LSM WGAB Papua, Meminta Pemerintah Bertindak Tegas Terhadap PT.EDP Nabire, Terkait...

LSM WGAB Papua, Meminta Pemerintah Bertindak Tegas Terhadap PT.EDP Nabire, Terkait Kayu Olahannya

1,379 views
0
SHARE

Suara Indonesia News – Jayapura, Yeri Basri Mak Ketua LSM Wadah Generasi Anak Bangsa (WGAB) Papua meminta Pemerintah Provinsi Papua khususnya instansi terkait dalam hal ini Dinas Kehutanan guna memeriksa asal usul kayu olahan PT. Eka Dwika Perkasa ( EDP) milik Sri Genyo di Nabire yang diduga kurang jelas asal usulnya.

Menurut Yeri, sapaan akrab Ketua LSM WGAB mengatakan bahwa kayu olahan jenis Merbau yang diproduksikan untuk ekspor keluar daerah bukan berasal dari Kabupaten Nabire dan bukan berasal dari PT. Jathi Darma Indah (JDI) pemilik HPH di nabire ” terang Yeri saat menyampaikan kepada wartawan media di kediamannya Jayapura, Sabtu (02/02-2019)

Yeri menjelaskan, sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK) merupakan instrumen pembenahan tata kelola melalui verifikasi kepastian. dalam hal ini, hanya kayu legal yang dipanen, diangkut, diolah, serta dipasarkan oleh Unit Manajemen Kehutanan Indonesia, penerapan sistem ini bertujuan untuk  memberantas illegal logging dan illegal timber trade, yang juga diupayakan melalui pendekatan penegakkan hukum.

Kami cuma ingin mengetahui legalitas kayu olahan PT.EDP  berasal dari mana dan asalnya dari mana, kayu yang dibeli untuk diproduksi keluar daerah  dan surat izin yang dimiliki seperti apa, sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK) bukan hanya berlaku untuk para pelaku ekspor saja tapi mulai dari hulu sampai hilir dan produk tersebut harus memiliki dokumentasi lengkap atau legal.

Hulu berarti bahan baku kayu yang didapat harus legal atau bukan dari penebangan liar, penebang harus memiliki dokumen resmi atau izin penebangan yakni izin mereka dapatkan dari dinas kehutanan atau dari pemerintah daerah setingkat kepala desa, tergantung dari jenis hutan yang ditebang Apakah itu hutan rakyat atau hutan milik pemerintah, setelah itu distribusi dari bahan baku ke sawmill atau tempat penggergajian pun harus memiliki izin perusahaan atau orang yang menggergaji pun adalah perusahaan yang berhak atau bersertifikat SVLK.

Izin penggergajian didapatkan dari 3 instansi, tergantung dari pengajuan, untuk 0 – 2.000 meter kubik izin dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten / kota, sedangkan yang 2.000 – 6.000 meter kubik dari pemerintah Provinsi, kemudian untuk yang 6.000 ke atas didapat dari Kementerian Kehutanan dan Izin tersebut dinamakan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu,”Terang Yeri.

Dari proses penggergajian kayu dikirim ke perusahaan untuk diproses lebih lanjut, pengiriman atau distribusi harus disertai Faktur Angkutan Kayu Olahan yang diterbitkan dari jasa penggergajian.

Perusahaan yang dimaksud pun bukan perusahaan sembarang dan  harus memiliki legalitas perusahaan  di antaranya mencakup Izin Usaha Industri dari Dinas Perindustrian, dan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan, dari Dinas Lingkungan Hidup dan aspek lainnya.

Lebih Lanjut Yeri menegaskan agar instansi terkait kepolisian serta dinas kehutanan memeriksa dan menelusuri asal Kayu milik PT. Eka Dwi Perkasa (EDP) karena banyak kejadian di  2018, terjadi penangkapan kayu mulai dari jayapura makassar dan surabaya kayu asalnya dari Papua dan Papua Barat yang tidak jelas izin – Izinnya.

Untuk mengkonfirmasi terkait hal tersebut, pimpinan PT. EDP, Sri Genyo tidak bisa dihubungi lewat telpon selulernya dan ketika wartawan mendatangi Pabriknya Bos PT.EDP, Sri Genyo Selalu tidak berada di tempatnya hingga berita ini di naikan.(Sam’Mad/SIN).

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY