dan Ismail (70 tahun) semuanya akibat terkena peluru tajam.

Meninggalnya 3 (tiga) warga Negeri Pelauw akibat luka tembak menunjukkan bahwa ada penggunaan senjata api, apakah itu oleh aparat keamanan atau warga sipil, hal ini tentu harus diungkap lebih jauh. Bila dilakukan oleh aparat keamanan tentu perlu ada investigasi terkait prosedur penggunaan senjata tersebut. Jika oleh masyarakat sipil maka patut diduga masih ada kepemilikan senjata api oleh warga.

IV. Bukan Konflik SARA

Meski konflik yang terjadi adalah antara dua Negeri yang berbeda agama, namun perbedaan agama sebenarnya bukan pencetus terjadinya suatu konflik sosial. Dalam banyak kasus yang sering terjadi, konflik antar penganut agama yang berbeda adalah dampak negatif dari rentetan konflik yang terjadi sebelumnya.

Begitu pula dengan konflik yang terjadi antara Negeri Pelauw dan Kariu bukanlah konflik yang dilatarbelakangi oleh alasan Suku, Agama dan Ras (SARA) tetapi akibat klaim terhadap hak ulayat yang tak kunjung diselesaikan secara hukum serta. Konflik antar negeri/desa memang kerap terjadi di Maluku.

Di Kabupaten Maluku Tengah misalnya tercatat, pada tahun 2005 terjadi konflik antara Negeri Hitu Lama dan Hitu Meseng. Berikutnya tahun 2012 antara Negeri Porto dan Haria yang menyebabkan satu orang tewas dan empat terluka. Di 2013 terjadi konflik antara Negeri Mamala dan Morela, setelah sebelumnya ada warga Mamala yang ditemukan tertembak oleh orang tak dikenal.

Selanjutnya antara Negeri Wakal dan Hitu Meseng 2017 yang menyebabkan sejumlah orang tewas. Begitu pula dengan Negeri Tamilouw dan Sepa yang pada akhir tahun 2021 juga kembali bentrok, sejumlah warga dilaporkan terluka.

Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) pun demikian, pada tahun 2009 Negeri Luhu dan Iha terlibat bentrok hingga penduduk yang berada di kawasan perbatasan dua desa tersebut harus diungsikan. Hal yang sama juga kerap terjadi antara Negeri Latu dan Hualoy, terakhir Maret 2020, kedua Negeri itu bentrok hingga sejumlah orang terluka.

Di Kabupaten Maluku Tenggara di tahun 2017 juga terjadi ketegangan dan konflik antara Desa Waur dengan dan Desa Elat. Di Maluku Barat Daya pun demikian, 15 Desember 2021 terjadi bentrok antar Desa Imroing dan Dusun Nyabota dari Desa Upupun yang lagi-lagi dipicu masalah sengketa lahan atau persoalan agraria.

Ini tentu belum lagi terhitung berbagai konflik lainnya yang terlalu panjang jika diuraikan dalam catatan ini.

Termasuk pula konflik internal kampung atau negeri seperti yang terjadi di Desa Ulima Buru Selatan yang dipicu klaim atas tanah adat di kawasan desa tersebut.

Begitu pula dengan konflik di Negeri Liang tahun 2021 lalu yang menyebabkan sejumlah rumah terbakar.

Kalau mau ditelisik, konflik yang terjadi hampir semuanya akibat berbagai persoalan di masyarakat yang lambat atau tidak terselesaikan, baik itu penyelesaian persoalan secara adat, dengan musyawarah atau melalui hukum Negara. Sehingga masyarakat punya kecenderungan untuk menyelesaikan persoalannya sendiri, yang terkadang destruktif yang menimbulkan korban harta maupun jiwa.

Adapun kasus Pelauw/Ory dan Kariu menjadi berbeda dan mendapat perhatian atau atensi yang luas serta penyikapannya turut menyertakan sentimen ‘SARA’ karena kebetulan dua negeri yang bertikai itu, berlatar belakang agama yang berbeda dan punya sejarah konflik sebelumnya.

V. Gagalnya Tanggung Jawab Negara

Sejumlah konflik yang dikemukakan diatas, menunjukan gagalnya peran dan tanggung jawab negara. Baik itu dalam penegakkan hukum maupun dalam mengupayakan dan mengambil langkah-langkah yang memadai untuk mereduksi potensi konflik.

Padahal jika mau dilihat berdasarkan berbagai teori konflik, konflik sosial yang ada di masyarakat tidak terjadi begitu saja. Ada satu atau lebih pemicu dalam masyarakat tersebut yang menyebabkan antar individu atau kelompok bisa terlibat perselisihan dan konflik.

Itu artinya sangat mungkin konflik bisa dicegah atau diantisipasi bila instrumen Negara, terutama aparat keamanan/penegak hukum dapat mengambil langkah-langkah proaktif dalam menyelesaikan perbedaan pendapat atau kepentingan antara dua kelompok, kemudian membangun konsensus, sehingga konflik atau pertikaian tak berujung pada konflik sosial yang luas dan destruktif.

Lambannya penanganan berbagai persoalan, potensi konflik dan konflik, seperti sengketa agraria, maupun peristiwa pidana lainnya, terutama di wilayah-wilayah bekas konflik menunjukkan negara kurang sensitif dan proaktif dalam mencegah terjadinya konflik sosial antar kelompok-kelompok yang bertikai itu.

Fenomena ini, mengindikasikan gagalnya tanggung jawab negara dalam mencegah terjadinya konflik sosial yang luas dan eksesif. Negara gagal menjalankan kewajiban melindungi warga Negara atau obligation to protect.

Untuk diketahui, salah satu kewajiban Negara adalah melindungi. Yakni, kewajiban Negara agar bertindak aktif untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap hak asasi warganya. Negara berkewajiban mengambil tindakan-tindakan untuk mencegah pelanggaran semua HAM oleh pihak manapun.

Itu artinya, pelanggaran karena pembiaran (by omission) terjadi ketika Negara tidak melakukan sesuatu tindakan atau gagal untuk mengambil tindakan lebih lanjut yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban hukum. Kegagalan Negara tentu perlu ditandai dan dicatat, bahkan ditagih konsekuensi logisnya.

Dalam konteks konflik antara masyarakat Negeri Pelauw dan Kariu, dimana ketegangan atau konflik telah berlangsung lama, masing-masing pihak juga telah melaporkan persoalan hukum kepada pihak berwajib atau kepolisian. Namun pada kenyataanya hingga konflik sosial atau bentrokan terjadi, tak ada respon sebagai kewajiban penegakan hukum yang tunjukan oleh Negara.

Negara seolah membiarkan potensi konflik tetap mengemuka dan pada akhirnya menjadi konflik sosial yang destruktif. Peristiwa yang mestinya dapat dicegah akhirnya terjadi, Negara gagal melindungi warga Negara.

Kesimpulan dan Rekomendasi

a. Kesimpulan :

  1. Konflik yang terjadi antara masyarakat Negeri Pelauw-Ory dengan masyarakat Kariu bukanlah konflik berlatar belakang Suku, Agama, Ras (SARA) melainkan konflik yang terjadi karena perselisihan atas kepemilikan Hak Ulayat atau konflik Agraria.
  2. Konflik antara masyarakat Negeri Pelauw-Ory dengan masyarakat Negeri Kariu adalah konflik yang terjadi karena Negara lamban atau gagal menyelesaikan dan mencegah terjadinya potensi konflik, termasuk melalui penegakkan hukum yang cepat, responsif dan transparan. Hal ini terlihat jelas, dari sejak kasus sengketa mulai mencuat hingga adanya pelaporan ke polisi, tidak kunjungi ditangani atau diselesaikan hingga hampir 1 tahun lamanya.
  3. Patut diduga ada kepemilikan senjata dan penggunaan senjata api oleh warga, juga penyalahgunaan prosedur penggunaan senjata api oleh aparat keamanan. Hal ini terlihat jelas dari tembakan aparat bukan untuk menghalau atau membubarkan masa, melainkan tembakan langsung diarahkan kepada warga. Tiga warga Pelauw yang meninggal akibat luka tembak memperkuat dugaan atau indikasi tersebut.
  4. Hingga terjadinya konflik antara masyarakat Negeri Pelauw-Ory dengan masyarakat Negeri Kariu patut diduga telah terjadi pelanggaran HAM oleh Negara karena adanya pembiaran (by omission). Negara gagal mengambil tindakan lebih lanjut yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban hukum.
  5. Daerah-daerah bekas konflik yang memiliki potensi terjadinya kembali konflik belum dilihat sebagai daerah rawan konflik oleh negara sehingga penanganannya masih standar, lamban dan tak responsif.

b. Rekomendasi:

  1. Merekomendasikan kepada Negara dalam hal ini pemerintah untuk segera menyelesaikan berbagai persoalan laten di masyarakat terutama yang terkait dengan sengketa Hak Ulayat atau konflik Agraria.
  2. Perlu segera dilakukan upaya investigasi lebih lanjut untuk melihat keterlibatan warga dalam kepemilikan dan penggunaan senjata oleh warga termasuk penyalahgunaan prosedur penggunaan senjata oleh Aparat keamanan.
  3. Adanya indikasi pelanggaran HAM, karena pembiaran by omission yang harus diungkap lebih jauh dengan memeriksa otoritas keamanan yang bertugas dan bertanggung jawab dalam penanganan kasus-kasus yang melibatkan warga Negeri Pelauw/Ory dan Kariu, sejak pertama kali kasus di Ua Rual mengemuka dan dilaporkan oleh masyarakat.
  4. Merekomendasikan kepada daerah-daerah bekas konflik bila ada persoalan hukum terutama sengketa antar warga/negeri untuk dapat ditangani secara segera, cepat dan responsif oleh aparat keamanan terkait.
  5. Penempatan dan keberadaan anggota TNI/Polri di berbagai daerah di Maluku terutama daerah-daerah rawan konflik, harus bisa dievaluasi sehingga tidak ada aparat yang dalam bertugas cenderung memihak pada satu daerah/negeri dan diskriminatif atau tidak berlaku adil pada daerah/negeri lain.

Ambon, 31 Januari 2022

Tim Advokasi Masyarakat Negeri Pelauw/Oryz

Dr. Hadi Tuasikal, SH, MH. (Kordinator)

Anggota :

  • Troy Latuconsina, SH
  • Abdul Haji Talaohu, SH
  • Roholessy Tuasikal, SH
  • Syarif Hasan Salampessy, SH
  • Halim Latuconsina, SH
  • Samang Talaohu, SH
  • Ahmad Talaohu, SH.

Editor: Gus Din

0

Suara Indonesia News – Indramayu. Sebanyak 99 Orang penghuni Lapas Indramayu, yakni petugas & warga binaan divaksinasi, dengan rincian vaksinasi dosis 1 dan 2 sebanyak 15 Warga Binaan dan 84 petugas lapas divaksinasi dosisi 3 (booster) dari total 101 orang, pada senin 31/1/2022.

Menurut Kalapas Indramayu Beny Hidayat, warga binaan akan dijadwalkan vaksinasi Booster pada bulan Maret 2022 mendatang untuk mencegah Varian omicron masuk wilayah Lapas.

“Sebanyak 80 persen dari 580 warga binaan Lapas telah divaksinasi dosis 1 dan 2, ada yang tidak bisa divaksin karena penyakit penyerta dan ada juga yang tidak bisa divaksin karena NIK tidak ditemukan.” ucap Beny.

” Harapan dari Pelaksaan Vaksinasi ini adalah memberikan Perlindungan Kesehatan kepada petugas dan warga binaan agar terbebas dari penyebaran Covid-19,” ungkap Beny.

Vaksinasi tersebut dikatakan Beny juga sebagai bentuk pelaksaan janji kinerja yaitu menjaga kesehatan agar para petugas maupun warga binaan bisa produktif dan terhindar dari Covid-19 Varian baru Omicron. (Toro)

0

Suara Indonesia News – Surabaya. Niat hati ingin melamar pekerjaan sebagai cleaning service, remaja laki-laki penghafal al-Qur’an atau Hafidz ini justru ditawari jadi Polisi. Nasib mujur ini dialami oleh Febri Andi Hediana, atau biasa di sapa Febri remaja berusia 20 tahun asal Surabaya.

Febri mengaku, tidak ada niat yang muluk apalagi untuk jadi seorang Polisi, rasanya itu sesuatu yang mustahil baginya. Ia hanya ingin membantu ibunya mencari nafkah dengan rezeki yang halal, apapun itu pekerjaannya. Pasalnya, ia merupakan anak laki-laki satu-satunya yang harus menanggung beban keluarganya pasca di tinggal sang ayah meninggal dunia.

Tanggal 26 Januari 2022, Febri melamar pekerjaan sebagai cleaning service di Polda Jatim, tepatnya di Direktorat Pembinaan Masyarakat (Ditbinmas), ia bertemu dengan Dirbinmas Kombes Pol Asep Irpan Rosadi, atau kepala di satuan kerja tersebut, untuk memastikan apakah ia diterima atau tidak untuk bekerja di tempat itu.

Pada kesempatan itu, Febri ditanya oleh Kombes Pol Asep. Selain cleaning service febri bisa apa? Febri menjawab kalau ia lulusan pondok pesantren dan ia bisa membaca dan hafal al-Qur’an. Mendengar jawaban tersebut Kombes Pol Asep tidak berfikir panjang dan Febri di terima bekerja sebagai cleaning service di kantor ia bekerja.

Tak disangka percakapan antara Febri dengan Kombes Pol Asep ada yang merekam dan diposting di media sosial, alhasil video tersebut viral dengan beragam komentar positif dari netizen.

Terkait video tersebut, Kombes Pol Asep Irpan Rosadi meluruskan, beberapa waktu terakhir ini ada beberapa video viral, terkait clening service yang langsung diterima sebagai anggota Polisi.

“Sebetulnya tidak langsung diterima sebagai anggota Polisi, tetapi diterima sebagai staf saya disini, selaku staf yang bantu kebersihan disini. Selain itu saya tanya, kamu selain sebagai cleaning service apalagai yang kamu bisa kamu tonjolkan sebagai kompetensimu. Dia bilang lulusan pondok dan Hafidz, begitu mendengar dia sebagai Hafidz saya tidak ada pikir lain-lain lagi, kamu gak usah jadi Cleaning service lagi kalau sudah hafiz, bisa lebih tinggi lagi. Pertama kamu bisa ajari saya dan ngajari yang lain disini membaca al-Qur’an. Kedua kamu mau jadi polisi ? Nanti kamu saya latih,” jelasnya Dirbinmas Polda Jatim saat di temui di ruang kerjanya pada Senin (31/1/2022).

“Disini kamu ajari anggota lain, selain itu kamu bersihkan ruangan saya, selesai bersih kamu boleh setor bacaan ayat suci ke saya. Kalo ada acara binmas di lapangan, ada acara keagamaan, kamu saya ajak. Kamu saya latih, tahun depan ada pembukaan, kamu bisa ikut rekrutmen. Itu yang saya luruskan. Tetap dia ada prosesnya, tetapi ada jalurnya melalui jalur rekrutmen pro aktif,” tambahnya Kombes Pol Asep meluruskan video yang viral itu.

Sementara, Febri saat di tawari jadi Polisi ia hanya jawab “Insyaallah”, pasalnya ia mengaku belum tentu besok bisa melewati tes itu.

“Makanya saya jawab Insyaallah,” ucapnya dengan nada rendah dan merunduk.

“Saya tidak tau kalau ada yang ngevideo itu tadi. Videonya diam tanpa sepengetahuan saya dan pak Direktur, saya tahu waktu hari minggu kemarin tiba viral,” imbuh remaja bernasib mujur itu.

Selain itu, Febri juga menjelaskan, niatnya melamar hanya ingin bekerja sebagai cleaning service dan tidak ada niat lain.

“Saya senang, saya cuma disini ingin jadi cleaning service gak ada niatan lain,” ucapnya. (Hari R)

0

Suara Indonesia News – Nias Selatan. Pembangunan gedung RSUD Nisel yang terletak di lokasi Desa Hiliana’a Kecamatan Teluk Dalam, sumber Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan nilai kontrak 48,5 miliar rupiah, Tahun anggaran 2020. Sebagai pelaksana PT. Maju Gemilang Mandiri, dan sebagai Consultan Pengawas PT. Transima Citra Indo Consultant,” Senin,31/01/2022.

Bangunan RSUD Nisel yang telah rampung menuai banyak protes dan polemik di masyarakat, mulai dari masalah lokasi pertapakan,amdal, kualitas bangunan dan lainnya.

Salah satu anggota DPRD Nisel dari fraksi partai Berkarya, Aris Agustus Dachi di ruang kerjanya menanggapi polemik terkait pembangunan RSUD Nisel.

“Aris Dachi mengatakan bangunan RSUD Nisel tidak memenuhi standar pembangunan yang ada, sesuai peninjauan kami dari kader partai Berkarya beberapa hari yang lalu, bangunan tersebut kita temukan lantai dan dinding retak. Kami menduga kuat pembangunan rumah sakit tersebut asal jadi dan tidak berkualitas sesuai harapan masyarakat selama ini,diperkirakan tidak bertahan lama.

Melihat lokasi pertapakan tanahnya labil dan mudah bergeser,” Katanya.

“Di tempat terpisah mantan anggota DPRD Nisel Ikhtiar Telaumbanua, angkat bicara terkait polemik di tengah-tengah masyarakat terkait bangunan RSUD Nisel. Dia menegaskan bahwa pembangunan rumah sakit tersebut mulai dari lokasi, masterplennya atau perencanaan pembangunan gedung tersebut sudah sangat merugikan masyarakat.

Dengan tegas dia mengatakan lokasi pertapakan tidak strategis berada di kaki gunung yang cukup terjal. Ikhtiar Telaumbanua bersama pegiat LSM secara langsung melihat gedung rumah sakit tersebut beberapa hari yang lalu,Cukup tercengang dan kaget melihat lokasi dan bangunan rumah sakit tersebut,Tanggul Penahan Tembok (TPT) telah roboh, dinding terlihat ada retak, plavon ada yang ambruk, serta di lantai keramik saat di pijak muncul air dari pori-pori keramik,” Ungkapnya..

Sangat disayangkan gedung tersebut tidak akan lama bertahan, percuma anggaran besar kalau kualitasnya bobrok. Pada kemana anggota DPRD Nisel Khususnya komisi 2 yang membidangi pembangunan dan pengawasan.

“Untuk itu, saya Ikhtiar Telaumbanua mengajak Tokoh masyarakat, Tokoh Pemuda dan aktivis Nisel mengawal proses pembangunan RSUD Nisel sampai tuntas dan selesai di tangan penegak hukum,” Tandasnya.

“Berikut hasil konfirmasi sejumlah wartawan kepada ketua komisi 2 DPRD Nisel Asazatulo Giawa dari partai Gerindra di ruangan media Center kantor DPRD di jln. Saonigeho km 3,5 Teluk Dalam beberapa hari yang lalu, mengatakan terkait masalah RSUD anggota DPRD khususnya Komisi 2 tidak pernah ada pembahasan masalah Analis Dampak Lingkungan (Amdal) dan kelayakan pertapakan lokasi RSUD Nisel.

Pada saat di tanyakan salah seorang wartawan kepada ketua komisi 2  Asazatulo Giawa, pernahkah di bahas di komisi 2 untuk menyerap aspirasi masyarakat terkait kelayakan lokasi  pembangunan gedung RSUD Nisel, Asazatulo Giawa menjawab soal kelayakan bukan saya yang menilai itu.

Terus disinggung aspirasi masyarakat  terkait pembangunan tersebut, juga menyampaikan silahkan saja masyarakat,itu hak masyarakat menyuarakan itu. Kalau DPRD itu hanya melakukan rapat dan apa yang sudah di programkan itu yang perlu di bahas. Menyangkut soal Amdal sampai sekarang tidak tau saya itu jawab Asazatulo Giawa.

Sejumlah wartawan mendatangi Dinkes Nisel pada hari ini,Senin (31/1) sekira pukul 11.00 wib di Baloho, untuk menanyakan kebenaran atas polemik  di tengah-tengah masyarakat seputar pembangunan gedung RSUD Nisel, di kantor Dinkes Nisel melalui sekurity menyampaikan kepada wartawan ” Kadis Kesehatan lagi rapat dan sibuk.

Begitu juga ruangan Ranueli Bulolo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada pembangunan rumah sakit tersebut, ruangan Ranueli Bulolo dalam keadaan pintu ruangan tergembok dari luar.

“Di tempat lain, salah seorang warga dari Kecamatan Fanayama, Ikhtiar Wau (58), sangat mengharapkan kepada pihak penegak hukum di wilayah republik Indonesia untuk mengusut tuntas dan memanggil Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Konsultan pengawas, Tim PHO , terlebih pelaksana atau rekanan pembangunan gedung RSUD Nisel yang diduga bangunan tersebut sangat bobrok,” imbuhnya. (Herman Telaumbanua)

0

Suara Indonesia News – Bekasi. Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Wenny Haryanto bersama Staf Ahli Gus Huda Sulistio beserta rombongan dan para tokoh, kiyai serta puluhan santri bersama – sama mengikuti prosesi peresmian dan pemotongan pita di Gedung BLK Komunitas Pondok Pesantren YASFI, Kota Bekasi, Minggu (30/1/2022).

Wenny Haryanto bersama rombongan sebelumnya menghadiri acara pengukuhan pengurus Pemuda NTT Bekasi Raya hingga meneruskan agenda tersebut di pondok Pesantren Yasfi ini. Tentu Perjuangan Ibu Wenny sebagai wakil rakyat dari Kota Bekasi – Jawa Barat tak siasia alias mampu menjawab kebutuhan dan tatangan masa depan dengan menghadirkan BLKK di Kota Bekasi dan Kota Depok sebagai daerah pemilihanya.

Sebagai wakil rakyat dari Jawa Barat (Khusus Kota Bekasi dan Kota Depok), Ibu Wenny Haryanto (A-293) telah memperjuangkan sejumlah aspirasi dari warga atas kebutuhan pondok pesantren pada tahun 2020 hingga 2021 yakni 1. BLK Pondok Pesantren Tahfidh Al Qur’an Binaul Ummah, Kota Depok, 2. BLK Yayasan Pondok Pesantren Ulumul Qur’an, Kota Depok, 3. BLK Pondok Pesantren Daarul Shafa, Kota Depok. 4. BLK Pondok Pesantren Thariiqul Jannah, Kota Bekasi. 5. BLK Pondok Pesantren YMU (Yayasan Manabi’ul Ulum). 6. BLK Pondok Pesantren Mudi Mekar Al – Aziziyyah dan pada tahun 2021 yakni 1. BLK Ponpes Nurul Hikmah, Kota Bekasi dan 2. BLK Ponpes fisabilillah (yasfi) Kota Bekasi.

Hadir juga dalam acara peresmian BLK Komunitas antara lain,   K.H.Rahmaddin Afif selaku Pengasuh Pondok Pesantren, Ustad Zainal Arifin dan para santri serta undangan para toko yang lain.

Harapan Ibu Weny, sapaan akrab di sampaikan saat peresmian BLK Komunitas.

“Semoga BLK Komunitas ini sangat bermanfaat khusus untuk pondok pesantren Fisabilillah dan pada umumnya bangsa dan negara yang kita cintai bersama ini”. Kata Ibu Wenny

Ia menambahkan bahwa saat di komisi IX DPR RI, akan terus berbicara dengan mitra – mitra kerja yang sangat berkaitan dengan aspirasinya.

Kemudian satu jam berikutnya Ibu Wenny dan rombonganya lanjut meresmikan BLK Komunitas di Kota yang sama.

Saat meresmikan BLK Komunitas Pondok Pesantren Nurul Hikmah, terlihat juga hadir Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Hikmah KH Rumin Syarifudin, Lurah Cikiwul Acep Supriyadi, Ketua LPM Cikiwul Tholib S Hidayat dan segemap tokoh masyarakat setempat. Sementara, peresmian gedung BLK Komunitas ditandai dengan pengguntingan pita kedua dan penandatanganan prasasti oleh Dra Hj Wenny Haryanto.

Dalam kesempatan itu, Wenny Haryanto yang bertugas di Komisi IX DPR RI ini menjelaskan pembangunan BLK Komunitas ini menjadi upaya untuk mengembangkan kompetensi calon tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja. “Ini menjadi program terobosan Kementerian Ketenagakerjaan yang merupakan mitra Komisi IX DPR RI untuk memperluas akses pelatihan vokasi bagi masyarakat, khususnya di kalangan komunitas lembaga keagamaan, lembaga pendidikan agama, dan serikat pekerja,” ujarnya.

Lebih lanjut Wenny mengatakan, pemerintah pusat melalui APBN mengalokasikan anggaran untuk pembangunan satu unit BLK Komunitas ini senilai Rp 750 juta.

“Alokasi anggaran ini untuk kebutuhan pembangunan gedungnya senilai Rp 500 juta, dan pengadaan perlengkapan BLK Komunitas senilai Rp 250 juta,” ulasnya.

Kemnaker, kata Wenny, akan mengalokasikan anggaran untuk kebutuhan pelaksanaan pelatihan di BLK Komunitas selama beberapa tahun hingga BLK Komunitas ini dianggap mampu berjalan mandiri. “Selama beberapa tahun, biaya pelatihan akan diberikan Kementerian Ketenagakerjaan sampai dianggap sudah mampu untuk berdiri sendiri. (Rls)

0

Suara Indonesia News – Aceh Utara. Kerjasama yang baik dalam rangka mendukung Tugas Pokok Babinsa guna terwujudnya Kemanunggalan TNI dengan Rakyat, anggota Babinsa Koramil 17/Spk Kodim 0103/Aut secara  rutin dan berkesinambungan melaksanakan Komunikasi Sosial (Komsos) dan membantu masyarakat di Desa binaannya, (Senin, 31/2/2022).

Seperti halnya yang dilakukan salah satu Babinsa Koramil 17/Simpang Keuramat Serka Jainusi yang sudah sangat akrab dan dekat dengan warga binaannya yang berada di Desa Paya Leupa Kec. Simpang Keuramat.

Keakraban tersebut tercermin saat dirinya membantu para petani padi disawah melaksanakan penanaman padi dengan warga binaannya di Desa Paya Leupa. Babinsa juga tak lupa memberi imbauan kepada warga tentang pentingnya menjaga protokol kesehatan agar terhindar dari virus Corona covid 19.jaga jarak, memakai masker di saat keluar rumah dan selalu cuci tangan di saat habis keluar rumah.

Serka Jainusi juga menegaskan bahwa salah wujud keberhasilan seorang Babinsa adalah kedekatan dan keakraban dalam menjalin silaturahmi, selain itu juga Babinsa harus selalu ada ditengah-tengah warganya dalam menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang terjadi diwilayah.

“Salah satu tugas pokok Babinsa adalah membina diwilayah teritorial dihadapkan dengan berbagai macam persoalan namun apabila kita sudah manunggal dengan warga, permasalahan apapun akan dapat segera terselesaikan”, ucapnya.

Selain bisa dekat dengan warga dan berkomunikasi yang baik sehingga akan mendapatkan berbagai informasi dan perkembangan situasi yang ada, demikian juga halnya, kegiatan ini untuk mempererat tali silaturahim dan kerja sama yang baik dalam rangka mendukung tugas pokok Babinsa serta terwujudnya Kemanunggalan TNI dengan rakyat, pungkasnya. (Zal)

0

Suara Indonesia News – Jakarta. Tim Hukum Perkumpulan Anti Diskriminasi Indonesia (PADI) akan melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait pengangkatan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah (LKPP). PADI akan menggugat Keputusan Presiden (Kepres) Joko Widodo yang menetapkan Abdullah Azwar Anas sebagai kepala LKPP.

“Kami akan menggugat Presiden Jokowi karena menetapkan hasil tim seleksi LKPP yang memilih Abdullah Azwar Anas sebagai Kepala LKPP. Saudara Anas adalah kader partai politik yang tidak boleh menjadi Kepala LKPP,” kata Edi Prastio SH, Ketua Umum DPN PADI kepada media, Senin (31/01/2022) di Jakarta.

Menurut PADI pengangkatan Kepala LKPP dinilai cacat hukum karena dinilai tidak independen atau dari figur kader partai politik. Padahal LKPP adalah lembaga independen negara yang mengurusi pengadaan barang dan jasa atau proyek-proyek negara.

“LKPP akan membawahi Lembaga Pengadaan Sistem Elektronik (LPSE) yang mengurusi lelang negara, tentunya isinya harus dipilih orang-orang independen. Tapi Pak Jokowi lewat Tim Seleksi LKPP salah memilih orang karena dari unsur partai politik,” tegas Bung Prastio sapaan akrabnya.

Kata dia, Abdullah Azwar Anas yang terpilih sebagai Kepala LKPP adalah salah satu kader DPP PDI Perjuangan yang sudah diakui dan disampaikan ke publik oleh Hasto Kristiyanto Sekjen DPP PDI Perjuangan. Katanya, Abdullah Azwar Anas adalah mantan Bupati Banyuwangi selama periode dan menjadi anggota PDI Perjuangan.

“Gugatan kepada Presiden Jokowi akan dilayangkan minggu depan awal Februari 2021. Agar Presiden mencabut pengangkatan atau pemilihan Abdullah Azwar Anas sebagai Kepala LKPP,” tandas Bung Prastio.

Ia menjelaskan, Pengangkatan Abdullah Azwar Anas sebagai  Kepala LKPP dinilai melanggar peraturan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Lembaga LKPP Nomor 14 Tahun 2018 tentang Layanan pengadaan Secara Elektronik.

“LKPP akan mengurusi LPSE di seluruh Kementerian, Badan dan Lembaga Negara, serta di Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten-Kota di Seluruh Indonesia. Jadi orang-orang yang memimpin paling tidak sesuai aturan sudah tidak berpartai selama 5 tahun,” bebernya.

Kata Bung Prastio, LKPP itu lembaga independen sama dengan KPU, KPK, KPAI, KPI, KY atau Komisi Kejaksaan. Jadi rekrutmen-nya harus selektif dan tidak berbau campur tangan politik, karena takut disalahgunakan untuk kepentingan kelompok tertentu.

“Dasar hukum pembentukan Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah Pasal 73 Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah yang ketentuan teknis operasionalnya diatur oleh Peraturan Lembaga LKPP Nomor 14 Tahun 2018 tentang Layanan pengadaan Secara Elektronik.

Layanan Pengadaan Secara Elektronik dalam menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik juga wajib memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” terangnya panjang lebar.

Lanjut Bung Prastio, Layanan yang tersedia dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik saat ini adalah tender yang ketentuan teknis operasionalnya diatur dengan Peraturan Lembaga LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara E-Tendering. Selain itu LKPP juga menyediakan fasilitas Katalog Elektronik (e-Catalogue) yang merupakan sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah, proses audit secara online (e-Audit), dan tata cara pembelian barang/jasa melalui katalog elektronik (e-Purchasing).

“Abdullah Azwar Anas sudah dilarang menjadi pimpinan atau anggota LKPP sesuai aturan tersebut. Jelas ini menyalahi UU dan peraturan pemerintah,” tambah Bung Prastio.

Selain kata dia, banyak catatan buruk dari track record dari masa lalu Kepala LKPP Terpilih. Abdullah Azwar Anas sebagai Mantan Bupati Banyuwangi dua periode diduga mempunyai rekam jejak permasalahan pada saat menjabat. Dari dugaan Kasus Amoral, dugaan Korupsi Proyek Fiktif dan beberapa kasus hukum lainnya yang dilaporkan ke aparat penegak hukum oleh jaringan PADI di daerah dan hasil Investigasi dari Tim Banyuwangi TV.

“Dari hasil temuan data tersebut, sudah dilaporkan ke Ketua Tim Seleksi LKPP dan tidak direspon dengan baik. Maka PADI mendesak Presiden Jokowi untuk turun tangan melihat permasalah pengangkatan Kepala LKPP yang dinilai cacat hukum,” desaknya.

Bahkan katanya, Abdullah Azwar Anas layak dicopot dari jabatannya sebagai Kepala LKPP, karena dinilai akan menjadi preseden buruk bagi pemerintah. Apabila dijabat oleh seseorang yang mempunyai rekam jejak buruk.

Mantan Ketua Relawan Garda Advokat 01 Jokowi-Amin Pada Pilpres 2019 ini, sangat menyayangkan apabila Presiden tetap mempertahankan Abdullah Azwar Anas menjabat Kepala LKPP.  Dimana saat ini masih banyak SDM unggul yang ada di internal LKPP itu sendiri, yang tidak memiliki rekam jejak dugaan amoral masa lalu.

“Abdullah Azwar Anas bukanlah orang yang bersih dan beberapa kali oleh LSM dan Ornas dilaporkan ke aparat hukum, terkait kasus dugaan kasus-kasus korupsi dan diberitakan media-media nasional. Bahkan dirinya juga diduga terlibat dugaan perselingkuhan beberapa perempuan, makanya dirinya saat Pilgub Jatim 2018 mengundurkan diri,” tutupnya.

Penulis: Gus Din