Suara Indonesia News – Kabupaten Cirebon. Desa Tangkil yang berada di Kecamatan Susukan dalam bulan ini sibuk digoyang warga yang menggruduk desa pasalnya ketidak jelasan kinerja Bumdes dan ketaktransparanan APBDes, berkaitan dana kompensasi Sutet dan penggunaannya.
Bumdes yang didirikan tahun 2017 oleh Tahadi Kuwu Desa Tangkil saat ini dengan dana yang digelontorkan saat itu berjumlah Rp. 50 juta, Bumdes yang dikomandani Subandi awal kinerjanya bergerak di bidang pertanian dengan menyewa lahan tanah untuk dikelola karena wilayah desa Tangkil didominasi areal persawahan dan menjadi sebuah usaha yang menunjang PADes.
Ternyata Subandi belum berkecimpung di bidang pertanian tapi dana yang ada untuk mensewa lahan bengkok milik Jaya Sekretaris Desa Tangkil seluas 4 bahu sekitar 3 Ha. senilai Rp. 50 juta per tahun, berharap Subàndi bisa menggandeng petani penggarap untuk mengelola sawah yang telah disewanya untuk berbagi hasil saat panen, faktanya Subandi diduga bermain dengan perangkat desa yang tanah bengkoknya disewa untuk mengelola sawahnya dengan iming-iming dapat keuntungan sebesar Rp. 1 juta per tahun, ungkap N salah satu warga yang ikut berdemo.
Pengelolaan dana Bumdes oleh Jaya Sekdes menjadi perhatian dan masalah bagi sebagian warga apalagi keuntungan yang diberikan ke Bumdes hanya satu juta pertahun, lalu bagaimana dengan honor pwngurus Bumdesnya kalau setahun hanya menghasilkan uang satu juta dari modal Rp. 50 juta, jelas menjadi investasi ataupun usaha yang tidak profitable alias menguntungkan.
Ketika warga mendemo siang tadi di aula kantor desa (Sabtu, 27-03-2021) dan ditemui serta difasilitasi Tahadi kuwu Desa Tangkil, Subandi sebagai Ketua Bumdes menyatakan mengundurkan diri dan menyerahkan uang modal bumdes yang sudah dikelola selama sekitar 4 tahun berjalan hanya Rp. 42 juta dan meminta maaf pada Kuwu dan pemerintah desa yang telah memberi kepercayaan mengelola Bumdes tapi tidak bisa mengembangkannya bahkan modal yang ada menjadi berkurang Rp. 8 juta.
Disamping masalah pengelolaan Bumdes juga transparansi dana kompensasi Sutet dipertanyakan. Usai acara demo Tahadi di ruang kerjanya menjelaskan pada awak media yang hadir, dana untuk desa murni hanya sejumlah Rp.7 juta saja, tapi untuk kompensasi ada 2 tahap pertama Rp. 72 juta dicairkan melalui Pemkab di tahun 2019 dan di tahun 2020 langsung ke rekening 3 aparat desa sejumlah Rp. 90 juta, untuk yang disalurkan ke rekening aparat desa itu dilakukan usai pihak kontraktor Sutet sedang survei akhir untuk menentukan lokasi pemancangan tower Sutet, di lahan milik desa bukan bengkok ada 3 orang petani penggarap berasal dari desa Tangkil dan juga 1 orang wiyong di tanah desa wiyong. Lalu surveyor itu mencatat empat orang petani penggarap tersebut.
Setelah laporan masuk berisi nama pemilik laĥan dan lahan yang terkena areal Sutet, Jaya Sekdes Tangkil melihat ada tanah milik desa terkena jalur Sutet tapi sudah bernama orang lain walau masih warga Desa Tangkil. Akhirnya pihak PLN yang akan memberi ganti rugi diminta untuk memasukan ke rekening desa saja pake nama desa usulan kuwu tapi mereka tidak mau dan harus nama pribadi malah menganjurkan nama Kuwu saja tapi ditolak dengan alasan tahun 21 akan ada Pilwu takut menjadi sandungan bagi dirinya.
Lalu disepakati menggunakan nama dan rekening 3 perangkat desa, usai ditransfer ke rekening mereka lalu ditransfer ke rekening Pemdes Tangkil, untuk dana sejumlah Rp 72 juta sudah dibangunkan untuk rehab musola di 3 titik, dan untuk yang baru ditransfer baru akan dibangun tahun ini, ungkap Tahadi Kuwu Desa Tangkil.
Sementara N salah satu warga yang peduli dengan kinerja desa dan ikut berdemo menjelaskan di tempat terpisah, “dana Sutet belum ada yang digelar untuk pembangunan, untuk rehab musola di 3 titik tersebut dikerjakan melalui dana desa dan terlihat di APBDes tahun 2019 yang salinan kopinya ada di tangan kita, dan untuk yang 90 juta belum ada pembangunan apapun dananya diduga masih disimpan pada Kuwu.”
Lebih lanjut N mengungkapkan untuk pembangunan makam kramat saja yang dianggarkan APBDes sebesar Rp 30 juta, dan mendapat sumbangsih dari warga berupa uang dan material sejumlah 9 juta tapi tidak dimàsukan dalam laporan pertanggungjawabannya, “lalu kemanakan uang 9 juta sumbangsih warganya? Berawal dari pembangunan makam ini kecurigaan buruknya kinerja desa muncul,” pungkas N menutup pembicaraan. (Hatta)