Suara Indonesia News – Sorong, Kala ini terdapat kegairahan aktivitas kelautan di Papua Barat terutama kegiatan perikanan dan pariwisata bahari, untuk itu sejumlah regulasi yang ada diharapkan dapat berlaku secara efektif untuk perlindungan keberlanjutan Sumber Daya Laut (SDL).
Kegiatan perikanan tangkap meningkat dalam setahun ini, jumlah kapal ikan di Pelabuhan Perikanan Sorong saat ini memcapai 320 unit kapal, 100 diantaranya merupakan kapal ukuran 30GT keatas yg izinya oleh KKP” kata Farian K. Suleman Kepala Pelabuhan Perikanan Sorong.
Hal ini terungkap dalam dialog Masyarakat Kelautan dan Perikanan Papua Barat yang dilaksanakan pada Jumat, 15 Feb 2019 di Kota Sorong, kegiatan tersebut merupakan rangkaian program Ekspedisi Pinisi Bakti Nusa yang dilaksanakan oleh ISKINDO dan YMS.
Sementara itu, Robert Yopi Kardinal, anggota Komisi IV DPR-RI menyampaikan bahwa ada 3 karakteristik pelaku usaha perikanan tangkap di Papu Barat yaitu nelayan, buruh nelayan dan pedagang ikan. Dari 3 pengelompokan, segmen nelayan merupakan kelompok yang beresiko tinggi” kata Robert, oleh karena itu mereka perlu mendapat perlidungan yang optimal seperti asuransi, ketersidaan bbm dan jaminan pasar hasil tangkapan.
Selanjutnya, Aris dari Kementerian Kelautan dan Perikanan mengatakan bahwa untuk perbaikan pencatatan dan pelaporan hasil tangkapan kapal ikan, KKP menerapkan sistim e-logbook, perbaikan pencatatan dgn sistim e-logbook diharapkan akan membantu manajemen pengelolaan, kita jadi tahu berapa ikan yang ditangkap dari stok yang ada dilaut” Jelas Aris.
Pada saat yang bersamaan, Ketua Umum ISKINDO, Zulficar Mochtar mengatakan bahwa selain kegiatan perikanan tangkap, kegiatan wisata bahari di Papua Barat saat ini berkembang pesat. “Raja Ampat sebagai daerah tujuan wisata akan menjadi andalan sehingga perlu persiapan SDM, infrastruktur dan promosi bukan saja oleh Pemerintah tapi juga pelaku usaha” kata Zulficar. Wisata Raja Ampat diharapkan dapat dilakukan dengan prinsip keberlanjutan, tidak masif dan tetap pertahankan keaslian lingkungan dan adat masyarakat lokal. “Keunikan lingkungan dan masyarakat Raja Ampat adalah modal, jangan dihancurkan untuk kepentingan ekonomi jangka pendek” tutup Zulficar. (Sam’Mad/SI).