Suaraindonesianews-Jakarta, Ribuan aparat keamanan gabungan TNI/Polri masih memburu Santoso alias Abu Wardah dan sekitar 20-an anggota kelompoknya di Poso, Sulawesi Tengah.
Santoso terpojok. Kelompok Santoso terpecah. Santoso tidak kuat, cuma beruntung. Aparat sudah mengidentifikasi tempat-tempat kelompok Santoso.
Begitulah antara lain pernyataan sejumlah petinggi keamanan negeri ini namun aparat gabungan TNI/Polri serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menggelar Operasi Tinombala belum berhasil menggulung terduga teroris paling dicari itu. Presiden Jokowi telah menginstruksikan jajarannya untuk menghentikan Santoso dan kelompoknya.
Sementara korban di pihak TNI/Polri bertambah saat menjalankan tugas negara memburu kelompok Santoso. Terakhir insiden jatuhnya helikopter TNI AD di Desa Kasiguncu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pada Minggu (20/3), menewaskan 13 prajurit TNI, makin memperpanjang duka bangsa ini.
Ke-13 korban gugur dalam insiden tersebut yakni Brigjen TNI Anumerta Saiful Anwar (Danrem 132/Tadulako), Brigjen TNI Anumerta Heri S, Brigjen TNI Anumerta Ontang Roma, Kolonel CPM Anumerta Teddy Alex Supomo Parapat, Letkol Inf Anumerta Rasyid, Mayor CKM Anumerta dr. Yanto, Mayor Cpn Anumerta Agung K (pilot), Kapten Cpn Anumerta Wiradhy (co-pilot), Lettu Cpn Anumerta Tito (co-pilot), Serka Anumerta Bagus R (mekanik), Sertu Anumerta Karmin (mekanik), Praka Anumerta Bangkit (avionik), dan Praka Anumerta Kiki (ajudan Danrem).
Sebaliknya beredar video aktivitas Santoso dan sejumlah pengikutnya sedang membakar hewan buruan, bersenda gurau, bahkan berenang di sungai dalam suasana suka cita di lereng pegunungan di Poso.
Sesuai nama Gunung Tinombala, Operasi Tinombala memang menyasar lereng dan pegunungan di Sulteng.
Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kelompok Santoso di Poso makin tersudut oleh aparat gabungan TNI/Polri di wilayah yang lebih kecil.
Luhut bahkan menggambarkan aparat telah berhasil menggiring mereka ke lokasi yang lebih kecil, kira-kira 5 km x 5 km. Lokasi tersebut berada di satu daerah di dekat pegunungan dan aparat sudah mengidentifikasi tempat-tempat kelompok Santoso berada.
Pemerintah berharap Santoso mau turun gunung menyerahkan diri untuk menghindari hal-hal yang tidak perlu namun Luhut menekankan aparat keamanan juga sudah mempersiapkan segala sesuatu termasuk skenario terburuk yang akan terjadi.
Mengenai target Operasi Tinombala selama enam bulan sejak Januari apakah berarti dalam periode itu Santoso beserta kelompoknya dapat digulung, Luhut tidak bisa menargetkan waktu untuk menangkap Santoso.
“Untuk melawan gerilya, negara manapun di dunia ini tidak ada yang bisa menargetkan satu bulan atau dua bulan selesai,” kata Luhut menjelaskan.
Operasi Tinombala merupakan kelanjutan dari Operasi Camar Maleo yang telah berjalan selama empat tahap dan berakhir pada 9 Januari lalu namun Santoso belum kunjung tertangkap atau tertembak mati.
Kepala BNPT Komjen Pol HM Tito Karnavian yang dilantik pada 16 Maret lalu, memiliki program jangka pendek untuk menumpas Santoso dan kelompoknya. Tito memiliki pengalaman tugas di Poso sekitar satu setengah tahun di sana. Mantan Kapolda Metro Jaya itu mengaku tahu peta dan situasi serta kondisi di Poso.
Yang perlu dilakukan saat ini adalah mempertajam posisi Brimob dan TNI yang sedang menggelar operasi Tinombala untuk memutus pasokan logistik dan informasi dari kawasan perkotaan.
Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Rudy Sufahriadi menegaskan bahwa Santoso dan kelompoknya, sesungguhnya tidak kuat, cuma masih beruntung sehingga belum tertangkap sampai saat ini.
“Kita jauh lebih kuat,” katanya. Mantan Direktur Pembinaan Kemampuan BNPT itu mengatakan Operasi Tinombala sedang berupaya maksimal untuk menangkap Santoso dan pengikutnya.
Kapolda Sulteng memimpin langsung penangkapan Santoso dan kelompoknya. Kapolres Poso 2005-2007 itu pun bertekad dapat menangkap Santoso dan kelompoknya secepat-cepatnya.
Mengenai apakah Santoso akan ditangkap hidup atau mati, Rudy, lulusan Akademi Kepolisian RI dan berpengalaman di bidang reserse itu mengatakan,”Kalau bisa ditangkap hidup, kenapa harus mati.”
Namun, katanya, Santoso itu bersenjata dan memiliki prinsip bahwa mati di tangan polisi itu adalah sahid, jadi ini juga diperhitungkan.
Kekuatan Santoso
Seberapa besar sesungguhnya kekuatan Santoso alias Abu Wardah dan kelompoknya yang menamakan diri Mujahidin Indonesia Timur (MIT) itu?
Leo Bona Lubis pada 16 Maret lalu memperkirakan bahwa jumlah anggota jaringan teroris MIT atau Kelompok Santoso saat ini berkisar antara 25-30 orang.
Jumlah sebanyak itu diperkirakan telah berkurang setelah dua orang dari kelompok itu tewas pada 22 Maret dalam kontak senjata dengan aparat keamanan di Rompo, Napu, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso.
Dua jenazah itu yakni Tiger alias Anto alias Isak asal daerah Bima dan Joko alias Turang Ismail warga negara asing asal Uighur, China.
Identitas jenazah dapat diketahui setelah salah seorang anggota kelompok Santoso berinisial SH yang ditangkap aparat di Pegunungan Napu pada Senin (21/3), membantu polisi mengenali kedua jasad itu.
Sebelumnya pada Selasa (15/3) pagi lalu, terjadi kontak senjata TNI/Polri dengan kelompok Santoso di pegunungan Desa Talabosa, Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso. Dua orang dari kelompok bersenjata yang diduga berasal dari Uighur, China, itu tewas ditembak aparat keamanan. Sejumlah barang bukti berupa 10 buah bom lontong, tiga ransel, lima karung logistik, tujuh peta, dan sebuah buku catatan (log book) pengaturan tugas anggota.
Pada hari yang sama pasukan keamanan menemukan satu jenazah dari kelompok Santoso telah membusuk di Sungai Lariang.
Apakah Santoso dan kelompoknya tetap bersatu? Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan ada perpecahan di internal kelompok MIT, menjadi setidaknya dua kelompok. Ada kelompok Santoso dan kelompok lain. Perpecahan tersebut berawal dari kebijakan Santoso selaku pimpinan MIT yang tidak disepakati seluruh anak buahnya.
Dari keterangan yang dihimpun menyebutkan kelompok terduga teroris pimpinan Santoso semakin terdesak di Dataran Napu, Kabupaten Poso, oleh personel Operasi Tinombala dan soliditas internal mereka semakin lemah sehingga besar kemungkinan Santoso mulai mengeksekusi anggota-anggotanya yang mulai tidak solid.
Pada akhir Februari lalu, pasukan Operasi Tinombala menemukan jenazah seorang terduga teroris jaringan Santoso di pegunungan Desa Torireh, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, setelah terjadi baku tembak pada Minggu (28/2) petang. Selain jenazah, aparat menemukan satu pucuk senjata api laras pendek jenis pistol revolver dan tiga pucuk senjata laras panjang rakitan.
Leo mengemukakan bahwa baku tembak tersebut merupakan bagian dari perburuan teroris pascakontak senjata yang sama, yang terjadi di Desa Sangginora pada 9 Februari lalu yang menewaskan dua orang pelaku teror serta seorang anggota Polri.
Selama Operasi Tinombala yang digelar sejak 9 Januari 2016, sudah delapan orang anggota Muhajidin Indonesia Timur itu yang tewas dan dua tertangkap hidup.
Kelompok itu juga dikabarkan mulai kelaparan dan kehabisan logistik makanan dan persenjataan serta mulai terpecah karena berseberangan pendapat, sehingga ada anggota teroris itu yang mencoba memisahkan diri dari kelompoknya.
“Hambatan utama yang kami hadapi untuk segera meringkus Santoso dan pengikutnya adalah medan yang cukup berat,” kata Kapolda Sulteng.
Medan berat dengan begitu banyak pegunungan dan lereng tersembunyi tentu tidak menyurutkan semangat sekitar 2.500 prajurit TNI/Polri untuk menumpas Santoso dan kelompoknya.(antara,SI)