Suara Indonesia News – Kuningan, Dengan mengenal kembali budaya, sejarah maupun situs peninggalan para leluhur kita, merupakan keharusan kita selaku generasi muda harus dapat menjaga dan melestarikan aset ini sebagai warisan sejarah dan budaya, hal tersebut disampaikan Nana Setiana selaku kepala desa Citius sari garawangi kuningan.
Lebih lanjut kades memaparkan, banyak sudah warisan yang sudah menjadi kearifan budaya lokal ini wajib kita jungjung tinggi sebagai aset bangsa, kita cukup memgapresiasi kepada pak bupati dengan dimulainya program pemerintah, salah satunya program Desa unggulan di kabupaten kuningan ujar Kades Nana.
Sementara,wilayah Kabupaten Kuningan Jawabarat, selain wilayah yang dikelilingi perbukitan dan gunung gunung , keberadaan wilayah ini kaya akan situs sejarah dan kebudayaan peninggalan pada jaman kerajaan dan para wali.
Salah satu wilayah dikabupaten kuningan yang menjadi bidikan sejarah saat ini, adalah wilayah Desa Citiusari, kecamatan Garawangi Kab. Kuningan, saat ini tengah dipimpin oleh kepala desa bernama Nana Setiana.
Ada hal yang menarik dibagian sejarah desa tersebut, selain adanya ” sumber mata air yang manis”, desa tersebut mengandung riwayat perjuangan para wali saat melakukan penyebaran agama islam di tanah kuningan dan cirebon.hal tersebut diungkapkan Kades yang didampingi Abah suryana.
Menurut salah satu tokoh masyarakat Desa Abah Suryana, meceritakan, bermula pada jaman sebelum tahun 1914 silam, seorang tokoh bernama Eyang Garita, beliau mempunyai orang kepercayaanya Eyang Gencay Marga Suci, Eyang Gaeita pertama kalinya menjabat kepala desa ( kuwu) di perkampungan bernama Citiu, ( Citiwu, Air tebu ) dengan masa Jabatan lebih dari 90 tahun.
Kemudian dilanjutkan kembali, dengan putranya yang bernama kuwu Kartijan dengan masa jabatanya hampir 60 tahun, sepeninggal Kuwu Kartijan, diteruskan oleh Cucu dari Abah Garita yang bernam Kiyai Saja Martakin dengan masa jabatan hampir 70 tahun lamanya.
Tahun 1982 Desa Citiu berubah nama menjadi Desa Citiu Sari, karena mekar dari nama wilayah Purwasari, sedangkan nama Sari itu sendiri diambil dari sejarah sari tebu (Ci tiwu) dan konon, sumber air yang keluar dari sumur binong di wilayah citiu airnya mengandung sari manis. Maka dari itu wilayah tersebut bernama Citiu Sari.
Sepeninggalnya tiga dekade masa kepemimpinan kuwu citiu, munculah generasi berikutnya bernama Syeh Yahya, salah satu muridnya kanjeng sunan Gunung jati Cirebon, yang saat itu sering melakukan tapa di gunung jati.kemudian melakukan perjalanan pulang ke Desa Citiu setelah bertapa, ia melakukan perjalannya dengan cara menebus bumi hingga munculnya di belakang situ, yang sekarang menjadi are situ sari. Berada di diwilayah Desa Citu sari.
Dalam ceritanya dikisahkan, pada saat itu, mesjid Sunan Gunung jati di cirebon sedang kekurangan air, terutama untuk kepentingan berwudu, maka, saat itu kanjeng sunan gunung jati menyuruh salah satu utusanya untuk mengantarkan surat kosong ( tidak ada tulisanya ) kepad syeh Yahya, dicitiu, syeh yahya ( Eyang Padang ) sudah memahami, meski yang diantar itu surat kosong.
Namun perintahnya agar Syeh yahya mengirimkan air ke Mesjid Gunung jati, maka saat itulah, syeh yahya dengan kekuatan ilmunya, membawa air dengan cara di tusuk (ditiir basa sunda ) dan seketika air tersebut berubah menjadi beku, lalu setibanya di mesjid Gunung jati, air teraebut dapat digunankan utuk kepentingan berauci, bahkan hingga saat ini, air ditempat itupun selalu ada terus menerus dimanfaatkan hingga sekarang. Ujarnya kepada media.(sep).