Suara Indonesia News – Aceh Utara, Data dari WALHI Aceh mengenai PT. Rencong Pulp and Paper Industry (RPPI) telah memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) dengan area kerja seluas 10.384 hektar, PT. RPPI memperoleh IUPHHK berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh dengan Nomor 522.51/569/2011, serta perubahan SK Nomor 522.51/441/2012, dengan jangka waktu selama 60 tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu 35 tahun, IUPHHK – HTI PT. RPPI tersebut berada di Kecamatan Nisam Antara, Meurah Mulia, dan Geureudong Pase, Kabupaten Aceh Utara, gerakan masyarakat pase peduli air (GEMPUR) dalam hal ini meminta kepada Plt Gubernur Aceh untuk segera mencabut izin PT. tersebut pada sabtu (26/07/19)
Muliadi salidan, selaku Kordinator Umum dalam aliansi GEMPUR mengatakan Gubernur dalam hal ini tidak berwewenang dalam mengeluarkan izin PT.RPPI, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi.Dalam Pasal 11, Ayat (2) jelas disebutkan pemberian hak
Pengusahaan hutan untuk luas areal dibawah 10.000 (sepuluh ribu) hektar dapat dilimpahkan kewenangannya kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, nah Sedangkan PT. RPPI memiliki luas 10.348 hektar, logika hukumnya dimna izin dikeluarkan oleh Gubernur Aceh melalui SK Nomor 522.51/569/2011, serta perubahan.
SK Nomor 522.51/441/2012, dengan jangka waktu selama 60 tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu 35 tahun, ” ini sangat bertentangan dengan hukum, bagaimana bisa izin itu bisa keluar seharusnya lebih dari 10.000 hektar ke atas izinnya itu di keluarkan oleh menteri dan bukan oleh Gubernur” tandasnya
Selanjutnya kata muliadi bedasarkan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Izin usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK– HTI) Aceh, dalam Pasal 5 ayat (1) disebutkan areal untuk pembangunan hutan tanaman insdustri adalah hutan produksi yang tidak produktif dan tidak dibebani hak/izin lainnya.
Sedangkan Fakta di lapangan adanya tumpang tindih kepemilikan atas lahan. Izin diberikan atas tanah yang masih belum lepas hak masyarakat (yang masih dikuasi oleh masyarakat berdasarkan hak dasar penguasaan) Berdasarkan fakta lapangan menurut data yang di temukan Muliadi pada laporan WALHI Aceh area izin PT. RPPI tumpang tindih lahan dengan warga, setidaknya ada 37 warga yang memiliki bukti kepemilikan lahan dalam bentuk Surat Ketarangan Tanah (SKT) dan bukti Akte Jual– Beli Tanah. Selain itu,keberadaan PT. RPPI juga telah menghilangkan mata perekonomian warga dari hasil hutan non-kayu, seperti Jernang, madu, dan rotan. Dampak dari tumpang tindih lahan ini, sejumlah tanaman dan pohon yang ada dalam lahan warga ditebang tanpa koordinasi dan ganti rugi dari pihak PT. RPPI.
Oleh karnanya GEMPUR Melalui kordinator umumnya menilai : “Gubernur Aceh sudah salah dalam hal mengeluarkan izin PT.RPPI kami menduga adanya politik mafia yang di praktekkan dalam penerbitan izin PT.RPPI tersebut, dan berharap kepada Plt Gubernur Aceh Bapak Nova Iriansyah untuk dapat mencabut izin PT.RPPI tersebut, karna sudah tidak relefan lgi, dasar hukum yang digunakan sangat bertentangan apalagi dampak yang di takutkan Masyarakat apa bila PT.RPPI itu terus beoprasi terhadap kerusakan hutan dan sumber air masyarat beberapa tahun mendatang ini demi keberlangsungan hidup generasi dan sumber air kita” dan jika pun sikap dari kami ini tidak untuk di tindak lajuti, maka kami siap untuk melakukan aksi demontran menghentikan kegiatan oprasional PT.RPPI secara paksa tutup muliadi melalui pesan tertulis kepada media saat di konformasi melalui pesan tertulis.
Reporter : Manzahari