Suara Indonesia News – Aceh Tenggara. Sejumlah kalangan pegiat LSM di Kabupaten Aceh Tenggara mempertanyakan terhadap penjualan aset daerah yang dipisahkan tahun 2020 sebesar Rp 14.886.348.185.
Hal itu disebutkan oleh Ketua LSM Gempur Agara, Pajri Gegoh, kepada media ini pada Senin (22/6/2020) kepada media ini, katanya bahwa Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara bahwa hasil penjualan kekayaan Daerah Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2020 yang dipisahkan telah di jual senilai Rp. 14.886.348.185.
Akan tetapi seharusnya Kepala Daerah dalam hal ini Bupati Aceh Tenggara H. Raidin Pinim, perlu memiliki alasan terhadap penjualan aset itu, yang harus dibahas pada waktu pembahasan APBK tahun 2020, terhadap pemilihan kekayaan Daerah aset aset yang mana saja yang dijual oleh Pemkab Agara, dan juga seharusnya pihak DPRK Agara harus mengetahui terhadap semua aset yang dijualkan Pemkab Agara, kemana aset aset itu diualkan dan apakah dana hasil penjualan aset tersebut di gunakan untuk menutupi defisit anggaran atau sebagai belanja modal, atau belanja barang maupun jasa serta apakah untuk pengganti aset yang telah dijualka itu. Katanya
Sebab sebelumnya terungkap adanya pinjaman Pemkab Agara ke salah satu Bank di Kutacane sebesar Rp.10,9 Miliyar, ini juga tidak ada persetujuan dari pihak DPRK Agara, nah saat ini muncul lagi adanya penjualan aset daerah yang dipisahkan dengan nominal sangat patantis yaitu belasan miliaran rupiah, padahal seharusnya pihak legeslatif (DPRK Agara) harus lah dilibatkan dalam persetujuan bersama antara exsekutif dan legeslatif,.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Ketua LSM Gakag, Arafik Beruh menegaskan bahwa pada pasal 22 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 yang menyebut, bahwa pendapatan asli daerah (PAD), sebagai dimaksud dalam Pasal 21 huruf (a) terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lalin lain PAD yang sah. Ujarnya
Dan selian itu dalam kondisi APBK yang mengalami defisit, maka penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan itu merupakan salah satu alternatif dalam Pembiayaan untuk mengurangi defisit. Sebab hal ini disebut didalam Pasal 28 ayat (2), bahwa penerimaan Pembiayaan sebagaimana pada ayat (1), mencakup dalam Sisa Lebih Penggunaan Anggara (Silpa) tahun anggaran sebelumnya, hasil penjualan kekayaan yang dipisahkan, penerimaan pinjaman dan penerimaan kembali pemberian pinjaman
Maka dengan ketentuan ketentuan diatas, setiap penjualan kekayaan daerah yang di pisahkan, seharusnya harus mendapatkan persetujuan dari pihak DPRK Aceh Tenggara, apabila hendak menjual tanpa ada persetujuan dari pihak DPRK Aceh Tenggara, adalah merupakan sebuah tindakan yang sudah melampaui kewenangan dan ini tentunya sudah bertentangan dengan per undang- undang , sehingga transaksi penjualan tersebut ilegal ( tidak sah ), karena melanggar Undang – undang dan diduga adanya konsfirasi serta unsur korupsi, kolusi dan nepotisme, (KKN). Tegas Ketua LSM Gakag Agara, Arafik Beruh.
Sehingga terkait dalam penjualan aset daerah yang nilainya mencapai belasan miliaran itu kami mendorong kepada pihak legeslatif (DPRK agara) Supaya bisa melakukan rapat dengar pendapat ( RDP) dengan pihak eksekutif dalam hal ini Bupati Agara H.Raidin Pinim, supaya penjualan semua aset daerah yang sudah di lakukan oleh pihak Pemkab Agara, bisa terungkap dan di ketahui oleh halayak umum ( publik).
Sementara itu Wildan.S.STP., yang juga merupakan Kabid aset Pemkab Agara saat di wawancarai media ini beberapa waktu yang lalu mengatakan, bahwa terjadi nya penjualan aset oleh Pemkab Agara sebesar sekitar Rp, 14,8 M, itu saya selaku Kabid aset tidak mengetahui atas penjualan aset tersebut, namun untuk lebih jelasnya sambung Wildan lagi silahkan saja langsung di konfirmasi kepada kadis keuangan saja. Singkatnya. (Yusuf)