Bisa Jadi Ajang Budaya, Ritual Ngaben Di Sultra Sedot Perhatian Warga

Bisa Jadi Ajang Budaya, Ritual Ngaben Di Sultra Sedot Perhatian Warga

2,594 views
0
SHARE

Suaraindonesianews.com, Konawe – Upacara ritual Ngaben Asti Wedana di Desa Puasana, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara menjadi perhatian warga, termasuk yang berdatangan dari Kota Kendari.

Pantauan di Desa Puasana, Sabtu (5/9), rangkaian Ngaben yang tergolong upacara Pitra Yadnya atau upacara untuk leluhur dimulai dari pengambilan air suci dan penggalian 51 kerangka jenazah, menarik perhatian warga. “Kalau selama ini menyaksikan upacara Ngaben yang digelar di Bali melalui media televisi maka datanglah ke Kecamatan Pondidaha, Kabupaten Konawe akan menyaksikan secara langsung,” kata tokoh masyarakat Bisman Saranani (58).

Pemerintah daerah dan masyarakat Konawe patut bangga hidup berdampingan dengan saudara Hindu Bali yang setiap lima tahun menggelar Ngaben sebagai ritual keagamaan sekaligus menjadi ajang budaya. Oleh karena itu, ia mengimbau pemerintah Konawe membantu pengadaan peralatan penyelenggaraan Ngaben sehingga tidak harus mendatangkan dari Denpasar Bali dengan biaya mahal.

“Bisa dibayangkan Ngaben tahun ini harus mendatangkan 40 personil dan peralatan gamelan dari Bali dengan biaya mahal. Kalau peralatannya tersedia di Konawe maka cukup personil yang didatangkan,” kata Bisman.

Ketua panitia Ngaben Dewa Made Putra Yasa (59) mengatakan ritual Ngaben bagi warga eks transmigrasi asal Bali yang ada di Desa Puasana dan Desa Ulubenua Kecamatan Pondidaha dilaksanakan sejak 25 tahun lalu. “Sesama warga Hindu sangat kompak dan toleransi antarumat beragama harmonis,” kata Dewa.

Sekretaris Kabupaten Konawe Ridwan berjanji pemerintah dan DPRD akan memperhatikan peralatan pendukung upacara Ngaben sehingga pelaksanaan ritual lebih efisien dan efektif. “Pemerintah akan membantu pengadaan peralatan musik Gamelan. Ritual leluhur harus dilestarikan sebagai kekayaan bangsa,” kata Ridwan

Rangkaian Ngaben dimulai dari pengambilan air suci kemudian “ngagah”, yaitu menggali kembali kuburan dari orang yang bersangkutan untuk mengambil tulang belulang yang tersisa. Abu pembakaran jenazah yang dihanyutkan ke sungai, atau laut memiliki makna untuk melepaskan Sang Atma atau roh dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan Tuhan atau Mokshatam Atmanam.

Membakar jenazah juga merupakan suatu rangkaian upacara untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta atau lima unsur yang membangun fisik manusia. “Bagi pihak keluarga, upacara ini melambangkan keikhlasan atau merelakan kepergian almarhum ke Makingsan ring Pertiwi atau Menitipkan di Ibu Pertiwi. (Ro)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY