Suara Indonesia News – Rote Ndao. Dalam UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD (terkenal dengan UU MD3), pasal 400 ayat 2, ditegaskan bahwa anggota dewan dilarang main proyek.
Pasal 400 ayat 2 itu terkait larangan anggota DPRD melakukan pekerjaan yang yang ada hubungannya dengan wewenang dan tugas anggota DPRD.
Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa bermain atau membagi-bagi jatah proyek bagi anggota dewan adalah tindakan merampok hak rakyat. Karna APBD itu berasal dari uang pajak yang dibayarkan oleh rakyat.
APBD digunakan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. Anggota dewan memiliki kewajiban dan tugas untuk memperjuangkan kepentingan rakyat bukan kepentingan perut mereka sendiri.
Untuk itu, dihimbau kepada para anggota DPRD dan Dinas terkait untuk tidak melakukan persekongkolan diluar dari penyedia dalam hal ini pihak kontraktor ataupun pihak ke tiga, sehingga pembuktian yang benar-benar terpercaya bisa dilakukan lewat mekanisme – mekanisme yang ada.
Sumber anggaran dari APBD atau sumber anggaran dari pemerintah tidak boleh. Namun terjadi Pulau Selatan NKRI, Anggota DPRD Aktif asal Partai Nasdem Fraksi Nasdem atas nama Olabert Arians Manafe alias Papi Manafe, justru sebagai kontraktor.
Disayangkan Proyeknya bermasalah pula, Proyek yang dianggarkan dari Satuan Kerja Dinas PUPR Kabupaten Rote Ndao dengan paket pembangunan Jembatan Huruoe sebesar Rp. 1.098.357.000,- dari sumber dana Belanja Tak Terduga – DAU dengan waktu pelaksanaan 90 hari terhitung mulai 27 September s/d 26 Desember 2021.
Proyek ini kemudian tersisa waktu kerja 24 hari (2 Desemer 2021) di PHK oleh PPK akibat pekerjaannya macet dan baru mencapai 12,8 % sementara pencairan dana oleh kontraktor Pelaksana telah melebih hasil yang dikerjakan.
Bila terus terjadi dikhawatirkan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Khususnya di Kabupaten Terselatan NKRI tidak berjalan dengan baik dan pada akhirnya merugikan masyarakat karena tidak bermanfaat dan hanya menghambat pembangunan.
Advokat dan Kebijakan Publik Dr. Togar Situmorang,SH,MH,MAP, CMed,CLA menjelaskan via handphone Kamis, 19/05-2022, mengatakan, UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD,DPRD (UU MD3) dalam Pasal 400 ayat 2 tegas dinyatakan bahwa anggota dewan dilarang bermain proyek APBD dimana dalam pasal 400 ayat 2 tersebut bahwa bermain atau membagi jatah proyek merupakan perampok hak rakyat yang dilakukan anggota dewan dan prilaku anggota dewan yang bermain proyek jelas menyalahi aturan dan masukan persekongkolan jahat juga gratifikasi dengan kata lain melakukan Tindakan Korupsi karena dana proyek APBD berasal dari uang pajak masyarakat.
Dr. Togar Situmorang menjelaskan dana APBD digunakan untuk mensejahterakan rakyat dan anggota dewan mempunyai tanggung jawab untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat bukan untuk kepentingan pribadi atau perut kenyang mereka sendiri.
Dalam Pasal 400 ayat 2 dapat tersebut maka anggota dewan atau DPRD dan Dinas PUPR dilarang keras ikut bermain atau bersekongkol diluar penyedia dalam hal ini pihak Kontraktor atau Pihak Ketiga lain untuk bagi bagi jatah proyek.
Aparat Hukum baik itu Pihak Kejaksaan atau KPK wajib turun mengawasi bahkan segera memanggil atau memeriksa anggota dewan yang ikut bermain proyek APBD apalagi sudah ada bukti berupa Kwitansi Pembelanjaan bahan matrial bangunan Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atas nama CV. Bumi Tirta Indah dan apabila dibiarkan anggota dewan berprilaku seperti itu proyek APBD bersumber dana pajak masyarakat tidak akan berjalan baik dan merugikan masyarakat Kabupaten Rote Ndao,”tutup Pemilik Law Firm DR. TOGAR SITUMORANG,SH,MH MAP,CMED,CLA .
Reporter : Dance henukh.